• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 Evaluasi daya gabung dan heterosis pada karakter ketahanan penyakit bulai ( P. maydis)

ABSTRAK

Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung manis di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari daya gabung dan heterosis F1 jagung manis terhadap ketahanan penyakit bulai (P. maydis). Penelitian dilakukan di Kebun percobaan PT. BISI International, Tbk di Kediri, Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan 3 ulangan dan setiap genotipe ditanam dua baris, 20 tanaman per baris. Nilai duga daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) untuk karakter ketahanan penyakit bulai menunjukkan berbeda nyata, tetapi pengaruh resiprokal menunjukkan tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit bulai tidak dipengaruhi oleh gen-gen ekstrakromosomal melainkan dipengaruhi oleh gen-gen yang terdapat di dalam inti. Hasil analisis dialel berdasarkan persentase kejadian penyakit menunjukkan bahwa nilai DGU dan DGK yang lebih negatif lebih tahan terhadap penyakit bulai. Pada karakter ketahanan penyakit bulai, galur DMST531 menunjukkan nilai DGU lebih negatif dengan nilai -1.70 dan kombinasi persilangan DMSK5xDMSS491 menunjukkan nilai DGK lebih negatif dengan nilai -2.11. Kombinasi persilangan DMSK5xDMSS491 menunjukkan nilai heterosis -2.50% dan nilai heterobeltiosis -2.50% dibandingkan dengan kombinasi persilangan yang lain. Nilai duga ragam DGU lebih rendah dibandingkan nilai duga ragam DGK hal ini menunjukkan bahwa pengaruh aksi gen aditif lebih besar dibandingkan pengaruh aksi gen dominan. Hal ini menunjukkan bahwa ketahanan penyakit bulai dipengaruhi oleh aksi gen aditif.

19

Combining Ability and Heterosis of Downy Mildew

(P. maydis) Resistance

ABSTRACT

Downy mildew is the most destructive disease of sweet corn in Indonesia. This study evaluated combining ability and heterosis for downy mildew (P. maydis) resistance in sweet corn. The experiment was conducted at Kediri, East Java. The experimental design was Randomized Complete Block Design with 3 replications, each genotype was planted in two rows, 20 plants per row. General combining ability (GCA) and specific combining ability (SCA) values were significant for disease resitant but the resiprocal effect was not significant. Diallel analysis based on disease incidence showed that value more negative was better than positive value. Inbred DMST531 showed more negative GCA value (-1.70) and the combination DMSK5xDMSS491 showed more negative SCA value (-2.11). The combination DMSK5xDMSS491 also showed heterosis (-2.50%) and heterobeltiosis (-2.50%) compared to the others. The value of GCA variance was lower than SCA variance and additive variance was lower than dominant variance, indicating downy mildew resistance is influenced by additive gene action.

Keywords: combining ability, diallel analysis, downy mildew, heterosis, sweet corn

20

PENDAHULUAN

Penyakit bulai merupakan penyakit utama pada tanaman jagung dan jagung manis yang menyerang sentra-sentra produksi seperti di Jawa, Lampung, Sumatera Utara dan Sulawesi. Perakitan varietas jagung manis yang tahan terhadap penyakit bulai melalui kegiatan pemuliaan tanaman merupakan cara yang paling mudah, murah dan aman dibandingkan dengan pengendalian menggunakan fungisida.

Perakitan varietas unggul yang tahan terhadap penyakit bulai memerlukan informasi mengenai pewarisan sifat dan kendali genetik penyakit bulai. Studi pewarisan sifat dapat dilakukan dengan melakukan persilangan. Salah satu tipe persilangan yang dapat digunakan adalah persilangan dialel (diallel cross), yaitu persilangan yang dilakukan diantara semua pasangan tetua sehingga dapat diketahui potensi hasil suatu kombinasi hibrida, nilai heterosis, daya gabung umum (DGU), daya gabung khusus (DGK) dan dugaan besarnya ragam genetik dari suatu karakter (Setiastono 2008).

Penyakit bulai dikendalikan oleh banyak gen (poligenik), seleksi yang dilakukan pada generasi awal kurang efektif dikarenakan pada generasi awal, gen-gen pada tanaman masih mengalami segregasi. Seleksi yang dilakukan pada generasi lanjut akan lebih efektif dikarenakan gen-gen yang mempengaruhi ketahanan terhadap penyakit bulai telah terfiksasi.

Tahap awal dalam menilai hasil persilangan antar galur adalah mengevaluasi daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Informasi ini diperlukan untuk mendapatkan kombinasi tetua yang akan menghasilkan keturunan yang berpotensi hasil tinggi (Sujiprihati et al. 2007). Daya gabung merupakan konsep umum untuk mengklasifikasikan galur murni secara relatif menurut penampilan hibridanya (Hallauer dan Miranda, 1988).

Nilai heterotik dari pasangan galur terhadap keragaman F1 dibedakan atas dua, yakni heterosis nilai tengah tetua (mid parent heterosis) dan heterosis nilai tetua terbaik (best parent heterosis). Menurut Stoskopf et al. (1993) dan Jensen (1988), perbedaan sifat dan variasi yang tinggi antar galur dalam populasi memudahkan seleksi untuk memperoleh pasangan heterotik dalam perakitan jagung hibrida. Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai daya gabung tujuh galur jagung manis dan heterosis F1 jagung manis pada karakter ketahanan penyakit bulai.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Kegiatan pengujian galur tetua dan F1 hasil persilangan dialel dilakukan di lokasi kebun penelitian tanaman pangan PT. BISI International, Tbk Farm Kambingan, Kecamatan Pagu, Kabupaten Kediri, ketinggian 150 m dpl, tipe tanah entisol, pH 6.2 (agak masam). Pengujian dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai Desember 2012.

21

Bahan dan Alat

Hasil penapisan pada percobaan satu terpilih tujuh galur dengan tingkat kejadian penyakit yang berbeda, yaitu DMST531 (B) 29.95%, DMSG781 (D) 37.00%, DMSC499 (A) 52.80%, DMSS491 (F) 59.15%, DMSE711 (E) 76.65%, DMSK5 (C) 84.35%, dan DMSF11 (G) 88.50% yang selanjutnya dibuat persilangaan dialel penuh. Deskripsi tujuh galur yang digunakan dalam penelitian diperlihatkan pada Tabel 3.

Dari persilangan dialel penuh didapatkan 7 tetua, 21 F1 dan 21 F1R yang selanjutnya digunakan sebagai materi percobaan dua dengan ditambah cek tahan hibrida P12, BISI816, cek rentan inbrida SW02 dan spreader hibrida BISI16 dan inbrida SW02. Pupuk yang digunakan yaitu NPK 15-15-15, Urea, insektisida (beta-siflutrin, imidakloprid). Peralatan yang digunakan adalah cangkul, tugal, alat tulis, handsprayer dan kamera.

Pembentukan Populasi Dialel

Materi penelitian yang digunakan pada percobaan dua mengunakan tujuh genotipe terpilih hasil penapisan ketahanan terhadap penyakit bulai pada percobaan satu. Masing-masing genotipe terpilih ditanam delapan baris dengan panjang tiap baris 2.5 m. Jarak tanam yang digunakan 75 cm x 20 cm, 1 benih per lubang tanam, sehingga tiap genotipe ditanam 96 tanaman. Pembentukan populasi dialel dilakukan dengan menyilangkan secara buatan setiap galur dengan galur yang lain secara bolak balik, sehingga dari persilangan dialel penuh tersebut didapatkan 49 genotipe yang terdiri dari 7 genotipe selfing (tetua), 21 genotipe F1 dan 21 genotipe F1R. Pembentukan populasi dialel dilakukan pada bulan Maret 2012 – Juni 2012.

Tabel 3. Deskripsi galur-galur jagung manis yang digunakan dalam penelitian No Kode Galur Generasi

Kejadian penyakit (%) Karakter Warna daun Sudut

daun Bentuk tongkol 1 DMSC499 (A) S5 52.80 terang sedang kerucut 2 DMST531 (B) S5 29.95 sedang kecil silindris 3 DMSK5 (C) S5 84.35 sedang besar silindris-kerucut 4 DMSG781 (D) S5 37.00 terang sedang kerucut 5 DMSE711 (E) S5 76.65 gelap sedang silindris 6 DMSS491 (F) S5 59.15 terang kecil silindris-kerucut 7 DMSF11 (G) S5 88.50 sedang kecil silindris

Keterangan : kategori sudut daun = kecil (5-250), sedang (25.1-500), besar (50.1-750),

kategori ketahanan bulai = 0-49% (rentan), 50-74% (agak rentan), 75-89% (agak tahan), 90-100% (tahan)

22

Pelaksanaan Percobaan

Percobaan disusun menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Setiap materi ditanam dua baris (40 tanaman) sepanjang 4 m dengan jarak tanam 40 cm x 20 cm, satu benih jagung manis per lubang. Uji ketahanan terhadap P. maydis dilakukan dengan inokulasi alami apabila tanaman penular sudah terserang bulai minimal 80%. Satu bulan sebelum penanaman genotipe yang akan diuji terhadap penyakit bulai, ditanam terlebih dahulu sumber inokulum varietas jagung rentan penyakit bulai BISI16 dan SW02, dua baris mengelilingi petak percobaan. Tanaman penular disemprot dengan suspensi spora pada umur 7, 9 dan 11 hst, penyemprotan suspensi spora tersebut dilakukan sekitar pukul 03.00-05.00 dini hari dengan suhu sekitar 210C untuk meyakinkan efektifitas inokulum. Pada saat tanaman penular sudah terserang bulai minimal 80%, genotipe uji ditanam (waktu dan dosis pemupukan, sama dengan percobaan 1). Untuk menjaga ketersediaan sumber inokulum selama pengujian, tiap minggu dilakukan penanaman ulang penular sampai umur 4 mst.

C C C C R T R R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12 14 . . n U l a n g a n s a t u C C C C R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T R 10 11 12 13 14 . . n R U l a n g a n d u a C C C C R 1 2 3 4 5 6 7 8 9 T R 10 11 12 13 14 . . n R U l a n g a n t i g a S u m b e r I n o k u l u m (Si) S u m b e r I n ok u lu m ( S i) S u m b e r I n ok u lu m ( S i) S u m b e r I n o k u l u m (Si) S u m b e r I n o k u l u m S u m b e r I n o k u l u m

Gambar 5. layout evaluasi tetua dan F1 hasil persilangan dialel terhadap ketahanan penyakit bulai (P. maydis)

BISI16 = Sumber inokulum (si); 1, 2,...n = Tetua dan hibrida F1;

SW02 = Cek rentan (CR) dan sumber inokulum (si); P12 = Cek tahan (CT).

Pengamatan

Pengamatan bulai dilakukan beberapa tahap dimulai pada saat tanaman berumur 14 hst, 21 hst, 28 hst, 35 hst dan 42 hst. Pengambilan data dilakukan dengan cara menghitung jumlah tanaman terserang untuk setiap plot, kemudian dinisbahkan dengan jumlah tanaman awal yang diamati pada umur 10 hari setelah tanam. Perhitungan dan pengambilan data menggunakan cara yang sama dengan percobaan 1.

23

Analisis Data

Percobaan 2 dianalisis untuk menduga daya gabung umum, daya gabung khusus dan nilai heterosisnya. Analisis daya gabung dan heterosis dilakukan sebagai berikut :

1. Evaluasi Daya Gabung

Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) galur murni diduga dengan menggunakan model Griffing II metode 1 menurut Singh dan Chaudhary (1985) yaitu persilangan dialel penuh (tujuh tetua dan 42 hibrida) dengan asumsi ada pengaruh resiprokal. Sidik ragam model Griffing II metode 1 tiap lokasi percobaan dianalisis sebagai berikut:

Model linier yang digunakan adalah (Singh dan Chaudhary 1985) :

Yij = m + gi+ gj+ sij + rij+ 1

bcΣΣeijkl

Dimana :

Yij = rata-rata genotipe i x j di atas k dan l; gi = pengaruh DGU dari tetua i;

gj = pengaruh DGU dari tetua j; sij = pengaruh DGK dari tetua i x j; rij = pengaruh resiprok;

1

ΣΣeijkl = pengaruh rata-rata error.

Pengaruh daya gabung umum dihitung melalui persamaan : gi = 1

2n Yi. +Y. j − 1 n2Y..

Pengaruh daya gabung khusus dihitung melalui persamaan : sij = 1

2 Yij + Yji − 1

2n Yi. +Y. i + Yji + Yij + 1

n2Y..

Pengaruh resiprok dihitung melalui persamaan : rij = 1

2(Yij−Yji)

Tabel 4. Anova daya gabung model Griffing II metode 1

Sumber Keragaman db KT E (KT) DGU n-1 Mg σe2+2 n−1 2 n σs2+ 2nσg2 DGK n(n-1)/2 Ms σe2+2(n 2−n + 1) n2 σs2 Resiprok n(n-1)/2 Mr σe2+ 2σr2 Galat (r-1)[(n(n-1)/2)-1] Me σe2

24

Komponen genetik dapat dihitung menggunakan persamaan yang diberikan oleh Singh dan Chaudary (1985), sebagai berikut :

2= 1 22

2 �� = �2

Perbedaan nyata antar kombinasi persilangan dievaluasi berdasarkan nilai critical difference (CD) dengan rumus :

C.D = S.E x t = �� � x t (tabel)

Perbedaan antar genotipe F1 pada setiap karakter diuji menggunakan uji F pada taraf nyata 5%, apabila berpengaruh nyata dianalisis lanjut menggunakan uji

Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5% untuk mengetahui hibrida

terbaik dengan rumus (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Rp = rα;p;dbe x Sӯ; Sӯ= � �

Dimana : rα;p;dbe = nilai tabel duncan pada taraf nyata α; p = jarak peringkat antar dua perlakuan. 2. Evaluasi Heterosis

Besaran nilai heterosis masing-masing F1 hasil persilangan dialel penuh di evaluasi menurut metode yang digunakan oleh Virmani et al. (1997) berdasarkan heterosis terhadap rata-rata kedua tetua (Mid-parent Heterosis : MPH) dan heterosis terhadap tetua terbaik (Best-parent Heterosis : BPH) dengan rumus :

MPH =(F1MP )

MP x 100% BPH =(F1BP )

BP x 100% Dimana :

F1 = penampilan rata-rata hasil F1;

MP = penampilan rata-rata hasil rata-rata kedua tetua; BP = penampilan rata-rata hasil tetua terbaik.

3. Area Under Diseases Progress Curve (AUDPC)

Data persentase kejadian penyakit bulai dibuat grafik perkembangan penyakit. Menurut Louws et al. (1996) total luas yang berada dibawah kurva perkembangan penyakit (Area Under Diseases Progress Curve / AUDPC) dihitung dengan rumus :

� � = ++1

2 + +1

�−1

Dimana :

Yi+1 = data pengamatan ke i+1; Yi = data pengamatan ke 1; ti+1 = waktu pengamatan ke i+1; ti = waktu pengamatan ke 1.

25

HASIL DAN PEMBAHASAN

Daya Gabung dan Heterosis pada Karakter Ketahanan Penyakit Bulai

Berdasarkan analisis ragam pada persilangan dialel seperti ditunjukkan pada Tabel 5, DGU dan DGK berpengaruh sangat nyata, sedangkan pengaruh resiprokal menunjukkan tidak berpengaruh nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pada karakter penyakit bulai tidak dipengaruhi oleh gen ekstrakromosomal, yang berarti karakter ketahanan penyakit bulai dipengaruhi oleh gen-gen yang ada di dalam inti. Pengaruh resiprokal yang tidak nyata pada karakter ketahanan penyakit bulai juga telah dilaporkan oleh Iriany et al. (2011).

DGU dan DGK genotipe jagung manis terhadap karakter ketahanan penyakit bulai disajikan pada Tabel 6 dan Tabel 7. Pada karakter ketahanan penyakit bulai, nilai DGU dan DGK lebih negatif lebih baik daripada nilai positif. Pada Tabel 6, Galur DMSE711 (E) menunjukkan nilai positif dan berbeda nyata berdasarkan nilai critical difference 5%. Hal ini menunjukkan bahwa Galur DMSE711 (E) merupakan penggabung umum yang kurang baik untuk menghasilkan hibrida jagung manis yang tahan terhadap penyakit bulai. Galur DMST531 (B) dan DMSG781 (D) memiliki nilai duga DGU lebih negatif masing-masing sebesar (-1.70) dan (-0.81). Kedua galur tersebut juga memiliki rata-rata kejadian penyakit bulai 77.50% dan 88.30% lebih rendah dibandingkan dengan galur yang lain. Nilai DGU yang lebih negatif menunjukkan bahwa galur DMST531 (B) dan DMSG781 (D) mempunyai kemampuan sebagai penggabung umum yang baik untuk menghasilkan hibrida jagung manis yang lebih tahan terhadap penyakit bulai. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh Rifin (1983) bahwa galur-galur inbrida jagung yang memiliki DGU negatif mampu menghasilkan keturunan yang lebih resisten terhadap penyakit bulai.

Pada karakter ketahanan penyakit bulai galur yang memiliki nilai DGK lebih negatif lebih baik dibandingkan dengan galur yang memiliki nilai DGK positif. Berdasarkan nilai DGK seperti ditunjukkan pada Tabel 7, kombinasi persilangan BxC, BxE pada karakter ketahanan penyakit bulai menunjukkan nilai DGK positif dan berbeda nyata dengan nilai masing-masing sebesar 4.02 dan 3.61. Kombinasi persilangan AxB, BxF memiliki nilai DGK positif dan berbeda nyata pada karakter ketahanan penyakit bulai dengan nilai masing-masing 2.71 dan 2.47.

Tabel 5. Hasil analisis ragam DGU, DGK dan resiprokal pada persilangan dialel terhadap tingkat kejadian penyakit bulai

SK db JK JKT Fhitung

DGU 6 338.3787 56.3964 3.50**

DGK 21 338.1519 16.1025 5.81**

Resiprokal 21 25.0000 1.1905 0.43ns

Galat 96 266.1565 2.7725

26

kombinasi persilangan BxC, BxE, AxB dan BxF merupakan hibrida yang kurang tahan terhadap penyakit bulai.

Galur B (77.50%) Galur D (88.50%)

P12 (73.83%) SW02 (100%)

Gambar 6. Penampilan galur dan pembanding dalam kondisi terserang penyakit bulai pada pengamatan minggu kelima

Tabel 6. Nilai daya gabung umum (DGU) karakter ketahanan penyakit bulai menggunakan persilangan dialel

No Galur Kejadian Penyakit

Rata-rata (%) DGU 1 DMSC499 (A) 96.70 0.14 2 DMST531 (B) 77.50 -1.70 3 DMSK5 (C) 100.00 0.92 4 DMSG781 (D) 88.30 -0.81 5 DMSE711 (E) 99.20 1.04* 6 DMSS491 (F) 100.00 0.92 7 DMSF11 (G) 100.00 0.62

Keterangan : ** = berbeda nyata berdasarkan nilai critical difference pada taraf 1%; * = berbeda nyata berdasarkan nilai critical difference pada taraf 5%

27 Kombinasi persilangan CxF memiliki nilai DGK terbaik sebesar -2.11 dengan rata-rata serangan bulai 97.5%. Nilai DGK terbaik pada persilangan CxF dihasilkan dari tetua C yang memiliki DGU rendah dengan tetua F yang juga memiliki DGU rendah. Hal ini berbanding terbalik dengan persilangan DxB yang memiliki rata-rata serangan terendah 90.8%, yang dihasilkan dari tetua D dengan nilai DGU tinggi dan tetua B dengan DGU tinggi tetapi memiliki DGK yang rendah. Menurut Virmani (1994) hibrida yang memiliki nilai DGK tinggi, biasanya dihasilkan dari rekombinasi persilangan yang paling sedikit satu tetuanya memiliki nilai DGU tinggi. Namun demikian, beberapa dari rekombinasi persilangan salah satu atau kedua tetuanya memiliki nilai DGU tinggi, namun setelah dipasangkan memiliki DGK rendah, dan bahkan bisa juga terjadi suatu rekombinasi persilangan dengan nilai DGK tinggi, tetapi kedua tetuanya memiliki nilai DGU rendah.

Nilai DGK yang rendah diduga karena karakter ketahanan terhadap penyakit bulai dipengaruhi oleh banyak gen (polygenik) sehingga dari kedua tetua yang memiliki DGU tinggi, kombinasi persilangannya memiliki DGK yang rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh George et al. (2003) yang mengidentifikasi enam daerah genom pada kromosom 1, 2, 6, 7 dan 10 terlibat dalam ketahanan terhadap penyakit bulai. Kondisi ini bisa jadi diakibatkan gen ketahanan yang sudah terfiksasi pada masing-masing tetua yang homozigot resesif, tidak terekspresi pada hibridanya yang heterozigot. Miller (1965) melaporkan bahwa ketahanan terhadap penyakit bulai disebabkan oleh gen resesif. Puttarudrappaa et al. (1972) mempelajari pewarisan ketahanan terhadap bulai menggunakan DMS 652 galur rentan dan IS 84 dan IS 2941 sebagai galur tahan. Dua pasang gen dengan interaksi komplementer bertanggung jawab untuk kerentanan. Oleh karena itu disimpulkan bahwa dua gen saling melengkapi satu sama lain dan keberadaannya pada salah satu atau kedua gen pada kondisi resesif mengarah ke tahan.

A B

Gambar 7. Penampilan tanaman jagung manis terserang bulai. A. Kombinasi CxF dengan DGK tertinggi, DGU kedua tetua rendah, B. Kombinasi DxB dengan DGK rendah, DGU kedua tetua tinggi

28

Tabel 7. Nilai daya gabung khusus (DGK) karakter ketahanan penyakit bulai menggunakan persilangan dialel

No Genotipe Kejadian Penyakit

Rata-rata (%) DGK 1 A x B 98.30 2.71* 2 A x C 97.50 -1.04 3 A x D 95.00 -0.38 4 A x E 99.20 -0.20 5 A x F 99.20 0.33 6 A x G 99.20 0.09 7 B x A 95.80 1.25 8 B x C 99.20 4.02** 9 B x D 94.20 0.09 10 B x E 99.20 3.61** 11 B x F 96.70 2.47* 12 B x G 96.70 0.15 13 C x A 99.20 -0.83 14 C x B 100.00 -0.42 15 C x D 99.20 1.34 16 C x E 100.00 -0.98 17 C x F 97.50 -2.11 18 C x G 100.00 -0.68 19 D x A 96.70 -0.83 20 D x B 90.80 1.67 21 D x C 98.30 0.42 22 D x E 100.00 1.76 23 D x F 99.20 1.05 24 D x G 98.30 2.06 25 E x A 100.00 -0.42 26 E x B 100.00 -0.42 27 E x C 100.00 0.00 28 E x D 99.20 0.42 29 E x F 100.00 -0.86 30 E x G 99.20 -1.10 31 F x A 100.00 -0.42 32 F x B 99.20 -1.25 33 F x C 99.20 -0.83 34 F x D 97.50 0.83 35 F x E 100.00 0.00 36 F x G 100.00 -0.56 37 G x A 99.20 0.00 38 G x B 94.20 1.25 39 G x C 99.20 0.42 40 G x D 100.00 -0.83 41 G x E 100.00 -0.42 42 G x F 99.20 0.42

Keterangan : ** = berbeda nyata berdasarkan nilai critical difference pada taraf 1%; * = berbeda nyata berdasarkan nilai critical difference pada taraf 5%

29

Nilai duga parameter genetik berdasarkan analisis dialel penuh untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai disajikan pada Tabel 8. Seleksi ketahanan terhadap penyakit mengarah ke kiri, nilai lebih rendah lebih baik dibandingkan dengan nilai tinggi. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai duga ragam DGU lebih rendah dibandingkan dengan nilai duga ragam DGK, sedangkan nilai duga ragam aditif lebih rendah dibandingkan dengan nilai duga ragam dominan. Hal ini menunjukkan bahwa aksi gen aditif lebih berpengaruh dibandingkan dengan aksi gen non aditif. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Azrai (2010), yang menyatakan aksi gen dominan lebih berperan dibandingkan dengan aksi gen aditif.

Penghitungan nilai heterosis didasarkan pada kejadian penyakit bulai, nilai lebih negatif lebih baik dibandingkan nilai positif. Berdasarkan data pada Tabel 9, besarnya nilai heterosis berkisar antara -2.50% sampai 13.63%, sedangkan nilai heterobeltiosis berkisar antara -2.50% sampai 29.03%. Nilai heterosis dan heterobeltiosis tertinggi diperoleh pada persilangan CxF dengan nilai 2.50% dan -2.50%, yang kedua tetuanya memiliki DGU rendah, tetapi DGK kombinasinya tertinggi. Hal ini berarti bahwa persilangan C dan F akan meningkatkan ketahanan terhadap penyakit bulai sebesar 2.50% dibandingkan rata-rata kedua tetua dan rata-rata tetua terbaik. Pada pengujian ini, persilangan yang memiliki DGK terbaik, menunjukkan nilai heterosis dan heterobeltiosis yang tinggi.

40x 400x

Gambar 8. Konidia spora P. maydis di lokasi pengujian menggunakan perbesaran 40x dan 400x

Tabel 8. Parameter genetik karakter ketahanan terhadap penyakit bulai

Parameter Nilai Duga

σ2 DGU 2.9003 σ2 DGK 7.5950 σ2 Aditif 5.8006 σ2 Dominan 7.5950

30

Tabel 9. Nilai rata-rata P1, P2 dan F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis pada kejadian penyakit bulai

No Genotipe P1 (%) P2 (%) F1 (%) Heterosis (%) Heterobeltiosis (%) 1 A x B 96.70 77.50 98.30 12.86 26.84 2 A x C 96.70 100.00 97.50 -0.86 0.83 3 A x D 96.70 88.30 95.00 2.70 7.59 4 A x E 96.70 99.20 99.20 1.28 2.59 5 A x F 96.70 100.00 99.20 0.86 2.59 6 A x G 96.70 100.00 99.20 0.86 2.59 7 B x A 77.50 96.70 95.80 9.99 23.61 8 B x C 77.50 100.00 99.20 11.77 28.00 9 B x D 77.50 88.30 94.20 13.63 21.55 10 B x E 77.50 99.20 99.20 12.28 28.00 11 B x F 77.50 100.00 96.70 8.96 24.77 12 B x G 77.50 100.00 96.70 8.96 24.77 13 C x A 100.00 96.70 99.20 0.86 2.59 14 C x B 100.00 77.50 100.00 12.68 29.03 15 C x D 100.00 88.30 99.20 5.36 12.34 16 C x E 100.00 99.20 100.00 0.40 0.81 17 C x F 100.00 100.00 97.50 -2.50 -2.50 18 C x G 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00 19 D x A 88.30 96.70 96.70 4.54 0.00 20 D x B 88.30 77.50 90.80 9.53 17.16 21 D x C 88.30 100.00 98.30 4.41 11.33 22 D x E 88.30 99.20 100.00 6.67 13.25 23 D x F 88.30 100.00 99.20 5.36 12.34 24 D x G 88.30 100.00 98.30 4.41 11.33 25 E x A 99.20 96.70 100.00 2.09 3.41 26 E x B 99.20 77.50 100.00 13.19 29.03 27 E x C 99.20 100.00 100.00 0.40 0.81 28 E x D 99.20 88.30 99.20 5.81 12.34 29 E x F 99.20 100.00 100.00 0.40 0.81 30 E x G 99.20 100.00 99.20 -0.40 -0.80 31 F x A 100.00 96.70 100.00 1.68 3.41 32 F x B 100.00 77.50 99.20 11.77 28.00 33 F x C 100.00 100.00 99.20 -0.80 -0.80 34 F x D 100.00 88.30 97.50 3.56 10.42 35 F x E 100.00 99.20 100.00 0.40 0.81 36 F x G 100.00 100.00 100.00 0.00 0.00 37 G x A 100.00 96.70 99.20 0.86 2.59 38 G x B 100.00 77.50 94.20 6.14 21.55 39 G x C 100.00 100.00 99.20 -0.80 -0.80 40 G x D 100.00 88.30 100.00 6.21 13.25 41 G x E 100.00 99.20 100.00 0.40 0.81 42 G x F 100.00 100.00 99.20 -0.80 -0.80

31

AUDPC (Area Under Disease Progress Curve) Serangan Penyakit Bulai

AUDPC merupakan parameter yang berguna untuk mengukur nilai perkembangan penyakit dan untuk mengenali ada tidaknya tanaman tahan. Nilai AUDPC yang lebih rendah menunjukkan lebih tahan dibandingkan dengan nilai AUDPC yang tinggi (Wahyuno et al. 2010). Berdasarkan Gambar 9, nilai AUDPC cek tahan (P12) dan genotipe BxB terletak lebih rendah dibandingkan genotipe yang lain, hal ini menandakan penghambatan serangan bulai yang lebih baik dibandingkan genotipe yang lain. Nilai AUDPC cek rentan (SW02) berada paling atas, yang berarti proses penghambatan terhadap serangan penyakit bulai rendah.

Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 10, galur B menunjukkan tingkat rata-rata ketahanan bulai tertinggi dibandingkan kombinasi persilangan yang lain sebesar 22.50%, tidak berbeda nyata dibandingkan dengan cek tahan 24.17% dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan cek rentan SW02 dengan nilai ketahanan 0.00%. Kombinasi persilangan DxB menunjukkan hasil panen 1.50 kg/plot, berbeda nyata dibandingkan cek tahan P12 dengan nilai 4.33 kg/plot, dan menunjukkan hasil lebih baik dan berbeda nyata dibandingkan cek rentan SW02 (0.00 kg/plot).

Gambar 9. Grafik AUDPC serangan penyakit bulai pada 6 genotipe terbaik dan pembanding 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 14 21 28 35 42 N il a i A U D P C Hari Pengamatan

Grafik AUDPC Serangan Penyakit Bulai

P12 B x B D x D B816 D x B B x D B x F D x A SW02

32

Tabel 10. Nilai rata-rata ketahanan bulai dan hasil panen jagung manis

No Genotipe Ketahanan Bulai (%) *) Hasil Panen (kg/plot) 1 A x A 3.33d 0.07ef 2 A x B 1.67d 0.22ef 3 A x C 2.50d 0.33def 4 A x D 5.00cd 0.87cd 5 A x E 0.83d 0.08ef 6 A x F 0.83d 0.13ef 7 A x G 0.83d 0.08ef 8 B x B 22.50a 0.57c-f 9 B x A 4.17cd 0.40def 10 B x C 0.83d 0.18ef 11 B x D 5.83cd 1.07bc 12 B x E 0.83d 0.03f 13 B x F 3.33d 0.18ef 14 B x G 3.33d 0.58c-f 15 C x C 0.00d 0.00f 16 C x A 0.83d 0.17ef 17 C x B 0.00d 0.00f 18 C x D 0.83d 0.23ef 19 C x E 0.00d 0.00f 20 C x F 2.50d 0.33def 21 C x G 0.00d 0.00f 22 D x D 11.67b 0.42def 23 D x A 3.33d 0.70cde 24 D x B 9.17bc 1.50b 25 D x C 1.67d 0.37def

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan haruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%; *) = 100-%KP; KP = kejadian penyakit.

33 Lanjutan Tabel 10. Nilai rata-rata ketahanan bulai dan hasil panen jagung manis

No Genotipe Ketahanan Bulai (%) *) Hasil Panen

(kg/plot) 26 D x E 0.00d 0.00f 27 D x F 0.83d 0.07ef 28 D x G 1.67d 0.33def 29 E x E 0.83d 0.00f 30 E x A 0.00d 0.00f 31 E x B 0.00d 0.10ef 32 E x C 0.00d 0.00f 33 E x D 0.83d 0.17ef 34 E x F 0.00d 0.00f 35 E x G 0.83d 0.17ef 36 F x F 0.00d 0.00f 37 F x A 0.00d 0.00f 38 F x B 0.83d 0.05ef 39 F x C 0.83d 0.10ef 40 F x D 2.50d 0.18ef 41 F x E 0.00d 0.00f 42 F x G 0.00d 0.00f 43 G x G 0.00d 0.00f 44 G x A 0.83d 0.08ef 45 G x B 5.83cd 0.63c-f 46 G x C 0.83d 0.13ef 47 G x D 0.00d 0.00f 48 G x E 0.00d 0.00f 49 G x F 0.83d 0.10ef 50 SW02 0.00d 0.00f 51 P-12 24.17a 4.33a

Keterangan : angka-angka yang diikuti dengan haruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%; *) = 100-%KP; KP = kejadian penyakit.

34

SIMPULAN

1. Untuk karakter ketahanan terhadap penyakit bulai, galur DMST531 memiliki nilai DGU yang lebih baik dengan nilai -1.70 sedangkan nilai DGK terbaik diperoleh pada kombinasi persilangan DMSK5xDMSS491 dengan nilai -2.11 yang didukung dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis terbaik (-2.50%) dan (-2.50%).

2. Karakter ketahanan terhadap penyakit bulai menunjukkan tidak berbeda nyata antara F1 dan resiproknya yang menunjukkan ketahanan penyakit bulai dipengaruhi oleh gen-gen yang berada di dalam inti.

3. Galur DMST531 menunjukkan tingkat ketahanan bulai 22.50%, berbeda nyata dibandingkan dengan cek rentan (SW02) 0.00%, tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan cek tahan P12 dengan nilai 24.17%.

4. Kombinasi persilangan DMSG781xDMST531 menunjukkan hasil panen 1.50 kg/plot, berbeda nyata dibandingkan P12 (cek tahan) dengan nilai 4.33 kg/plot, dan menunjukkan hasil lebih baik dan berbeda nyata dibandingkan cek rentan SW02 (0.00 t/ha).

Gambar 10. Penampilan tongkol jagung manis pada pengujian penyakit bulai. A. Penampilan tongkol jagung manis DxB dengan ketahanan 2.5% hasil panen 1.50 kg/plot, B. Penampilan tongkol cek tahan (P12) dengan ketahanan 24.17%, hasil panen 4.33 kg/plot

35

5 Evaluasi daya gabung dan heterosis hibrida hasil persilangan

Dokumen terkait