• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut: a. Penetapan Suhu Lebur Lipstik

Penetapan suhu lebur lipstik dapat dilakukan dengan berbagai metode. Ada dua metode yang biasanya digunakan yaitu metode melting point dan metode drop point. Metode melting point menggunakan pipa kapiler sedangkan drop point menggunakan pelat tipis. Syarat lipstik melebur pada metode pipa kapiler adalah 60°C atau lebih, sedangkan untuk metode drop point adalah di atas 50°C

Penetapan suhu lebur lipstik dilakukan untuk mengetahui pada suhu berapa lipstik akan meleleh dalam wadahnya sehingga minyak akan ke luar. Suhu tersebut menunjukkan batas suhu penyimpanan lipstik yang selanjutnya berguna dalam proses pembentukan, pengemasan, dan pengangkutan lisptik (Lauffer, 1985).

b. Breaking point atau kekuatan lipstik

Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Secara otomatis evaluasi ini dapat dilakukan untuk mengetahui kekuatan lilin dalam lipstik atau sediaan lain (Lauffer, 1985).

Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Pada jarak kira-kira ½ inci dari tepi, digantungkan beban yang berfungsi sebagai pemberat. Berat beban ditambah secara berangsur-angsur dengan nilai yang spesifik pada interval waktu 30 detik dan berat dimana lipstik patah merupakan nilai breaking point (Vishwakarma, et al., 2011).

c. Stabilitas Sediaan

Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 5, 10 dan selanjutnya setiap 5 hari hingga hari ke-30 (Vishwakarma, et al., 2011).

d. Uji Oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya kita

menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).

e. Uji Tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan, sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).

Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder (Ditjen POM, 1985).

Alergen biasanya adalah zat yang dapat menyebabkan kerusakan kulit setelah pelekatan kedua atau seterusnya pada kulit yang mengikuti pelekatan pertama pada kulit yang sama (Ditjen POM, 1985).

Tanda-tanda yang ditimbulkan kedua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20-30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen POM, 1985). Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen POM, 1985).

Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik, dan uji tempel ramal (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam.

Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak.

Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor: - Kadar dan jenis sediaan uji

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji - Lamanya waktu pelekatan sediaan uji

- Lokasi lekatan - Umur panel

f. Uji Kesukaan (Hedonic Test)

Uji kesukaan (hedonic test) merupakan metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus (BSN, 2006).

Rumus menghitung interval nilai mutu rata-rata dari setiap panelis sebagai berikut:

Keterangan: n = banyaknya panelis S2 = keseragaman nilai

1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95% x = nilai rata-rata

xi = nilai dari panelis ke i, dimana i = 1, 2, 3, ...n; s = simpangan baku

P = tingkat kepercayaan µ = rentang nilai Kriteria panelis (BSN, 2006).

1. Berbadan sehat

2. Tertarik terhadap uji yang dilakukan dan mau berpartisipasi terhadap pengujian

BAB III

Dokumen terkait