• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

B. Evaluasi dan Analisis Capaian Kinerja

Analisis dan evaluasi capaian kinerja tahun 2012 dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat dijelaskan sebagai berikut:

Sasaran 1 Terwujudnya jaminan kepastian hukum

hak atas tanah

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan terjaminnya kepemilikan hak atas tanah dari individu atau badan hukum. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut: INDIKATOR KINERJA CAPAIAN 2012 TARGET REALISASI % Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi 1.077.655 Bidang 933.821 Bidang 86,65 Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah 4,00 2,99 74,75

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi

Salah satu indikator kinerja yang dijadikan dasar untuk mengukur keberhasilan sasaran terwujudnya jaminan kepastian hukum hak atas tanah adalah bertambahnya persentase jumlah bidang tanah yang dilegalisasi pada tahun anggaran 2012 dengan capaian 86,65 %. Secara umum, mayoritas capaian kinerja telah tercapai di atas 50%, namun ada satu kegiatan yang rendah tingkat capaiannya yakni sebesar 18,85% dalam hal penerbitan HPL Transmigrasi karena prasyarat dari proses penerbitan HPL tidak berada pada instansi BPN-RI melainkan pada instansi lain seperti Dinas Transmigrasi di provinsi atau kabupaten/kota masing-masing yang berada di luar kendali jajaran BPN-RI, baik pusat, wilayah maupun kabupaten/kota.

Rendahnya capaian tersebut karena subjek dan objek kegiatan transmigrasi ditentukan oleh instansi lain atau pihak ketiga baik Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Provinsi atau Kabupaten/Kota, diantaranya ada rencana lokasi transmigrasi yang masuk kawasan hutan seperti di Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau. Faktor-faktor yang mendukung capaian kinerja dengan persentase yang tinggi tersebut antara lain adanya:

1. Sumber-daya manusia (SDM) serta sarana dan prasarana yang pada kondisi kurang maupun terbatas, namun dapat dimaksimalkan sehingga dicapai hasil yang optimal. Permasalahan dan kendala masih terus menjadi tantangan sebagai dampak dari terus bertambahnya unit kerja (satuan kerja) terutama di daerah seiring dengan pemekaran wilayah (pertambahan) provinsi dan kabupaten/kota;

2. Kondisi lingkungan eksternal yang sangat berpengaruh pada capaian kinerja pembangunan bidang pertanahan yang berada di luar kendali BPN RI seperti, kondisi geografis dan minimnya sarana transportasi maupun administrasi yang ada di instansi lain;

3. Belum selesainya penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah di sebagian besar provinsi dan kabupaten/kota. Belum selesainya penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda), berdampak langsung pada kinerja legalisasi aset;

4. Tingginya Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) serta Biaya Operasional yang disyaratkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pajak dan biaya yang masih relatif tinggi mengakibatkan pemilik tanah mengurungkan niatnya untuk mensertipikatkan tanahnya. Beruntunglah kini karena semenjak tahun 2011 kewenangan dalam pengelolaan BPHTB telah berada pada pemerintah kabupaten/kota, termasuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan/Pedesaan yang akan dikelola pemerintah kabupaten/kota mulai tahun 2014 mendatang.

Untuk pelaksanaan program Legalisasi asset yang terdiri dari Prona, Sertipikasi Tanah UKM, Sertipikasi Tanah Petani, Sertipikasi Tanah Nelayan, Sertipikasi Tanah Transmigrasi, Sertipikasi Tanah MBR-Menpera tahun 2012 adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Realisasi kegiatan Legalisasi Aset Masyarakat No. Kegiatan (Bidang) Target Realisasi (Bidang) %

1. Prona 787.620 772.369 98,06 2. UKM 20.463 17.692 86,46 3. Petani 30.000 28.743 95,81 4. Nelayan 15.000 13.741 91,61 5. Transmigrasi 47.700 28.805 60,39 6. MBR 7.500 6.508 86,77 7. HPL 127.422 24.013 18,85

8. Penanganan Pasca Bencana 41.950 41.950 100,00

TOTAL 1.077.960 933.821 86,65

Dari data diatas digambarkan bahwa untuk capaian program pensertipikatan tanah realisasi fisiknya 86,65 %. Realisasi Fisik dan Anggaran untuk masing-masing kegiatan tiap provinsi tersajikan dalam lampiran.

Terwujudnya percepatan legalisasi aset pertanahan, ketertiban administrasi pertanahan dan kelengkapan informasi pertanahan dan kelengkapan informasi legalisasi aset tanah dengan melalui kegiatan Legalisasi Aset Tanah, yang meliputi

Prona, Transmigrasi, UKM, Tanah Nelayan, Menpera (MBR), Tanah Pertanian, Redistribusi Tanah, Konsolidasi Tanah, Konsolidasi Tanah Swadaya, dan Pendaftaran Tanah Pertama Kali.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dan dapat dijadikan pembelajaran untuk meningkatkan bidang-bidang tanah yang dilegalisasi/disertipikatkan dan peningkatan kinerja sasaran di masa yang akan datang adalah sebagai berikut:

a) Pengelolaan Sumber-daya Manusia perlu ditingkatkan dengan pemanfaatan secara maksimal semua pegawai organis (PNS) dan tenaga bantu (alih-daya/outsourcing);

b) Koordinasi antara unit tata usaha sebagai satuan pendukung (supporting unit) dan unit teknis sangat signifikan dalam pencapaian sasaran kinerja;

c) Ketersediaan petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan kegiatan yang mudah penerapannya sangat mempengaruhi percepatan pelaksanaan kegiatan dan pencapaian sasaran kegiatan dan kinerja;

d) Revisi kegiatan dan anggaran sebagai akibat kebijakan pemerintah dalam rangka penghematan anggaran secara nasional, pemblokiran (bintang) maupun ketidaksesuaian antara rencana dengan realisasi kegiatan dan anggaran.

Beberapa strategi pelaksanaan kinerja yang perlu diperhatikan di masa mendatang sebagai berikut:

a) Percepatan penelitian dokumen DIPA untuk menemukan permasalahan-permasalahan yang dapat menjadi hambatan dalam implementasi kegiatan, jika diperlukan revisi DIPA agar secepatnya disampaikan;

b) Terhadap ketidaksesuaian dokumen sebagaimana yang seharusnya, secepatnya dilakukan penyesuaian melalui mekanisme revisi sesuai dengan kewenangannya;

c) Percepatan penyusunan Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan dan Anggaran (RPKA);

d) Percepatan penunjukan pengelola APBN, panitia dan pejabat pengadaan serta pelaksana kegiatan;

e) Berkoordinasi dengan unit teknis dan pihak-pihak terkait yang diperlukan (Pemerintah Daerah, dinas terkait, Camat, Kepala Desa dan tokoh masyarakat);

f) Untuk mengatasi keterbatasan sumber-daya yang tersedia, perlu dilakukan beberapa upaya sebagai berikut:

1) Peningkatan kapasitas melalui pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan nyata;

2) Optimalisasi pendayagunaan pegawai (staf administrasi dididik untuk dapat mengerjakan tugas-tugas teknis di kantor);

3) Mobilisasi petugas ukur sesuai dengan batas kewenangannya;

4) Pendayagunaan lulusan Program Diploma I STPN yang belum diangkat menjadi PNS;

5) Memanfaatkan jasa surveyor berlisensi pihak ketiga sesuai dengan ketentuan.

g) Menginventarisasi masalah dan melaporkan kepada pimpinan dalam bentuk Laporan khusus;

h) Peningkatan kedisiplinan pelaporan, termasuk penyampaian hambatan dan kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan;

i) Terus mengupayakan pengadaan pegawai dengan fokus pada tenaga penunjang kegiatan operasional dengan kompetensi yang telah terpetakan sesuai kebutuhan riil. Optimalisasi kinerja SDM ditingkatkan dengan strategi pendidikan dan pelatihan yang intensif serta penyediaan teknologi penunjang kerja;

j) Kendala geografis dan minimnya transportasi akan diatasi dengan terus mengoptimalkan kinerja LARASITA serta perluasan cakupan teknologi Continuously Operating Reference

Station (CORS) sebagai penunjang kegiatan survei dan

pemetaan;

k) Kendala ketersediaan Rencana Tata Ruang Wilayah akan diatasi dengan mengintensifkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga serta Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk mendorong penyelesaian penyusunan Tata Ruang Wilayah dalam bentuk Peraturan Daerah;

l) Sementara kendala PNBP dan BPHTB, diharapkan akan dapat diatasi dalam tahun-tahun yang akan datang dengan telah terbitnya Undang-undang tentang BPHTB dan Peraturan Pemerintah tentang PNBP bidang Pertanahan pada tahun 2010.

Meningkatnya Indeks Kepuasan Masyarakat terhadap pelayanan legalisasi aset tanah

Berdasarkan hasil survey melalui kuisoner hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Biro Organisasi dan Kepegawaian pada tahun 2012 terhadap responden sejumlah 441 orang di 48 Kantor Pertanahan diperoleh kesimpulan bahwa masyarakat yang menyatakan puas terhadap pelayanan pertanahan adalah 2,99 % (cukup).

Sasaran 2 Terciptanya pengaturan, penguasaan,

pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan

tanah secara berkeadilan

Sasaran ini dimaksudkan dalam rangka untuk memastikan pengaturan, penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan atas tanah sesuai dengan sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR KINERJA CAPAIAN 2012 TARGET REALISASI % Meningkatnya jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

459 Lokasi 285 Lokasi 62,09 Meningkatnya jumlah

tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat , program strategis dan pemerintah (Jumlah tanah negara, tanah

terlantar, tanah kritis yang dikelola)

4 Paket 4 Paket 100,00

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Jumlah keputusan penetapan tanah terlantar yang ditetapkan

Tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa Hak Milik, HGU, HGB, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaannya atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaannya.

Dalam hal tanah yang ditetapkan sebagai tanah terlantar merupakan tanah hak, maka penetapan tanah terlantar memuat juga penetapan hapusnya hak atas tanah, sekaligus memutuskan hubungan hukum serta ditegaskan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Langkah-langkah penertiban tanah terlantar meliputi tahapan kegiatan sebagai berikut:

a. inventarisasi terhadap bidang-bidang tanah yang terindikasi terlantar.

b. identifikasi dan penelitian tanah terindikasi terlantar, c. peringatan terhadap pemegang hak,

d. usulan penetapan tanah terlantar, e. penetapan tanah terlantar.

Tanah yang sudah ditetapkan menjadi tanah terlantar oleh Kepala BPN RI, selanjutnya disebut Tanah Negara Bekas Tanah Terlantar. Terhadap tanah tersebut dilakukan pendayagunaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala BPN RI Nomor 5 Tahun 2011. Tanah negara bekas tanah terlantar tersebut akan dialokasikan secara nasional untuk kepentingan masyarakat dan negara melalui:

a. Reforma Agraria;

b. Program Strategis Negara,

Dimanfaatkan antara lain untuk pengembangan sektor pangan, energi, perumahan rakyat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. Cadangan Negara Lainnya,

Dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tanah guna kepentingan pemerintah, pertahanan dan keamanan, kebutuhan tanah akibat adanya bencana alam, relokasi dan pemukiman kembali masyarakat yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum serta untuk

masyarakat bagi kepentingan sosial, pendidikan, penelitian dan keagamaan.

Dari 459 obyek penertiban tanah terindikasi terlantar yang sudah dilakukan tahapan penertiban sebanyak 285 obyek (62,09%). Sampai dengan tahun 2012 diajukan sebanyak 94 SK dan yang telah ditetapkan sebanyak 80 SK (85,11%) atau seluas 54.123,2436 Ha. Namun dari 80 Surat Keputusan tersebut, sebanyak 11 SK digugat di pengadilan (seluas 34.368 Ha). Adapun sebaran 80 SK tanah terlantar dapat dilihat pada lampiran 3.

Penilaian atas kondisi pelaksanaan tugas dan fungsi pengendalian saat ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Setelah terbit Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010, Peraturan Kepala BPN RI Nomor 4 Tahun 2010 dan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 9 Tahun 2011, diharapkan pelaksanaan penertiban tanah terlantar yang menjadi kegiatan prioritas dapat berjalan sesuai rencana; dan

2. Pengolahan data usulan penetapan tanah terlantar dalam rangka penyiapan konsep Risalah Pengolahan Data (RPD), Nota Dinas (ND) dan Surat Keputusan (SK) Penetapan Tanah Terlantar sangat bergantung pada kelengkapan dan akurasi data pendukung usulan penetapan tanah terlantar.

Jumlah tanah yang dapat didayagunakan bagi masyarakat , program strategis dan pemerintah Yang dimaksud tanah yang dapat didayagunakan disini adalah Tanah Negara bekas hak, bekas kawasan, bekas tanah terlantar yang telah ditetapkan menjadi Tanah Negara dan dikuasai langsung oleh negara. Dalam rangka pendayagunaan tanah negara bekas hak, bekas kawasan, bekas tanah terlantar yang telah ditetapkan menjadi tanah negara dan dikuasai langsung oleh negara dilakukan tahapan identifikasi, penyusunan analisa ketersediaan tanah dan selanjutnya diusulkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI untuk ditetapkan peruntukannya.

Pada tahun 2012 tanah yang dikelola untuk didayagunakan ditargetkan sebanyak 4 paket/bidang, namun dalam rangka mendukung kegiatan Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2010 tentang

Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar maka pada tahun 2012 dilakukan identifikasi/pendataan dalam rangka penyusunan analisa ketersediaan tanah sebanyak 4 paket.

Bertambahnya akses terhadap sumber ekonomi yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat penerima manfaat

Penataan aset masyarakat pada tanah negara bekas tanah terlantar, dilaksanakan melalui distribusi tanah dan redistribusi tanah melalui kegiatan Reforma Agraria. Penataan akses masyarakat pada tanah negara bekas tanah terlantar, melalui kerjasama dengan pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan/atau kemitraan dengan pihak ketiga, antara lain dalam bentuk fasilitasi akses permodalan, penyediaan sarana produksi, pasar, dan infrastruktur. Pada tahun 2012 jumlah sumber ekonomi yang dapat diakses oleh masyarakat penerima manfaat sebanyak 100 Lokasi.

Sasaran 3 Terciptanya pengaturan dan penataan

penguasaan, pemilikan, penggunaan dan

pemanfaatan tanah secara optimal dan

berkeadilan

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan upaya penataan dan pengaturan pertanahan yang lebih berkeadilan dengan melaksanakan pendataan bidang-bidang tanah dalam hal penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR KINERJA CAPAIAN 2012 TARGET REALISASI % Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan

149.600

Bidang 122.519 Bidang 81,89

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Meningkatnya prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan

Indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan sasaran Terciptanya Pengaturan dan Penataan, Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah secara optimal dan berkeadilan adalah: Prosentase jumlah wilayah/bidang/luas tanah yang dilakukan pengaturan dan penataan pertanahan serta redistribusi tanah dalam rangka tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dengan capaian 81,89 %.

Sasaran 4 Berkurangnya sengketa, konflik dan

perkara pertanahan di seluruh Indonesia

Sasaran ini dimaksudkan untuk menggambarkan jumlah sengketa, konflik dan perkara pertanahan yang diselesaikan. Indikator dan capaian kinerja dari sasaran ini dapat digambarkan sebagai berikut:

INDIKATOR KINERJA CAPAIAN 2012 TARGET REALISASI % Meningkatnya jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan 229 kasus 168 kasus 73,36 Meningkatnya jumlah konflik pertanahan yang diselesaikan 365 kasus 287 kasus 78,63 Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan 200 kasus 157 kasus 78,50

Evaluasi dan analisis atas capaian indikator-indikator kinerja sasaran ini adalah sebagai berikut:

Meningkatnya jumlah sengketa pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis.

Selama tahun 2012 jumlah sengketa pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 168 Kasus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian sengketa pertanahan tersebut antara lain disebabkan masih terbatasnya jumlah sumber-daya manusia ditinjau dari beban tugas rutin dan tugas lainnya. Adapun strategi pemecahan masalah dari kendala tersebut melalui permintaan tambahan SDM dari Biro Kepegawaian serta peningkatan hubungan kerja dan koordinasi, membentuk tim terpadu pelaksanaan kegiatan, melaksanakan evaluasi kinerja secara berkala serta melaksanakan rapat koordinasi secara berkala dan melakukan efektivitas dan efisiensi kerja.

Meningkatnya jumlah konflik pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, konflik pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosio-politis.

Selama tahun 2012 jumlah konflik pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 287 Kasus

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian konflik pertanahan tersebut antara lain:

1. Memberikan bimbingan teknis kepada staf/pelaksana mengenai Peraturan Kepala BPN No. 3 Tahun 2013;

2. Memberikan kesempatan kepada pegawai melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi;

3. Perlu dipertimbangkan perbandingan jumlah pegawai wanita dengan pria.

Meningkatnya jumlah perkara pertanahan yang diselesaikan

Berdasarkan Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan lembaga peradilan yang masih dimintakan penanganan perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Selama tahun 2012 jumlah perkara pertanahan yang dapat diselesaikan sebanyak 157 kasus.

Faktor-faktor yang mempengaruhi capaian jumlah penyelesaian perkara pertanahan tersebut antara lain:

1. Anggaran sidang dari dana rupiah murni yang tidak mencukupi, sedangkan dana APBN yang telah dialokasikan menunggu masuknya dana dari pihak ketiga.

2. Penyusunan RKAKL yang waktu perbaikannya sering hanya diberi waktu sedikit sehingga menghasilkan Rencana Kerja Anggaran dan Kegiatan yang tidak sempurna dan kurang cermat.

3. Terbatasnya jumlah sumber-daya manusia pada Direktorat Perkara Pertanahan ditinjau dari beban tugas rutin dan tugas lainnya.

Untuk mempercepat penyelesaian kasus-kasus pertanahan di tanah air, Kepala BPN RI membentuk Tim 11. Selama tahun 2012 Tim 11 menangani sebanyak 38 kasus pertanahan.

Tabel 3.3

Beberapa Contoh kasus yang ditangani antara lain:

No Kasus Perkembangan Proses Penyelesaian 1 Permasalahan tanah antara

masyarakat Kec. Ngancar dan PT. Sumber Sari Petung, di Kab. Kediri, Provinsi Jawa Timur.

Tanah atas nama PT. Sumber Sari Petung semula luasnya 600 ha, 250 ha

diantaranya diduduki oleh warga

masyarakat. Terhadap tanah seluas ± 250 Ha tersebut, yang digarap warga 1.766 bidang tanah (100 %) telah diterbitkan Sertipikat Hak Milik melalui redistribusi tanah dan sudah diserahkan kepada

penerima tanah redistribusi

tanah/warga. Pada saat ini telah dilaksanakan akses reform berupa penanaman nilam dan pembuatan pengolahan penyulingan minyak asiri bantuan pihak ketiga.

2 Permasalahan tanah Curah

Nongko, Perkebunan Kali Senan PTPN XII dengan warga

masyarakat yang terletak di Desa Curah Nongko, Kec. Tempurejo, Kab. Jember, Prov. Jawa Timur

Luas yang diminta untuk diperpanjang seluas 2.709,49 Ha dimana dalam HGU tersebut terdapat klaim dari masyarakat seluas 300 ha. Dari 300 ha areal yang diklaim tersebut, 125 ha ditanami (okupasi) oleh warga. Sedangkan sisa

seluas 175 ha dituntut warga.

Penyelesaian telah dilaksanakan mediasi pada tanggal 23 Januari 2013 bertempat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) antara BPN, PTPN XII dan Kementerian BUMN. Prinsip BUMN akan melepas sejauh untuk kepentingan petani dan dalam waktu dekat akan diadakan peninjauan lapang.

No Kasus Perkembangan Proses Penyelesaian 3 Permasalahan tanah Hak Pakai

No. 1/Alastlogo atas nama Dephankam cq. TNI AL antara masyarakat Desa Alaslogo dengan TNI AL terletak di Grati, Kab. Pasuruan, Prov. Jawa Timur

Dari luas keseluruhan tanah dengan Hak Pakai (HP) atas nama Departemen Pertanahan (DEPHAN) cq. TNI-AL di Pasuruan 3.476 ha di dua bidang Hak Pakai di Alastlogo dan Sumberanyar seluas 1.083 ha ada klaim dari warga masyarakat. Sementara itu, hasil rapat dengan Komandan Armada Maritim Kawasan Timur (DanArmatim) telah

disimpulkan bahwa persoalan ini

sepenuhnya diserahkan ke Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) dan DEPHAN (Kementerian Pertahanan); untuk itu kiranya Komisi-II DPR RI dapat memfasilitasi Rapat Koordinasi yang mengikutsertakan setiap pihak terkait, setidaknya unsur warga masyarakat,

Pemerintah Kabupaten Pasuruan,

Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan BPN-RI.

4 Permasalahan Tanah antara TNI

Kodam Brawijaya dengan masyarakat yaitu kebun

Penampean seluas 5.440 ha dan kebun Kali gentong seluas 1.525 ha di Kabupaten Tulungagung.

Hasil mediasi antara BPN, Kodam dan Pemda yaitu bahwa kebun Penampaian akan diserahkan seluruhnya kepada

masyarakat, sedangkan kebun

Kaligentong tetap diserahkan ke TNI AD untuk digunakan sebagai tempat latihan militer. Namun demikian belum ada persetujuan dari KASAD. Mohon DPR dapat menindaklanjuti hal ini.

5 Masalah Tanah HGU Wongsorejo

seluas 600 Ha di desa Wongsorejo kecamatan Wongsorejo Kabuaten

Banyuwangi Jawa timur dengan Petani setempat.

Pihak Perusahaan pemilik HGU telah menyerahkan tanah seluas 60 Ha yang akan dijadikan obyek Land reform untuk di redistribusikan kepada 200 KK Petani setempat.

6 HGU PT Blitar Putra seluas 380

Ha didesa Gadungan Kecamatan Gandusari Kabupate Blitar dengan Petani setempat.

PT. Blitar Putra telah melepaskan tanah seluas 80 Ha yang akan dijadikan obyek Landreform untuk diredistribusikan kepada 400 KK petani

No Kasus Perkembangan Proses Penyelesaian 7 Masalah tanah Keraton

Surakarta, terletak di Kelurahan Baluwerti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta

Dijadwalkan minggu ke-2 Februari 2013 akan dilaksanakan Gelar Kasus di Kanwil BPN Provinsi Jawa Tengah.

8 Permasalahan tanah Negeri

Halong yang terletak di Kota Ambon, Provinsi Maluku

Masih dilakukan pengumpulan data, baik data yuridis administratif maupun data fisik lapangan.

9 Permasalahan tanah HGU PT.

Cipta Daya Sejati Luhur seluas 268 Ha sebagian dari luas keseluruhan 3.671 Ha yang secara fisik dikuasai oleh

Kelompok Tani Makmur Sejati, di Provinsi Riau;

Karena tidak tercapai win-win solution sedangkan lokasi dikuasai dan diolah oleh Kelompok Tani Makmur Sejati maka PT. CDSL harus bisa membuktikan telah membayar ganti rugi. Apabila tidak bisa membuktikan ganti rugi tersebut maka sebagian HGU seluas 164,4 Ha dapat dibatalkan karena terdapat cacat hukum

administrasi sesuai Perkaban No.

3/2011.

10 Tuntutan pengembalian tanah

seluas 80 Ha oleh Suwarno, dkk dari lokasi HGU No. 1/Paya Bagas A.n. PTPN III Kebun Rambutan, di Kab. Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

Permasalahan ini termasuk kriteria K4 dan K5 yang intinya penyelesaian kasus pertanahan melalui proses perkara di pengadilan.

11 Permasalahan tanah antara TNI

Angkatan Udara dengan masyarakat Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor

Mengingat tanah tersebut merupakan aset negara yang sudah terdaftar dalam IKN atas nama Kementerian Pertahanan RI Nomor Reg. IKN 50503007 dan Nomor 50503008, maka perlu dikoordinasikan permasalahan tanah tersebut kepada Kemenhan RI, Kemenkeu RI dan Kemendagri RI.

12 Permasalahan tanah antara PT.

Pupuk Kaltim dengan Majelis Perjuangan Rakyat Perwakilan Masyarakat Gunung Kempeng, Pada Idi dan H. Daeng Masserang

PT. Pupuk Kaltim mengajukan

permohonan perpanjangan atas HGB No.10/Belimbing yang akan berakhir tanggal 9 September 2013, selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan Kota Bontang

dengan suratnya

No.125/3-64.74/X/2012 Tanggal 11 Oktober 2012 jo Kepala Kantor Wilayah BPN Prov.

Dokumen terkait