• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Keperawatan

Dalam dokumen YULIARNI DWI PRATIWI P (Halaman 28-42)

BAB II LAPORAN KASUS

F. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi yang penulis dapatkan setelah dilakukan tindakan mulai dari jam 08.00 WIB sampai 14.00 WIB tanggal 5 April 2012 diperoleh hasil yaitu pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik: pembedahan, data subyektif klien mengatakan nyeri karena luka post operasi, nyeri dirasakan seperti teriris-iris, nyeri pada perut bagian bawah, skala nyeri 7, nyeri terasa saat digerakkan, data objektifnya pasien tampak meringis kesakitan, gelisah, tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 37°C. Analisa masalah nyeri akut belum teratasi, dan intervensi yang dilanjutkan antara lain Kaji karakteristik nyeri mencakup PQRST, Observasi tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu, Ajarkan tehnik relaksasi, Berikan posisi nyaman, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik.

Tanggal 6 April 2012 Jam 12.30 WIB dari hasil tindakan diperoleh hasil evaluasi yaitu pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, data subyektif klien mengatakan nyeri karena luka post operasi sectio caesarea, nyeri dirasakan saat bergerak, kualitas nyeri mulai berkurang, nyeri pada perut bagian bawah, skala nyeri 5. Data objektifnya pasien tampak menahan sakit, tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 37°C. Analisa masalah nyeri akut teratasi sebagian,

16

intervensi yang harus dilanjutkan adalah Kaji karakteristik nyeri meliputi PQRST, Observasi tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, respirasi, suhu, Ajarkan tehnik relaksasi, Berikan posisi nyaman kepada klien, Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Sabtu, 7 April 2012 Jam 12.15 WIB diperoleh hasil evaluasi yaitu pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, data subyektif yaitu klien mengatakan nyeri sudah berkurang, skala nyeri 3, data objektifnya pasien tampak tenang, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 88 x/menit, respirasi 22 x/menit, suhu 36,8°C. Analisa masalah nyeri akut sudah teratasi dan intervensi dihentikan. Pasien pulang dan diberi terapi obat oral antara lain asam mefenamat 500 mg.

17

BAB III

PEMBAHASAN DAN SIMPULAN

A. Pembahasan

Pada bab ini penulis membahas proses keperawatan pada studi kasus yang dilakukan pada Ny. A yang dilakukan tanggal 5 April 2012 di ruang Kenanga RSUD Karanganyar. Prinsip dari pembahasan ini dengan memfokuskan Kebutuhan Dasar Manusia di dalam asuhan keperawatan.

Pengkajian adalah langkah pertama proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data atau perolehan data yang akurat dari pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada (Hidayat, 2009 : 85).

Menurut Pilliteri, 2002 : 95, sectio caesarea adalah prosedur bedah untuk mengeluarkan janin melalui insisi yang dibuat di abdomen maternal.

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding uterus (Winkjosastro, 2005 : 863).

Indikasi untuk dilakukannya operasi sectio caesarea antara lain disproporsi sefalo pelvik, gawat janin, plasenta previa, pernah sectio caesarea, kelainan letak, pre-eklamsi dan hipertensi. Disproporsi sefalo pelvik juga dapat diartikan ketidaksesuaian antara kepala janin panggul ibu (Simkin, 2005: 51). Menurut Varney, 2007: 796, Disproporsi sefalo pelvik adalah disproporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis, ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervaginam.

18

Nyeri merupakan perasaan tidak menyenangkan, baik ringan maupun berat (Mubarak, 2007 : 204). Menurut NANDA (2010 : 410), nyeri akut adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for the study

of pain). Faktor yang menyebabkan nyeri tersebut dari agen cidera (antara lain: biologis, zat kimia, fisik, psikologis).

Kesimpulannya dari faktor kehamilan salah satunya disproporsi sefalo pelvik, harus dilakukan tindakan operasi sectio caesarea yaitu prosedur bedah untuk mengeluarkan janin melalui insisi yang dibuat di abdomen maternal. Dari insisi (agen cidera fisik) tersebut menimbulkan pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan dengan mengacu pada teori Gordon antara lain : Pada pola aktivitas dan latihan setelah melahirkan semua aktivitas klien dibantu oleh keluarga karena menurut penulis semakin banyak aktivitas atau gerakan yang dilakukan oleh klien akan semakin memperparah nyeri itu sendiri, dapat dibuktikan dalam teori menurut Potter dan Perry (2005 : 1526), semakin banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan dalam beraktivitas maka semakin besar juga resiko ketidaknyamanan akibat nyeri yang dirasakan. Pola istirahat tidur setelah melahirkan klien mengatakan sering terbangun dimalam hari karena nyeri yang dirasakan seperti tertusuk-tusuk, menurut penulis bahwa nyeri sangat mempengaruhi kenyamanan klien dan

19

fokus klien hanya tertuju pada nyeri itu sendiri sehingga tidur klien sangat terganggu akibat nyeri yang dirasakan. Pada pola kognitif dan persepsi sensori setelah melahirkan klien mengatakan dapat berbicara, melihat, mendengar, dan mencium dengan baik tanpa alat bantu dan klien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi seperti teriris-iris, dibawah umbilikus, skala 7 dan nyeri saat bergerak.

Batasan karakteristik nyeri dalam teori menurut ( NANDA, 2010 : 410), meliputi perubahan tekanan darah, mengekspresikan perilaku (misal: gelisah, menangis, mendesah), gangguan pola tidur, melaporkan nyeri secara verbal. Dalam mendokumentasikan analisa data, pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan diperoleh data yaitu melaporkan nyeri secara verbal klien mengatakan bahwa nyeri pada perut bagian bawah post sectio caesarea hari pertama. Data yang menurut teori ada dalam kasus nyata adalah pasien tampak meringis kesakitan. Menurut Potter dan Perry (2005 : 1509), ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok dan ekspresi wajah menyeringai, Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 84 x/menit, pernafasan 22 x/menit, suhu 37°C. Tekanan darah meningkat dapat dikarenakan gangguan psikologis karena nyeri atau cemas yang dirasakan pasien pasca operasi. Pada pemeriksaan nadi, suhu dan pernafasan normal dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis atau simpatis yang merupakan sistem saraf otonom, yang mengatur tekanan darah, nadi dan pernafasan (Billington, 2009).

20

Terdapat luka bekas post operasi yang dapat menimbulkan nyeri merupakan tanda-tanda nyeri karena terjadi kerusakan jaringan post sectio

caesarea. Data ini senada dengan NANDA (2010:410) yaitu indikasi nyeri yang dapat diamati.

Menurut penulis antara klien satu dengan klien yang lainnya berbeda dalam mempersepsikan nyeri, dapat dibuktikan dalam teori menurut Potter dan Perry (2005 : 1508), faktor-faktor fisiologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri, terdapat tiga sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori diskriminatif, motivasi afektif dan kognitif evaluatif, persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga individu dapat bereaksi.

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan ini dapat memberikan dasar pemilihan intervensi untuk menjadi tanggung jawab perawat. Formulasi diagnosa keperawatan adalah bagaimana diagnosa keperawatan digunakan dalam proses pemecahan masalah karena melalui identitas masalah dapat digambarkan berbagai masalah keperawatan yang membutuhkan asuhan keperawatan. Disamping itu, dengan menentukan atau mencari penyebab masalah keperawatan, dapat dijumpai faktor yang menjadi kendala atau penyebabnya. Tanda dan gejala tersebut dapat digunakan untuk memperjelas kata yang ada (Hidayat, 2009 : 92).

21

Diagnosa yang muncul pada masalah Ny.A berdasarkan prioritas adalah nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan, diagnosa keperawatan ini sesuai dengan buku NANDA ,2010 : 410, nyeri akut adalah keadaan dimana individu mengalami dan melaporkan adanya rasa ketidaknyamanan yang hebat dan sensasi yang tidak menyenangkan selama 6 bulan atau kurang.

Diagnosa keperawatan ini penulis prioritaskan pada urutan pertama karena menurut penulis masalah keperawatan ini bila tidak diatasi, maka rasa nyeri mengganggu aktivitas klien. Rasa nyeri ini menyebabkan gangguan mobilitas fisik, sehingga tidak dapat mandiri dalam memenuhi ADL (Activities of daily living). Disamping itu karena pasien takut untuk bergerak, maka peredaran darah tidak lancar dan pada akhirnya mempengaruhi proses penyembuhan.

Sedangkan menurut klien masalah ini merupakan masalah yang paling mengganggu dan menurut Potter dan Perry (2005 : 1510), nyeri akut secara serius mengancam proses penyembuhan klien sehingga harus menjadi prioritas perawatan. Masalah ini muncul karena pasien post sectio caesarea hari pertama, dari proses pembedahan mengakibatkan terputusnya kontinuitas. Ketika ujung saraf khusus (nosiseptor) terstimulasi dan mentransmisikan informasi disepanjang lintasan saraf yang bertindak sebagai peringatan bahwa jaringan rusak sehingga timbul rasa nyeri (Billington, 2009 : 299).

Rencana tindakan adalah petunjuk untuk penanganan dan tindakan. Perencanaan merupakan tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan

22

hasil ditentukan dan dipilih. Perencanaan adalah proses keperawatan yang penuh pertimbangan dan sistematis yang mencakup pembuatan keputusan dan penyelesaian masalah. Sedangkan intervensi keperawatan adalah setiap tindakan, berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan, yang perawat lakukan untuk meningkatkan hasil pada pasien atau klien (Kozier, 2011 : 398).

Intervensi disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan specifik (jelas),

mearsurable (dapat diukur), achievable, reasonable dan timing (Nursalam, 2001 : 54).

Penulis memberikan intervensi keperawatan pada pasien dalam diagnosa Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (insisi pembedahan) yaitu pertama pantau tingkat skala nyeri dengan standart PQRST, P : mengacu pada penyebab nyeri, Q : menjelaskan kualitas nyeri, R : mengacu pada daerah nyeri, S : menjelaskan tingkat keparahan nyeri yaitu dengan melihat intensitas skala nyeri, skala nyeri 0 = tidak ada nyeri, 1-3 = nyeri ringan, 4-6 = nyeri sedang, 7-9 = nyeri berat, 10= nyeri paling hebat, T : menjelaskan waktu terjadinya nyeri (Brunner and Suddarth, 2001 : 217). Dan hasilnya klien mengatakan nyeri post sectio caesarea pada perut bagian bawah (bawah umbilicus), nyeri dirasakan saat bergerak. Klien mengatakan nyeri dirasakan seperti teriris-iris dengan skala nyeri 7.

Kemudian memberikan posisi yang nyaman kepada pasien untuk meningkatkan relaksasi. Tehnik relaksasi nafas dalam menganjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,

23

menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentasi hingga pasien merasa nyaman, tenang dan rileks (Uliyah, 2006 : 231). Untuk nyeri insisi akut adalah penting untuk melakukan upaya untuk menghilangkan nyeri sesegera mungkin. Analgesik dapat menghilangkan nyeri dengan cepat dan menurunkan nyeri yang mengalami perburukan. Setelah nyeri yang klien rasakan berkurang, perawat merencanakan terapi lain, seperti tehnik relaksasi nafas dalam atau aplikasi panas untuk meningkatkan efek analgesik. Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri, sedangkan tanda nyeri salah satunya peningkatan tekanan darah, perubahan autonomik dari tonus otot. Sehingga sangat bermanfaat apabila dilanjutkan tindakan keperawatan mengajarkan tehnik relaksasi. Menurut Potter dan Perry (2005 : 1530), tehnik relaksasi nafas dalam dapat menurunkan tekanan darah dan menurunkan ketegangan. Latihan relaksasi progresif meliputi kombinasi latihan pernafasan yang terkontrol dan rangkaian kontraksi serta relaksasi kelompok otot. Klien mulai latihan bernafas dengan perlahan dan menggunakan diagfragma, sehingga memungkinkan abdomen terangkat perlahan dan dada mengembang penuh. Saat klien melakukan pola pernafasan teratur, perawat mengarahkan klien untuk melokalisasi setiap daerah yang mengalami ketegangan otot, berfikir bagaimana rasanya, menegangkan otot sepenuhnya, dan kemudian merelaksasikan otot-otot tersebut. Kegiatan ini menciptakan sensasi melepaskan ketidaknyamanan dan stress. Secara bertahap, klien dapat merelaksasi otot tanpa harus terlebih dahulu menegangkan otot-otot tersebut.

24

Saat klien mencapai relaksasi penuh, maka persepsi nyeri berkurang dan rasa cemas yang menyebabkan tekanan darah meningkat terhadap pengalaman nyeri menjadi minimal. Kesimpulannya adalah dengan dilakukannya tindakan relaksasi maka otot-otot atau organ-organ tubuh menjadi rileks atau lemas, sehingga spasme pada pembuluh darah juga melemah, dan rangsangan ke serabut saraf simpatis ke reseptor nyeri mengalami penurunan sehingga nyeri berkurang.

Pelaksanaan merupakan proses keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan. Dalam tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal, diantaranya bahaya fisik dan perlindungan kepada pasien, tehnik komunikasi, kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak-hak pasien tingkat perkembangan pasien. Dalam tahap pelaksanaan terdapat dua tindakan yaitu tindakan mandiri dan tindakan kolaborasi (Hidayat, 2009 : 111).

Sesuai teori intervensi disusun dari observasi, tindakan keperawatan, pendidikan kesehatan, dan kolaborasi dalam memberikan tindakan untuk mengurangi nyeri antara lain mengobservasi tanda-tanda vital, mengkaji nyeri (penyebab nyeri, kualitas nyeri, letak nyeri, skala nyeri dan waktu terjadinya nyeri), mengkaji faktor yang mengurangi nyeri dan memperberat nyeri, memberikan posisi yang nyaman, mengajarkan teknik non invasif (teknik relaksasi dan distraksi), pemberian obat analgesik (Hidayat, 2009: 220).

Penulis melakukan semua intervensi yang ditulis, kecuali pada rencana asuhan keperawatan hari ketiga penulis tidak dapat melakukan tindakan

25

keperawatan relaksasi nafas dalam kerena pada hari ketiga klien mengatakan nyeri sudah berkurang dengan skala nyeri 3 dan klien sudah tampak rileks, maka menurut penulis tindakan keperawatan tehnik relaksasi nafas dalam tidak perlu dilakukan. Dapat dibuktikan menurut NIC-NOC, 2006 : 341, dengan kriteria hasil menunjukkan penurunan skala nyeri 1-3, tanda-tanda vital dalam batas normal, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan management nyeri, mampu mengenal nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, mampu mengontrol nyeri.

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk nenentukan seberapa baik respon pasien atau keluarga pasien. Pada tahap ini penulis akan membahas cara pendokumentasian asuhan keperawatan (Nursalam, 2009 :76).

Sesuai teori kriteria hasil pada diagnosa nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dapat berkurang ataupun hilang dengan kriteria hasil menunjukkan penurunan skala nyeri 1-3, tanda-tanda vital dalam batas normal, melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan management nyeri, mampu mengenal nyeri, menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang, mampu mengontrol nyeri. Tetapi kriteria hasil tidak tercapai dihari pertama karena dalam kasus ini post sectio caesarea hari pertama, jadi nyeri yang dirasakan berat. Dan dilahan penatalaksanaan nyeri salah satunya dengan pemberian analgesik, sedangkan analgesik hanya berfungsi beberapa

26

jam jadi setelah analgesik tidak berfungsi maka rasa nyeri akan muncul kembali.

B. Simpulan dan Saran

1. Simpulan

a. Hasil pengkajian pada pasien dengan nyeri akut post sectio caesarea indikasi disproporsi sefalo pelvik klien mengatakan nyeri post sectio

caesarea pada perut bagian bawah (bawah umbilicus), seperti dirasakan saat bergerak, nyeri dirasakan seperti teriris-iris dengan skala nyeri 7.

b. Perumusan masalah diagnosa keperawatan didapatkan diagnosa yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik : pembedahan. c. Rencana Asuhan Keperawatan yang akan dilakukan pada pasien nyeri

akut dengan post sectio caesarea indikasi disproporsi sefalo pelvik yaitu Kaji karakteristik nyeri untuk mengetahui penyebab nyeri, kualitas nyeri, letak nyeri, skala nyeri dan waktu terjadinya nyeri. Observasi tanda-tanda vital mencakup tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu. Ajarkan tehnik relaksasi dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri. Berikan posisi nyaman kepada klien untuk meningkatkan relaksasi. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesik untuk mengurangi/mengatasi masalah nyeri.

d. Tindakan yang dilakukan pada pasien dengan nyeri akut post sectio

27

tindakan Asuhan Keperawatan yang bertujuan sesuai dengan kriteria hasil.

e. Evaluasi yang dilakukan pada pasien dengan nyeri akut post sectio

caesarea indikasi disproporsi sefalo pelvik menunjukkan penurunan skala nyeri sesuai dengan kriteria hasil yang telah ditetapkan menurut teori. Tetapi waktu tercapai kriteria hasil tidak sesuai target.

2. Saran

Dengan memperhatikan kesimpulan di atas, penulis memberi saran sebagai berikut:

a. Bagi institusi:

Dapat memberikan waktu pengelolaan pada pasien lebih banyak karena dengan waktu 3 hari tidak dapat melakukan pengelolaan secara maksimal.

b. Bagi rumah sakit:

Dapat lebih memperhatikan dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan nyeri akut post sectio

caesarea indikasi disproporsi sefalo pelvik. c. Bagi profesi :

Perlu adanya peningkatan pelayanan kesehatan dengan cara mengadakan diskusi ilmiah, khususnya membahas tentang asuhan keperawatan dengan post sectio caesarea atas indikasi disproporsi sefalo pelvik.

DAFTAR PUSTAKA

Billington, Mary. (2009). Kegawatan dalam Kehamilan-Persalinan. Penerjemah Fruriolina Ariani. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 299. Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.

Penerjemah Maria A. Wijayarini. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal 786.

Fraser Diane M, Cooper Margaret A. (2009). Buku Ajar Bidan Myles Edisi 14. Penerjemah Sri Rahayu...[et al]. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta, hal 464.

Hidayat, A. Aziz Alimul. (2009). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika. Jakarta. Hal 81-113, 213-222.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia.(2009). Inormasi Spesialite Obat (ISO)

Indonesia. Jakarta: PT. ISFI. Hal 4, 26, 99, 150.

Kozier Barbara, dkk. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, & Praktik, Ed. 7, Vol 7. Penerjemah Ns. Pamilih Eko Karyuni, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal 355, 379, 398, 429, 432. Isti Mulyawati, dkk. (2011). Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tindakan

Persalinan Melalui Operasi Sectio Caesarea. http://journal.unnes.ac.id/ index.php/kemas. Diakses 9 April 2012 Jam 10.45 WIB.

Musrifatul Uliyah. (2006). Ketrampilan Dasar Praktik Klinik Kebidanan Edisi

Pertama. Salemba Medika. Jakarta. Hal 231

Nanda International.(2010). Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasifikasi

2009-2011.Penerjemah Made Sumarwati, S.Kp, Mn, Ns, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal 410.

Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi

Pertama. Salemba Medika. Jakarta. Hal 76.

Pilltteri, Adele. (2002). Buku Saku Keperawatan Ibu & Anak. Penerjemah Yasmin Asih, S.Kp...[et al]. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal 95.

Potter, Patricia A. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,

Proses, & Praktik, Ed. 4, Vol 2. Penerjemah Renata Komalasari, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal 1502-1547.

Rabe, Thomas. (2002). Buku Saku Ilmu Kebidanan. Penerjemah Manuaba Ida Bagus, dkk. Hipokrates.Jakarta, hal 163.

Sadiman., M. Ridwan. (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan

persalinan sectio caesarea di RSUD Ahmad Yani Metro Tahun 2008.

Jurnal Kesehatan “ Metro San Wawai” Volume II No.2 Edisi Des 2009, ISSN : 1977-469x. http://http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/21115762/ volume2_nomor_1.pdf. Diakses tanggal 11 April 2012.

Simkin, Penny. (2005). Buku Saku Persalinan. Penerjemah Chrisdiono M. Achadiat. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 51.

Smelter, Susane C. (2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 Vol 1. Penerjemah Agung Waluyo….(et.al). Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 217.

Varney, Helen. (2007). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Edisi 4, Vol 2. Penerjemah Laily Mahmudah, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 796. Wahid Iqbal Mubarak. (2007). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 204.

Wiknjosastro, hanifa.(2005). Ilmu Kebidanan Edisi 3, cetakan 7.Penerjemah Abdul Bari Saifuddin. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Hal 862.

Wilkinson, Judith, M. (2006).Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan

Intervensi NIC Dan Kriteria Hasil NOC Edisi 7. Penerjemah Widyawati, S.Kp, M.Kes, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hal 338-345.

Dalam dokumen YULIARNI DWI PRATIWI P (Halaman 28-42)

Dokumen terkait