• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.7 Evaluasi Lipstik

Jenis-jenis evaluasi lipstik adalah sebagai berikut: a. Penetapan suhu lebur lipstik

Titik lebur dari lipstik dapat diperiksa dengan pipa kapiler yang ukuran, panjang isinya, dan temperaturnya tertentu atau sama rata. Kecuali jika ditentukan

drop pointnya yaitu temperatur dimana minyak dari lipstik akan menetes yakni dengan cara meletakkan lipstik pada kotak, dibiarkan dan dilihat dimana pada

temperatur tertentu akan ke luar minyaknya. Temperatur ini berfungsi sebagai temperatur limit untuk penyimpanan misalnya pada waktu pengepakan, pemasaran, dan pemakaian, yang dimana drop point harus di atas 45 ºC, dan sebaiknya di atas 50 ºC(Balsam dan Sagarin, 1972).

b. Kekuatan lipstik

Evaluasi kekuatan lipstik menunjukkan kualitas patahan lipstik dan juga kekuatan lipstik dalam proses pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan lipstik juga kualitas lilinnya.

Pengamatan terhadap kekuatan lipstik dilakukan dengan cara lipstik diletakkan horizontal. Tekan pada jarak kira-kira 1/2 inci dari tepi. Tiap 30 detik buat penekan ditambah (misalnya 10 g). Penambahan berat pada penekan dilakukan terus sampai lipstik patah (Vishwakarma, dkk., 2011).

c. Stabilitas sediaan

Pengamatan yang dilakukan meliputi adanya perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan lipstik dilakukan terhadap masing-masing sediaan selama penyimpanan pada suhu kamar pada hari ke 1, 15, 30 dan selanjutnya setiap 15 hari hingga hari ke-90 (Vishwakarma, dkk., 2011).

d. Uji oles

Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang menempel dengan perlakuan lima kali pengolesan pada tekanan tertentu seperti biasanya menggunakan lipstik. Sediaan lipstik dikatakan mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada tekanan tertentu. Sedangkan sediaan

dikatakan mempunyai daya oles yang tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata (Keithler, 1956).

e. Penentuan pH sediaan

Penentuan pH sediaan dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Cara: Alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan menggunakan larutan dapar standar netral (pH 7,01) dan larutan dapar pH asam (pH 4,01) hingga alat menunjukkan harga pH tersebut. Kemudian elektroda dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dengan tissue. Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 g sediaan dan dilarutkan dalam 100 ml akuades, lalu dipanaskan. Setelah suhu larutan hangat (sekitar 40 ºC), elektroda dicelupkan dalam larutan tersebut. Dibiarkan alat menunjukkan harga pH sampai konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan pH sediaan (Rawlins, 2003).

f. Uji tempel (Patch Test)

Uji tempel adalah uji iritasi dan kepekaan kulit yang dilakukan dengan cara mengoleskan sediaan uji pada kulit normal panel manusia dengan maksud untuk mengetahui apakah sediaan tersebut dapat menimbulkan iritasi pada kulit atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Iritasi dan kepekaan kulit adalah reaksi kulit terhadap toksikan. Jika toksikan dilekatkan pada kulit akan menyebabkan kerusakan kulit. Iritasi kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan iritan, sedangkan kepekaan kulit adalah reaksi kulit yang terjadi karena pelekatan toksikan golongan alergen (Ditjen POM, 1985).

Iritasi umumnya akan segera menimbulkan reaksi kulit sesaat setelah pelekatan pada kulit, iritasi demikian disebut iritasi primer. Tetapi jika iritasi

tersebut timbul beberapa jam setelah pelekatannya pada kulit, iritasi ini disebut iritasi sekunder (Ditjen POM, 1985).

Tanda-tanda yang ditimbulkan ke dua reaksi kulit tersebut lebih kurang sama, yaitu akan tampak hiperemia, eritema, edema, atau vesikula kulit. Reaksi kulit yang demikian biasanya bersifat lokal (Ditjen POM, 1985).

Panel uji tempel meliputi manusia sehat. Manusia sehat yang dijadikan panel uji tempel sebaiknya wanita, usia antara 20 - 30 tahun, berbadan sehat jasmani dan rohani, tidak memiliki riwayat penyakit alergi atau reaksi alergi, dan menyatakan kesediaannya dijadikan sebagai panel uji tempel (Ditjen POM, 1985).

Lokasi uji lekatan adalah bagian kulit panel yang dijadikan daerah lokasi untuk uji tempel. Biasanya yang paling tepat dijadikan daerah lokasi uji tempel adalah bagian punggung, lengan tangan atas bagian dalam, lipatan siku, dan bagian kulit di belakang telinga (Ditjen POM, 1985).

Teknik uji tempel dapat dilakukan dengan uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Prosedur uji tempel dibedakan menjadi uji tempel preventif, uji tempel diagnostik, dan uji tempel ramal (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel preventif adalah uji tempel yang dilakukan sebelum penggunaan sediaan kosmetika untuk mengetahui apakah pengguna peka terhadap sediaan atau tidak. Uji tempel preventif dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka atau tertutup, waktu pelekatannya ditetapkan 24 jam. Pengamatan reaksi kulit positif atau negatif (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel diagnostik adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud pelacakan atau penyelidikan komponen sediaan kosmetika yang menjadi penyebab terjadinya reaksi kulit pada penderita peka. Uji tempel diagnostik

dilakukan dengan teknik uji tempel terbuka, uji tempel tertutup, dan atau uji tempel sinar. Lamanya pelekatan ditetapkan 24 jam, 48 jam, dan 72 jam (Ditjen POM, 1985).

Uji tempel ramal adalah uji tempel yang dilakukan untuk maksud apakah sediaan kosmetik dapat diedarkan dengan jaminan keamanan atau tidak (Ditjen POM, 1985).

Hasil uji tempel dipengaruhi oleh berbagai faktor: - Kadar dan jenis sediaan uji

- Ketaatan panel dalam melaksanakan instruksi penguji - Lamanya waktu pelekatan sediaan uji

- Lokasi lekatan - Umur panel

g. Uji kesukaan (Hedonic Test)

Uji kesukaan (hedonic test) merupakan metode uji yang digunakan untuk mengukur tingkat kesukaan terhadap produk dengan menggunakan lembar penilaian. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2006), data yang diperoleh dari lembar penilaian ditabulasi dan ditentukan nilai mutunya dengan mencari hasil rerata pada setiap panelis pada tingkat kepercayaan 95%. Untuk menghitung interval nilai mutu rerata dari setiap panelis digunakan suatu rumus seperti di bawah ini: % 95 )) / . 96 , 1 ( ( )) / . 96 , 1 ( (XS n ≤ ≤ X + S nP µ n Xi X n i

=

( )

n X Xi S n i

− = 2 2 2 S S = Keterangan: n = banyaknya panelis S2 = keseragaman nilai

1,96 = koefisien standar deviasi pada taraf 95%

�̅ = nilai rata-rata

xi = nilai dari panelis ke i, dimana i = 1, 2, 3, ...n;

s = simpangan baku

P = tingkat kepercayaan µ = rentang nilai

Kriteria panelis (Soekarto, 1981):

1. Panelis yang digunakan adalah panelis yang tidak terlatih yang diambil secara acak sebanyak 30 orang panelis. Jumlah anggota panelis semakin besar semakin baik.

2. Berbadan sehat.

3. Tidak dalam keadaan tertekan

4. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang cara-cara penilaian organoleptik.

BAB III

Dokumen terkait