• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Keperawatan

Dalam dokumen i STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI A (Halaman 23-44)

BAB II LAPORAN KASUS

F. Evaluasi Keperawatan

Tahap akhir pengkajian ini adalah evaluasi keperawatan. Evaluasi dilakukan dengan metode evaluasi proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan berdasarkan respon pasien dan keberhasilan tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Hasil dari evaluasi respon diuraikan pada sub sebelumnya yaitu implementasi, untuk evaluasi hasil dilakukan sesuai dengan tujuan dari masing-masing intervensi pada diagnosa keperawatan yang muncul.

Diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis (atrophy cerebral). Pada tanggal 22 April 2013 dilakukan evaluasi keperawatan dengan evaluasi subjektif yaitu pasien mengatakan nyeri, dirasakan ketika beraktifitas, rasanya cekot-cekot, nyeri dibagian belakang kepala, skala nyeri 5, nyeri datang hilang timbul selama 1 sampai 2 menit, data objektifnya pasien tampak meringis kesakitan dengan tindakan keperawatan teknik relaksasi (nafas dalam), pemeriksaan vital sign, tekanan darah 200/100 mmHg, nadi 80 kali per menit, frekuensi respirasi 20 kali per menit dan suhu 36,8°C. Maka dapat disimpulkan masalah nyeri akut belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu kaji nyeri yang komprehensif, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai, anjurkan teknik relaksasi nafas dalam, pantau tanda tanda vital, kolaborasi dengan pemberian analgetik.

Evaluasi hari ke dua dilakukan pada tanggal 23 April 2013 jam 14.00, didapatkan hasil evaluasi secara subjektif pasien mengatakan masih terasa nyeri bila beraktifitas, rasanya cekot cekot di bagian belakng kepala, skala nyeri berkurang menjadi 4 nyeri datang hilang timbul, nyeri dirasakan 1 sampai 2 menit. Secara objektifnya pasien tampak meringis kesakitan, hasil pemeriksaan vital sign didapatkan tekanan darah 190/80 mmHg, suhu 36,9°C, frekuensi respirasi 20 kali per menit, frekuensi nadi 60 kali per menit. Hasil analisa masalah nyeri belum teratasi intervensi dilanjutkan yaitu kaji nyeri yang komprehensif, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada

14

perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai, ajarkan teknik nonfarmakologi misal relaksasi yaitu nafas dalam, pantau tanda tanda vital.

Evaluasi hari ketiga tanggal 24 April 2013 jam 14.00 dengan evaluasi subjektifnya pasien mengatakan nyeri berkurang, nyeri dirasakan ketika bergerak rasanya masih cekot-cekot, dibagian belakang kepala, skala nyeri berkurang menjadi 3, nyeri lama nyeri 1 sampai 2 menit. Secara objektifnya pasien sudah tak tampak meringis kesakitan, hasil pemeriksaan vital sign didapatkan hasil yaitu tekanan darah 160/80 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, suhu 36,9°C, frekuensi pernafasan 21 kali per menit. Analisa yang didapatkan masalah nyeri akut belum teratasi dan intervensi dilanjutkan yaitu kaji nyeri yang komprehensif, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai, anjurkan teknik non farmakologi misal relaksasi yaitu nafas dalam, pantau tanda tanda vital.

15

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Bab ini merupakan pembahasan kasus yang diambil dari BAB II, yaitu membahas mengenai analisa nyeri akut berdasarkan teori dan kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada studi kasus asuhan keperawatan nyeri akut pada Ny. S dengan masalah nyeri akibat Hipertensi diruang Bougenvil Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Pembahasan yang penulis lakukan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian

Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Berbagai hal berperan sebagai faktor pencentusnya antara lain faktor keturunan, jenis kelamin dan usia (laki laki yang berumur 35-50 tahun dan wanita pasca menopouse beresiko tinggi mengalami hipertensi), diet (mengkonsumsi tinggi garam dan lemak secara langsung berhubungan dengan perkembangan hipertensi), berat badan, gaya hidup (merokok dan mengkonsumsi alkohol dapat meningkatkan tekanan darah bila gaya hidup menetap). Hipertensi biasanya tanpa gejala dan sering disebut silent killer (Widharto, 2007).

16

Penyebab nyeri kepala pada hipertensi yaitu terjadi pada kasus hipertensi berat gejala yang dialami oleh penderita hiprtensi antara lain palpitasi, kelelahan, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, sulit tidur, dan gejala paling umum adalah nyeri kepala (rasa berat di tengkuk) (Udjianti, 2010).

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu komponen dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh perawat dalam menggali permasalahan dari pasien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan seorang pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan ( Muttaqin, 2009). Pengkajian yang dilakukan oleh penulis sesuai dengan format pengkajian keperawatan medikal bedah. Pengkajian dilakukan dengan komprehensif pada Ny.S dengan hipertensi pada tanggal 22 April 2013 dengan metode autoanamnesa dan alloanamnesa.

Keluhan utama yang didapatkan saat pengkajian terhadap Ny. S pada tanggal 22 April 2013 yaitu mengeluh nyeri bila beraktifitas rasanya cekot-cekot dibelakang kepala, skala nyeri 5 (0-10), nyeri dirasakan 1-2 menit nyeri datang hilang timbul.

Nyeri yang dialami pasien berdasarkan teori disebabakan oleh karena adanya sensitisasi yang terdapat di nosiseptor maningeal dan neuron trigeminial sentral (Widjaja, 2011). Pada hipertensi sendiri nyeri kepala disebabkan oleh proses kontraksi otot sefalik secara involunter,

berkurangnya supraspinal descending pain inhibitory activity, dan hipersensitivitas supraspinal terhadap stimuli nosiseptif amat berperan terhadap timbulnya nyeri. Semua nilai ambang pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik (Widjaja, 2011), berdasarkan data pengkajian pada pasien, pasien mengeluh nyeri dibagian belakang kepala.

Skala nyeri pada Ny. S berdasarkan penentuan skala nyeri VAS (visual analog scale) skala berupa garis lurus yang panjangnya 10 cm, dengan penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya yang terdiri dari angka 0 sampai 10. Angka 0 menggambarkan tidak adanya nyeri, 1-3 menggambarkan nyeri ringan, 4 - 6 menggambarkan nyeri sedang, 7 - 9 menggambarkan nyeri berat yang masih bisa terkontrol dan 10 menggambarkan nyeri yang sangat berat serta tidak bisa dikontrol (Iqbal, 2005). Skala nyeri Ny. S 5 termasuk dalam skala yang sedang karena pasien masih bisa mengontrol nyerinya dan masih bisa berkomunikasi dengan baik Ny. S hanya meringis kesakitan dan mengeluh nyeri.

Batasan karakteristik nyeri yang dirasakan pasien memiliki ciri khas tersendiri terkait dengan penyakit yang dialami, yaitu hipertensi adalah penyakit yang dapat mengakibatkan transudasi, mikoinfark dan oedema otak, petekhie, hemorhages, fibrinoid dari arteriole. Hal ini disebabkan oleh aliran darah ke otak pada penderita hipertensi kronis tidak mengalami perubahan bila Mean Arterial Pressure ( MAP ) 120

18

mmHg – 160 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi baru dengan MAP diantara 60 – 120 mmHg. Pada keadaan hiper kapnia, autoregulasi menjadi lebih sempit dengan batas tertinggi 125 mmHg, sehingga perubahan yang sedikit saja dari tekanan darah menyebabkan asidosis otak akan mempercepat timbulnya oedema otak (Majid, 2004). Nilai ambang pressure pain detection, thermal & electrical detection stimuli akan menurun di sefalik maupun ekstrasefalik sehingga menyebabkan nyeri pada kepala (Widjaja, 2011).

Hipertensi sering dimanifestasikan sebagai nyeri pada kepala, kelelahan, ansietas, keringat berlebihan, tremor otot, nyeri dada, epistaksis, pandangan kabur atau ganda, sulit tidur. Nyeri kepala pada pasien hipertensi tentu menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, bersifat tajam dan berlangsung lebih dari dari 5 menit (Tarwoto, 2011). Karakteristik tersebut tidak semuanya muncul pada Ny. S. Hal ini disebabkan oleh karena masing-masing orang memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri sebab nyeri merupakan suatu hal yang bersifat subjektif (Potter, 2005). Dapat dimungkinkan sebagai alasan yaitu karena Ny. S sudah 1 minggu di lakukan perawatan di bangsal Bougenvil, sehingga nyeri berkurang dengan seiring pengobatan yang diterima.

Ny. S dalam keluarganya memiliki riwayat keturunan hipertensi yaitu diturunkan oleh ayahnya. Menurut Widharto (2007) hipertensi termasuk penyakit keturunan, apabila orang tua mempunyai riwayat

hipertensi maka garis keturunan berikutnya mempunyai riwayat menderita hipertensi.

Pola aktifitas pasien sebelum sakit pasien mengatakan makan atau minum di bantu oleh keluarganya, toileting, berpakaian, juga di bantu oleh keluarganya sedangkan mobilisasi dari tempat tidur, berpindah, dan berambulasi dengan menggunakan alat bantu. Selama sakit semua aktifitas pasien dibantu keluarganya maupun perawat dari makan, minum, toileting, berpakaian, mobilisasi dari tempat tidur, berpindah dan berambulasi. Menurut Tarwoto (2011) nyeri kepala pada pasien tentu menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya, bahkan dapat berdampak pada kebutuhan psikologis seperti; menarik diri, menghindari percakapan, dan menghindari kontak dari orang lain.

Pola kognitif perceptual sebelum sakit pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu penglihatan maupun pendengaran, selama sakit pasien mengatakan badan terasa lemas, kepala pusing cekot-cekot. Karakteristik nyeri yang dirasakan adalah sebagai berikut, provocate/faktor pencetusnya ialah karena aktifitas, quality/kualitas nyeri rasanya cekot-cekot, region/daerah yang terasa nyeri adalah di daerah belakang kepala, severe/skala nyeri 5, time/waktu hilang timbul, 1 - 2 menit. Menurut Nanda (2010) nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan

20

jaringan aktual atau potensial digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Pengkajian pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien sedang. Kesadaran composmentis dengan nilai glasglow coma scale (GCS) 15, eye 4, verbal 5, motoric 6. Hasil pemeriksaan tanda tanda vital sebagai berikut, tekanan darah pasien 200/100 mmHg, frekuensi nadi 80 kali per menit, suhu 36,8 c, frekuensi pernafasan 22 kali per menit. Teori menyatakan pasien hipertensi akan mengalami peningkatan yang abnormal pada tekanan darah dalam pembuluh darah arteri secara terus menerus lebih dari suatu periode. Menurut WHO batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg, sedangkan tekanan darah lebih dari 160/95 mmHg dinyatakann dalam hipertensi (Udjianti, 2010).

Pemeriksaan ekstremitas bawah terdapat adanya edema pada kaki kiri. Menurut Rilantono (2004) kenaikan tekanan darah yang cepat kadang kadang dapat menyebabkan gagal jantung kiri, filtrasi glomelurus dapat berkurang meningkatkan retensi air dan garam dan terjadi oliguria dan anuria, sehingga menyebabkan odema. Kekuatan ototnya yaitu kaki kanan 2 kaki kiri 2 kemungkinan disebabkan oleh riwayat cidera pada kaki pasien dengan di dukung dengan pemeriksaan rongten tanggal 23 april 2013 didapatkan hasil yaitu adanya gambaran acetabulum kiri sups deformitas os femur kiri (fraktur lama).

Pada tanggal 22 April 2013 pasien mendapatkan terapi cairan parenteral Ringer Lactat 20 tetes per menit untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang Karena cairan kristaloid Ringer Lactat kandungannya sama dengan komposisi tubuh, kaltrofen 1 ampul 100 mg per 24 jam indikasi untuk kasus nyeri dan inflamasi, cataflam 50 mg 3x1 tablet indikasi pengobatan jangka pendek nyeri dan inflamasi, dansera 3x1 tablet indikasi untuk suplemen makanan, kalnex 250 mg 2x1 tablet indikasi fibrinolosis dan epitaksis local, prostatektomi, konisasi serviks, edema angioneurotik, perdarahan abnormal setelah operasi, digoxin 0,25 mg 3x1 tablet indikasi payah jantung penderita usia lanjut dengan atau tanpa payah ginjal, payah jantung akut, payah jantung pada anak (ISO, 2010).

2. Perumusan Masalah

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang actual dan potensial, atau proses kehidupan, ini merupakan pernyataan yang menggambarkan respon aktual dan potensial pasien terhadap masalah kesehatan yang boleh dan mampu ditangani oleh perawat (Potter, 2005).

Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis adalah nyeri akut yang telah disesuaikan dengan diagnosa keperawatan NANDA. Penulis memprioritaskan masalah nyeri akut dengan alasan mengacu pada data pengkajian yaitu data subjektif antara lain pasien

22

mengatakan kepala terasa pusing, cekot-cekot, skala 5, nyeri datang hilang timbul durasi sekitar 1-2 menit, nyeri datang bila beraktifitas, adanya peningkatan tekanan darah 200/100 mmHg, dan hasil CT Scan yang menunjukkan susp ischemic atau focal edema didaerah frontal bilateral dengan gambaran atrophy cerebral. Batasan karakteristik nyeri akut sensdiri menurut Nanda (2010) yaitu perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, perubahan selera makan, perilaku berjaga-jaga atau perilaku melindungi daerah yang nyeri, dilatasi pupil, fokus pada diri sendiri, indikasi nyeri yang dapat diamati, perubahan posisi untuk menghindari nyeri, gangguan tidur, melaporkan nyeri secara verbal.

Berdasarkan data subjektif dan data objektif pada pengkajian serta batasan karakteristik nyeri menurut Nanda, sehingga penulis memprioritaskan masalah utama yaitu nyeri akut. Menurut Potter (2005) prioritas masalah bergantung pada urgensi dari masalah, sifat dari pengobatan yang diberikan dan interaksi diantara diagnosis keperawatan. Faktor yang berhubungan dengan masalah nyeri akut pada Ny. S yaitu atrophy cerebral. Berdasarkan pada pemeriksaan CT Scan menunjukkan adanya susp ischemic atau focal edema didaerah frontal bilateral dengan gambaran atrophy cerebral. Sehingga untuk kasus pada Ny.S penulis merumuskan nyeri akut berhubungan dengan atrophy cerebral, karena mengacu dengan batasan karakteristik dari pasien itu sendiri yaitu, proses inflamasi (Nanda, 2010).

3. Intervensi

Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan, adalah salah satu kategori perilaku keperawatan. Pada langkah in, perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi pasien dan merencanakan intervensi keperawatan (Potter, 2005).

Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing. Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan atrofy cerebral. Pada kasus Ny. S penulis melakukan rencana tindakan selama 3x24 jam menurut Patricia A. Potter (2006) nyeri tidak dapat diatasi dalam waktu singkat dan perlu penanganan terlebih dahulu karena nyeri berhubungan dengan kebutuhan fisiologis, rasa nyaman, dan harus dipenuhi. Dengan kriteria hasil pasien skala nyeri berkurang 1 (0-10), tanda tanda vital dalam rentang normal yaitu suhu 36°c, tekanan darah 130/80 mmHg, frekuensi pernafasan 16-24 kali per menit, nadi 60-100 kali (Wilkinson, 2006).

Rencana keperawatan yaitu observasi Tanda Tanda Vital (TTV) dengan mengobervasi tanda tanda vital stabil, berdasarkan teori nyeri dapat menjadi suatu stressor bagi pasien (Schell & Puntillo, 2006). Stres dapat merangsang sistem saraf simpatis (respon adrenegik) yang berupa peningkatan konstriksi vaskuler sehingga tekanan darah meningkat

24

(Udjianti, 2010). Kaji nyeri yang komprehensif, keperawatan nyeri akut yaitu mengkaji kualitas dan kuantitas nyeri (P,Q,R,S,T) yaitu dengan mengkaji P (Provoking Incident) untuk menentukan faktor atau peristiwa yang mencetuskan keluhan nyeri, Q (Quality of Pain) pengkajian sifat keluhan (karakter), seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan pasien, R(Region, radiation, refered) pengkajian untuk menentukan area atau lokasi keluhan nyeri, apakah nyeri menyebar dan apakah nyeri menjalar ke area yang lain, S (Severity, Scale) pengkajian seberapa jauh nyeri yang dirasakan pasien, T (Time) berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada siang hari atau pada malam hari (Saputra, 2013).

Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai dengan rasionalisasi perawat dapat memberikan implementasi yang tepat kepada pasien, ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi relaksasi yaitu nafas dalam, relaksasi merupakan tindakan keperawatan untuk mengurangi nyeri dengan cara merelaksasikan ketegangan otot. Pada penderita hipertensi tehnik relaksasi merupakan tindakan relaksasi otot rangka yang dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan ketegangan otot yang mendukung rasa nyeri (Zees, 2012). Berikan posisi yang nyaman supine head 30° teori mengukapkan pasien dengan tekanan darah tinggi akan merasa lebih nyaman dengan posisi tersebut (supine head 30°) dibandingkan dengan posisi terlentang, kerena menyesuaikan dengan

prinsip gravitasi, dada akan terasa lebih longgar sebab tidak tertekan oleh isi rongga perut (James et al, 2008).

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, Terapi nyeri pada hipertensi tidak hanya difokuskan untuk menghilangkan gejala tetapi juga untuk mengatasi penderitaan dan ketidakmampuan/disability yang diakibatkan oleh nyeri tersebut. Pemberian analgesik secara teratur disarankan lebih untuk mencegah munculnya nyeri daripada meredakan nyeri yang telah terjadi (Saputra, 2013). Memberikan injeksi kaltrofen sesuai advis dokter, diberikan injeksi kaltroven iv levat selang infus 1 ampul 100 mg indikasi untuk kasus nyeri dan inflamasi golongan analgesik (ISO, 2010).

4. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis secara umum merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, namun ada beberapa perbedaan tindakan yang dilakukan disetiap harinya, misalnya tindakan keperawatan pada hari pertama tidak sepenuhnya sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditentukan. Implementasi merupakan kemampuan dari proses keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Implementasi adalah bersinambungan dan interaktif dengan komponen lain dari proses keperawatan (Potter, 2005). Tindakan tersebut adalah mengobservasi karakteristik nyeri (P,Q,R,S,T) dan

tanda-26

tanda vital, berikan posisi yang nyaman supine head 30°, ajarkan teknik nonfarmakologi yaitu relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi pemberian analgesik.

Intervensi dilakukan sama dengan implementasi untuk mengatasi masalah nyeri akut, karena nyeri akut akan menimbulkan reaksi fisik dan perilaku dan apabila tidak dihentikan pada tahap yang tepat dan cukup dini akan menyebabkan sindrom nyeri (Potter, 2005). Faktor pendukung implementasi di dapatkan dari hasil pengkajian pasien yang kooperatif dan keluarga ikut bekerja sama.

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan dan diarahkan untuk menentukan respon pasien terhadap intervensi keperawatan dan sebatas mana tujuan-tujuan sudah dicapai Evaluasi perawat menentukan apakah hasil yang mencerminkan pencapaian tujuan sudah terlaksana, apakah intervensi mengubah posisi, pemberian analgesik tepat waktu dan tepat guna, dan penggunaan relaksasi apakah secara berhasil mengurangi nyeri pasien (Potter, 2005).

Pada evaluasi hari pertama pengelolaan penulis belum mampu mengatasi masalah nyeri hal ini disebabkan karena penyembuhan memerlukan waktu karena keterbatasan waktu penulis tidak dapat mengobservasi pasien dalam 24 jam sehingga intervensi keperawatan dilanjutkan, evaluasi hari kedua pasien masih mengeluh nyeri meskipun skala nyeri berkurang, menurut Potter (2005) masing-masing orang

memiliki respon yang berbeda terhadap nyeri sebab nyeri merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, hal ini menandakan masalah nyeri teratasi sebagian karena belum sesuai dengan kriteria hasil yang ditetapkan oleh penulis, sehingga intervensi perlu dilanjutkan. Hari ketiga evaluasi penulis tidak mampu mengatasi masalah gangguan rasa nyeri akut secara sempurna atau skala nyeri 1 (0-10) karena hal ini belum sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan penulis karena pasien masih .mengeluh nyeri bila beraktifitas meskipun skala nyeri berkurang, menurut Potter (2005) hasil yang diharapkan adalah pernyataan tentang perilaku atau respon progresif, tahap demi tahap yang harus diselesaikan pasien untuk mencapai tujuan perawatan yang diberikan dan ketika hasil tercapai tidak ada lagi faktor-faktor yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan.

B. Simpulan dan Saran 1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari studi kasus ini, antara lain :

a. Pengkajian terhadap masalah nyeri akut pada Ny. S telah dilakukan secara komprehensif dan diperoleh hasil, yaitu terdapat keluhan utama dari data subyektifnya yaitu pasien mengeluh nyeri kepala, skla nyeri 5, nyeri dirasakan ketika beraktifitas, waktunya 1 sampai 2 menit, nyeri terasa cekot cekot. Dari data obyektifnya pasien tampak meringis kesakitan, hasil pemeriksaan tanda tanda vital didapatkan hasil yaitu tekanan darah 200/100 mmHg, frekuensi pernafasan 22

28

kali per menit, frekuensi nadi 80 kali per menit, suhu 36,8°c. Pemeriksaan CT Scan didapatkan hasil yaitu tak tampak midline shift, sistem ventrikel lebar. Tampak lesi slight hipodens di frontal bilateral pons cerebullum dan CPA tak tampak kelainan cortical sula dan gyri baik, tulang-tulang calvaria dan soft tissue ekstra kranial baik. Kesannya yaitu susp ischemic atau focal edema didaerah frontal bilateral dengan gambaran atrophy cerebral. b. Hasil perumusan masalah keperawatan utama maka penulis

menegakkan diagnosa keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen injury biologis (atrophy cerebral).

c. Tujuan rencana keperawatan adalah setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan masalah nyeri akut dapat berkurang dengan kriteria hasil pasien mengatakan nyeri berkurang atau hilang, skala nyeri 1(0-10), pasien tidak meringis kesakitan, pasien, pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal130/80 mmHg, frekuensi pernafasan 16-24 kali per menit, nadi 60-100 kali. Rencana keperawatan yaitu observasi Tanda Tanda Vital (TTV), kaji nyeri yang komprehensif, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai dengan ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologi misal relaksasi yaitu nafas dalam. Berikan posisi yang nyaman (supine head 30°), kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik.

d. Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan implementasi dari rencana keperawatan yang telah disusun, yaitu mengkaji ulang karakteristik nyeri pasien, memantau tanda-tanda vital, memberikan lingkungan yang tenang dan nyaman, mengatur posisi pasien (head up 30º), mengajarkan dan membantu pasien melakukan teknik relaksasi, melaksanakan program terapi sesuai advis dokter.

e. Evaluasi terhadap keberhasilan tindakan telah dilakukan per hari dengan hasil evaluasi akhir, yaitu secara subjektif, mengatakan kepala masih terasa nyeri, skala nyeri berkurang menjadi 3, nyeri terasa bila pasien bergerak lama nyeri 1 sampai 2 menit. Secara objektifnya pasien sudah tak tampak meringis kesakitan, hasil pemeriksaan vital sign didapatkan hasil yaitu tekanan darah 160/80 mmHg, frekuensi nadi 78 kali per menit, suhu 36,9°C, frekuensi pernafasan 21 kali per menit, didapatkan hasil evaluasi keadaan pasien dengan kriteria hasil belum tercapai, maka nyeri akut berhubungan dengan atrofy cerebral pada Ny. S belum teratasi. f. Analisa yang didapatkan masalah nyeri akut belum teratasi dan

intervensi dilanjutkan yaitu kaji nyeri yang komprehensif, instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika pengurangan nyeri tidak dapat dicapai, ajarkan teknik nonfarmakologi misal relaksasi yaitu nafas dalam, pantau tanda tanda vital. Analisa terhadap kondisi nyeri Ny. S, yaitu nyeri yang dialami Ny. S merupakan nyeri dibagian belakang kepala dengan

30

skala nyeri 5 menggambarkan nyeri ringan yang masih bisa terkontrol.

2. Saran

Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan

Dalam dokumen i STUDI KASUS ASUHAN KEPERAWATAN NYERI A (Halaman 23-44)

Dokumen terkait