Pemanfaatan obat hipoglikemik oral sampai saat ini masih menjadi pilihan utama bagi pengobatan diabetes melitus dan pengendalian hiperglikemik, namun obat-obatan
Percobaan 3. Evaluasi Daya Hipoglikemik Beras Fungsional dan Analisis Histologi Jaringan Pankreas
Beras fungsional dari varietas terpilih (Memberamo) diuji daya hipoglikemiknya menggunakan tikus percobaan sebagai hewan model DM. Empat macam beras yang diuji yaitu: beras Memberamo instan fungsional (BMIF) dan beras Memberamo pratanak fungsional (BMPF), serta beras Memberamo fungsional (BMF) dan beras Taj Mahal (BTM). BMF bukan perlakuan dalam penelitian ini, namun digunakan sebagai pembanding apakah terdapat perbedaan daya hipoglikemik dengan beras Memberamo yang diproses pratanak dan instan. BMF dibuat dengan caramerendam beras Memberamo di dalam ekstrak teh hijau dengan konsentrasi 4 % (sesuai dengan perendaman beras instan) lalu dikeringkan hingga kadar air 12-14 %. Kontrol yang digunakan ialah beras Memberamo (tanpa perlakuan ekstrak teh hijau). Lama perlakuan adalah 36 hari. Pengamatan dilakukan terhadap konsumsi ransum per hari, peningkatan berat badan setiap 3 hari, dan kadar glukosa darah diukur setiap 3 hari menggunakan ”One Touch Ultra” glukometer. Pada akhir percobaan dilakukan pengamatan : morfologi jaringan pankreas dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin dan sel-β pankreas dengan pewarnaan imunohistokimia
Uji Daya Hipoglikemik
Tikus normal dan model yang digunakan dalam penelitian ini ialah tikus putih strain Sprague Dawley berumur sekitar 60 hari, berat badan rata-rata 150-200 gram. Tikus model dikondisikan menjadi diabetes (DM) melalui penyuntikan dengan aloksan, dosis 110 mg/kg BB (Kesenja 2005). Aloksan akan merusak
sel-β pankreas sehingga tikus tidak mampu menghasilkan insulin. Kondisi tersebut
Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Formatted Deleted: dengan Deleted: s X Deleted: perlakuan Deleted:
Deleted: pada hewan model
Deleted:
Deleted: X
Deleted: ,
Deleted: X
Deleted: (hasil terpilih dari
Deleted: . Sebagai
Deleted: pembanding adalah
Deleted: X
Deleted: adalah beras X
Deleted: yang di Deleted: terpilih Deleted: , lalu Deleted: Sebagai k Deleted: positif Deleted: X Deleted: non-fungsional
Deleted: Kontrol negatif, yaitu
Deleted: , ... [ 6] ... [ 10] ... [ 11] ... [ 18] ... [ 21] ... [ 19] ... [ 12] ... [ 22] ... [ 5] ... [ 7] ... [ 8] ... [ 24] ... [ 9] ... [ 13] ... [ 17] ... [ 20] ... [ 14] ... [ 26] ... [ 15] ... [ 4] ... [ 25] ... [ 27] ... [ 16] ... [ 23] ... [ 28]
menyebabkan timbulnya DM. Tikus dikatakan DM jika kadar glukosa darah sesaat di atas 200 mg/dL.
Masing-masing tikus yang akan digunakan dalam penelitian, ditimbang dan dicatat berat badannya. Kemudian, sebanyak 30 ekor tikus DM dibagi dalam lima kelompok, ditambah satu kelompok tikus normal (enam ekor tikus per kelompok). Jadi dalam percobaan ini terdapat enam kelompok tikus percobaan sebagai berikut:
1. Kelompok KN (kontrol negatif): tikus normal diberi ransum standar, sumber pati dari beras Memberamo (BM)
2. Kelompok KP (kontrol positif): tikus DM diberi ransum standar, sumber pati beras Memberamo (BM)
3. Kelompok BMIF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras Memberamo instan fungsional.
4. Kelompok BMPF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras Memberamo pratanak fungsional.
5. Kelompok BMF : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras Memberamo fungsional.
6. Kelompok BTM : tikus DM diberi ransum dengan sumber pati beras Taj Mahal
Seluruh tikus percobaan dalam setiap kelompok diberi perlakuan selama 36 hari. Selama perlakuan berlangsung, berat badan tikus ditimbang per tiga hari, pengukuran konsumsi ransum per hari, dan pengukuran kadar glukosa darah per 3 hari. Pada akhir percobaan dilakukan pembedahan dan pengambilan organ tikus untuk pengamatan histologi jaringan pankreas.
Pembuatan Ransum Standar dan Ransum Perlakuan
Pembuatan ransum tikus percobaan mengikuti metode AOAC (1995). Pemberian ransum dilakukan setiap hari sebanyak 20 g/ekor, dengan komposisi ransum sebagai berikut:
Protein (a) = . 1.6 x 100 . Kadar N Kasein
Lemak (b) = [ 8 – (a) x Kadar Lemak ]
100
Formatted: Line spacing: single
Deleted: atau
Deleted: ,
Deleted: (beras X non perlakuan)
Deleted: atau
Deleted: ,
Deleted: (beras X non perlakuan)
Deleted: X
Deleted: X
Deleted: X
Mineral (c) = [ 5 – (a) x Kadar Abu ]
100
Air (d) = [ 5 – (a) x Kadar Air ]
100
Serat (e) = [ 1 – (a) x Kadar Serat ]
100
Vitamin (f) = 1 %
Pati = 100 – (a + b + c + d + e + f )
Sumber protein yang digunakan ialah kasein, dan sebagai sumber lemak ialah minyak jagung. Mineral yang digunakan merupakan mineral mix yang terdiri atas KI 0.79 g, NaCl 139.30 g, KH2PO4 389.00 g, MgSO4 anhidrat 53.70 g, CaCO3 381.40 g, FeSO4.7H2O 27.00 g, MnSO4.2H2O 4.01 g, ZnSO4.7H2O 0.55 g, CuSO4.5 H2O 0.48 g, dan CoCl2.6 H2O 0.02 g (Muchtadi 1989). Air yang digunakan adalah akuades, sebagai sumber serat adalah selulosa dan vitamin merupakan vitamin mix. Pati yang digunakan ialah tepung beras dari masing-masing perlakuan seperti yang telah disebutkan sebelumnya (BM, BMPF, BMPF, BMF dan BTM).
Pengukuran Jumlah Konsumsi Ransum
Jumlah ransum yang dikonsumsi diukur setiap hari selama masa perlakuan (36 hari). Konsumsi ransum ditentukan dengan cara mengumpulkan dan menimbang ransum sisa yang ada di dalam wadah makanan maupun yang tercecer. Ransum yang tercecer diayak terlebih dahulu untuk memisahkan dari sekam yang tercampur. Ransum sisa selanjutnya ditimbang dan dinyatakan dalam satuan gram. Jumlah konsumsi ransum dihitung dengan mengurangi jumlah ransum yang diberikan dengan sisa ransum yang telah ditimbang.
Pengukuran Berat Badan
Berat badan tikus selama masa perlakuan diukur setiap tiga hari, dengan tujuan untuk memonitor tingkat pertambahan atau penurunan berat badan tikus percobaan. Pengukuran berat badan tikus dilakukan menggunakan timbangan dan dinyatakan dalam satuan gram.
Formatted: Line spacing: single
Formatted: Line spacing: single Deleted: Untuk p Deleted: ter Deleted: diatas Deleted: ¶ Deleted: ¶ Deleted: ¶ Deleted:
Analisis Histologi Jaringan Pankreas
Analisis histologi jaringan pankreas bertujuan untuk mengamati terjadinya kerusakan pada pankreas tikus setelah diberi ransum ekstrak beras fungsional, yaitu beras yang diberi perlakuan ekstrak teh hijau. Analisis dilakukan pada akhir masa perlakuan, dengan cara membedah tikus dan mengambil organ pankreasnya. Analisis ini terdiri atas delapan tahapan, yaitu pengambilan sampel (sampling),
fixasi (pengawetan), dehidrasi, penjernihan (clearing), infiltrasi parafin, pencetakan (embedding), pemotongan (sectioning) dan pewarnaan (staining) Hematoxylin-Eosin dan imunohistokimia terhadap sel β, serta pengamatan jaringan pankreas.
Sampling. Tikus yang akan dibedah, dipingsankan terlebih dahulu dengan
cara dislocatio cervicalis. Setelah tikus pingsan, dilakukan pembedahan dan pengambilan organ pankreas. Kemudian organ pankreas dicuci dalam larutan fisiologis (NaCl 0.9%) dan dimasukkan ke dalam larutan pengawet.
Fiksasi (Pengawetan) dan Stopping Point. Pengawetan dilakukan dalam
larutan Bouin yang dipersiapkan pada hari pembedahan. Larutan fiksatif (Bouin) dibuat dengan cara mencampurkan asam pikrat jenuh : formalin p.a. : asam asetat glasial, dengan perbandingan 15 : 5 : 1. Proses pengawetan (perendaman di dalam larutan fiksatif) dilakukan selama 24 jam. Kemudian pankreas dipindahkan ke dalam larutan alkohol 70%. Perendaman di dalam larutan ini berfungsi sebagai
stopping point, berarti proses pengawetan dihentikan, dan organ pankreas dapat disimpan di dalam larutan ini sampai tahapan berikutnya dilakukan.
Dehidrasi. Tahapan ini dilakukan dengan tujuan untuk menarik air dari
jaringan secara perlahan-lahan. Dehidrasi dilakukan dengan menggunakan larutan alkohol bertingkat. Sebelum dilakukan dehidrasi, pankreas dipotong menggunakan silet secara melintang menjadi bagian kecil-kecil dengan ukuran 0.5-1.0 cm3. Potongan-potongan tersebut lalu dimasukkan ke dalam tissue cassete. Proses penarikan air dilakukan dengan cara merendam tissue cassete
berisi sampel ke dalam alkohol bertingkat, yaitu 24 jam di dalam alkohol 80%, 24 jam di dalam alkohol 90%, dan 12-24 jam di dalam alkohol 95%, dilanjutkan
dengan perendaman 1 jam di dalam alkohol absolut I, 1 jam di dalam alkohol absolut II, dan 1 jam di dalam alkohol absolut III.
Clearing. Tahapan ini bertujuan untuk menjernihkan dan menghilangkan
sisa larutan alkohol yang tersisa dalam jaringan. Penjernihan dilakukan dengan cara memindahkan tissue cassete berisi sampel dari alkohol absolut III ke dalam xylol I selama 1 jam (pada suhu kamar), lalu perendaman dilanjutkan ke dalam xylol II (pada suhu kamar) selama 1 jam dan xylol III selama 30 menit pada suhu kamar dan 30 menit pada oven bersuhu ± 60oC.
Infiltrasi Parafin. Tahapan ini dilakukan untuk memudahkan pemotongan
jaringan. Parafin dapat larut di dalam xylol, sehingga dalam proses ini diharapkan xylol yang telah masuk ke seluruh bagian organ, dapat digantikan oleh parafin. Dengan demikian, jaringan mudah dipotong. Setelah tahapan penjernihan selesai (jaringan berada dalam xylol III, oven suhu 60oC), potongan jaringan dikeluarkan dari tissue cassete, lalu dimasukkan ke dalam parafin cair I, II, dan III berturut-turut selama 1 jam. Infiltrasi parafin dilakukan di dalam oven suhu 60oC. Selanjutnya sampel dicetak dalam parafin.
Embedding. Pencetakan potongan jaringan pankreas dalam parafin
(embedding), dilakukan dengan bantuan Tissue Embedding Console. Parafin cair dituangkan pada cetakan yang telah diberi gliserin dan potongan-potongan pankreas diletakkan di dalam parafin. Posisi potongan pankreas diletakkan sedemikian rupa sehingga bagian potongan yang rata dan lebar berada di dasar. Parafin didinginkan sampai membeku, lalu dilepaskan dari cetakan. Bagian parafin yang memuat potongan pankreas dipotong menjadi bentuk segi empat, kemudian ditempelkan pada balok kayu. Sampel diatas balok kayu ini disimpan di dalam refrigerator minimal 1 jam sebelum dipotong menggunakan mikrotom. Hal ini dilakukan agar dihasilkan pita jaringan yang baik.
Sectioning. Pemotongan dilakukan menggunakan mikrotom, agar
dihasilkan pita jaringan dengan ketebalan sekitar 5 μm. Sebelum pemotongan jaringan dengan ketebalan 5 μm, terlebih dahulu dilakukan trimming parafin dengan ketebalan sekitar 10 μm hingga diperoleh pita jaringan yang baik. Jika
telah diperoleh pita yang baik, hasil sayatan di apungkan diatas aquades dingin. Sayatan yang bagus diambil dan dibentangkan diatas akuades hangat (45oC), lalu ditempelkan pada gelas objek, dan diinkubasi selama satu malam pada suhu 37ºC. Sampel siap untuk diwarnai.
Staining (HE dan Imunohistokimia terhadap Sel β). Dua macam
pewarnaan dilakukan dalam tahapan ini yaitu pewarnaan HE dan pewarnaan dengan metode imunohistokimia. Pewarnaan HE dilakukan untuk pengamatan terhadap struktur umum jaringan. Tahapan pewarnaan dimulai dengan deparafinisasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan xylol III, II dan I, dengan maksud untuk melarutkan parafin dari jaringan. Tahap berikutnya ialah rehidrasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan alkohol (alkohol absolut III, II, dan I, alkohol 100, 95, 90, 80 dan 70%). Kemudian sediaan disiram dengan air mengalir (running water), dan dimasukkan ke dalam aquades. Sediaan kemudian diwarnai dengan pewarna hematoxylin dan kembali disiram dengan air kran mengalir untuk menguatkan warna hematoxylin, dilanjutkan dengan memasukkan ke dalam aquades. Sediaan kemudian diberi pewarna Eosin, selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan mencelupkan sediaan ke dalam serial larutan alkohol 70, 80, 90, dan 95 %, alkohol absolut I, II dan III. Penjernihan atau Clearing dengan xylol I (carboxylol), xylol II dan xylol III.
Tahap akhir dari pewarnaan ini ialah mounting, yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan perekat entelan. Sediaan yang telah diwarnai lalu diamati dengan mikroskop untuk melihat jumlah dan luas pulau Langerhans.
Pewarnaan imunohistokimia dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi sel-β pankreas, yaitu sel penghasil insulin. Tahapan analisis juga dimulai dengan deparafinisasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan xylol III, II dan I, dengan maksud untuk melarutkan parafin dari jaringan. Tahap berikutnya ialah rehidrasi, yaitu sediaan dimasukkan ke dalam serial larutan alkohol (alkohol absolut III, II, dan I, alkohol 100, 95, 90, 80 dan 70%). Sediaan lalu direndam dalam air bebas ion (deionized water) selama 5-10 menit, direndam H2O2 dalam metanol (1:100), selama 15 menit. Sediaan direndam dalam air bebas ion dan PBS, masing-masing selama 2 x 10 menit. Sediaan lalu diletakkan pada
Deleted: nya peradangan, degradasi sel,
kotak sediaan dan ditetesi dengan serum normal 10% dalam PBS (50-60
μl/sediaan), diinkubasi pada suhu 37oC, 30-60 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 x 5 menit, lalu ditetesi antibodi primer/monoklonal terhadap insulin (Sigma I2018) dalam PBS (1:1000) sebanyak 50-60 μl/sediaan, inkubasi dalam refrigerator semalam, lalu dicuci dengan PBS 3 x 10 menit. Sediaan kemudian ditetesi dengan antibodi sekunder DAKO envision peroxidase (Code No. K1491) yang telah diencerkan dengan PBS (DAKO : PBS = 3:1), sebanyak 50-60
μl/sediaan, lalu diinkubasi pada ruangan gelap suhu 37oC, 30-60 menit. Sediaan dicuci dengan PBS 3 x 5 menit, lalu ditetesi DAB (diaminobenzidine) sebanyak 50-60 μl/sediaan dalam tris buffer dan H2O2 . DAB dibiarkan bereaksi pada ruang gelap selama 25 menit, dan hasilnya dicek dibawah mikroskop. Pewarnaan dilanjutkan dengan counterstain menggunakan hematoxylin. Kemudian sediaan dicuci dengan air bebas ion dan didehidrasi dengan alkohol bertingkat (alkohol 70,80, 90, dan 95%, lalu alkohol absolut I, II, dan III). Penjernihan dengan xylol I, xylol II dan xylol III. Tahap akhir dari pewarnaan ini ialah mounting, yaitu penempelan gelas penutup pada sediaan dengan perekat entelan. Reaksi positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna coklat pada sel yang mengandung insulin. Sel positif terhadap pewarnaan ini ialah sel-β
Pengamatan dan Pemotretan. Sediaan yang telah diwarnai dengan metode
HE maupun imunohistokimia kemudian diamati dibawah mikroskop cahaya, yang telah dilengkapi dengan kamera. Pengamatan pada sediaan yang diberi pewarnaan HE meliputi pengamatan pulau Langerhans secara deskriptif, penghitungan jumlah pulau Langerhans per lapang pandang dengan pembesaran 20X. Untuk sediaan yang diwarnai dengan metode imunohistokimia dilakukan penghitungan jumlah sel-β per 15 pulau Langerhans per sediaan dengan pembesaran 20X