• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi pengukuran dialokasikan pada daerah ramai transportasi, permukiman dan sekitar industri. Titik pengambilan contoh pada triwulan I tahun 2004 dilakukan di 24 tempat. Titik antara Ramayana dan Simpang Tiga merupakan daerah pertokoan dan pusat kegiatan manusia. Simpang Tiga sampai dengan Kelapa Tujuh adalah jalan yang menghubungkan ke pelabuhan Merak. Jalur transportasi pada daerah tersebut cukup padat karena juga merupakan jalur tranportasi bagi kendaraan industri. Jalur Simpang Tiga sampai dengan Kampung Cilodan adalah jalur transportasi menuju Labuan (Anyer dan Carita) dan merupakan jalur transportasi kendaraan industri. Pada jalur tersebut terdapat industri besar misalnya Krakatau Steel dan kawasan industri KIEC. Gambar 14 adalah lokasi pengambilan titik di Ramayana sampai dengan Simpang Tiga.

Gambar 14. Lokasi pengambilan titik di Simpang Tiga – Ramayana

C.1. Pengukuran Triwulan I Tahun 2004

Pada lampiran tabel, Tabel 6 adalah hasil data pengukuran triwulan I tahun 2004, hanya parameter debu dan hidrokarbon yang di atas baku mutu udara ambien (BMU). Hal ini dikarenakan masih banyak faktor lain yang sangat berperan dalam menentukan kualitas udara. Salah satu faktor tersebut misalnya bereaksinya senyawa polutan dengan senyawa atau unsur lain di udara dan berubah menjadi senyawa lain (polutan sekunder). Keadaan atmosfer sangat dinamis dengan unsur-unsur di dalamnya yang sangat reaktif. Menurut Soedomo (1998), pergerakan (transport) pencemar udara di dalam atmosfer akan terjadi dalam tiga dimensi, baik horisontal maupun transversal, sesuai dengan arah angin (adveksi), maupun vertikal kelapisan atas atmosfer.

Pengambilan contoh udara triwulan I dilakukan pada tanggal 31 Mei – 5 Juni 2004. Bulan Mei – Juni mempunyai rata-rata arah angin dominan dari arah 320o – 332,5o (barat – utara) dengan kecepatan rata-rata 3,4 – 3,6 m/detik. Nilai tersebut diperoleh dari rata-rata bulanan selama 18 tahun. Kondisi ini dapat mempengaruhi penyebaran polutan.

Informasi tentang angin (arah dan kecepatan) dapat memberikan gambaran tentang akumulasi polutan. Arah dan kecepatan angin akan menentukan daerah yang akan terkena dampak dari penyebaran polutan (Rouse, 1975).

Windrose menggambarkan arah dan kecepatan angin dominan. Pada bulan Mei, arah angin berhembus dari barat dan utara. Bulan Mei arah angin dominan dari arah utara dan pada bulan Juni arah angin dominan dari Utara dengan kecepatan rata-rata menurun dari 3,6 m/detik menjadi 3,4 m/detik. Menurut Rouse (1975), kecepatan angin diatas 20 mph (0,02 km/jam) dengan kondisi atmosfer yang stabil, asap yang keluar dari cerobong akan menyebabkan coning. Coning adalah proses persebaran polutan dari cerobong, polutan sebagian kecil akan bergerak ke atas dan sebagian besar ke bawah bagian cerobong. Kondisi ini sangat berbahaya karena selain akan mempengaruhi kondisi udara, juga berdampak akan secara langsung pada mahluk hidup di sekitarnya karena partikel dan senyawa polutan yang terkandung dalam asap akan mengalami pengendapan pada suatu area. Jauh dekat area yang terkena pengendapan tergantung dari faktor yang mempengaruhi penyebaran termasuk kondisi angin, topografi, tinggi cerobong serta penutupan lahannya. Tinggi cerobong akan mempengaruhi penyebaran yaitu semakin tinggi suatu tempat semakin tinggi pula kecepatan angin. Semakin tingginya cerobong diharapkan dapat mempercepat pengenceran polutan.

Arah angin sangat dipengaruhi oleh keadaan topografi kawasan. Menurut Sastrawijaya (1991), permukaan daratan mempengaruhi kecepatan angin. Lorong sempit bagi angin dapat meningkatkan hembusan angin. Kota Cilegon yang merupakan kawasan yang mempunyai topografi datar hanya bagian utara yang merupakan daerah perbukitan. Sebagai kota pesisir, dinamika angin akan sangat dipengaruhi oleh angin laut dan darat.

Pada pengukuran triwulan I, angin datang dari arah barat kemudian pada angin dibelokkan (bagian utara) hal ini karena angin menabrak tebing. Penggunaan lahan dominasi oleh permukiman dan industri. Pada daerah permukiman dan pusat kota angin berputar karena terbentur oleh bangunan dan pepohonan. Dominannya bangunan mempengaruhi pola angin pada pusat kota. Angin yang berasal dari barat melewati kawasan industri. Pada bagian selatan penutupan lahan didominasi oleh industri dan permukiman angin dari arah barat teruskan dan dibelokan.

Hasil pengukuran pada triwulan I menujukkan beberapa tempat mempunyai partikel debu dan hidrokarbon diatas ambang baku mutu ambien udara yaitu pada titik pengukuran Kantor Bea Cukai, Ramayana, Jalan tol, Nirmala optik, ASDP, Gerem Raya, Cikuasa Lama dan Kampung Pabuaran Lor. Nilai polutan debu dan Hidrokarbon yang

tinggi dapat disebabkan oleh penggunaan lahan di sekitarnya. Lokasi tersebut merupakan daerah pusat kota, ramai transportasi dan daerah sekitar industri.

Daerah permukiman dan kawasan industri mempunyai penutupan lahan berupa vegetasi yang cukup rapat dengan strata tajuk sama. Gambar 15 merupakan RTH di kawasan permukiman. Kelapa Tujuh berada di Kecamatan Pulo Merak merupakan komplek permukiman pegawai PLTU Suralaya. Daerah permukiman mempunyai vegetasi yang rapat sehingga menyebabkan nilai HC rendah dan juga didukung oleh arah angin yang menuju utara. Kawasan permukiman yang berada dalam kelas 2 (nilai HC diatas BMU) adalah kawasan permukiman yang berada di Kecamatan Jombang dan Citangkil. Hal tersebut sangat membahayakan karena dampaknya akan langsung mengenai manusia.

Gambar 15. RTH di daerah pemukiman

Gambar 16 merupakan peta tematik distribusi hidrokarbon (HC) di Kota Cilegon berdasarkan data pengukuran triwulan I tahun 2004. Pengambilan contoh udara dimulai pada siang hari (09.00-21.00). Nilai standar BMU untuk HC sebesar 160 µg/m3. Hidrokarbon dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar fosil tidak sempurna dari kendaraan bermotor karena kekurangan O2. Konsentrasi hidrokarbon tertinggi pada Gerem Raya dan ASDP (pelabuhan Merak) karena termasuk pada kelas 5 yaitu dengan nilai kisaran sebesar 898,871 – 1.107,327 µg/m3. Pada saat pengukuran di daerah Gerem Raya angin dominan dari arah barat dengan kecepatan rata-rata 2,1 km/jam. Keduanya adalah daerah jalur transportasi yang padat.

Peta konsentrasi HC dibagi dalam 5 kelas, konsentrasi terendah terdapat pada kelas 1 dan tertinggi pada kelas 5. Kelas 1 mempunyai nilai konsentrasi antara 65,045 – 160 µg/m3, merupakan zona yang mempunyai nilai HC di bawah BMU. Kelas konsentrasi 1 menyebar pada Kecamatan Gerogol, Ciwandan, Pulo Merak dan Purwakarta, dimana Kecamatan Ciwandan merupakan daerah dengan kelas 1 terluas. Penggunaan lahan pada kawasan yang berada dalam kelas 1 berupa hutan dan pertanian, permukiman dan industri (Kecamatan Ciwandan). Kelas konsentrasi 2 sampai dengan

kelas 5 adalah zona yang mempunyai nilai konsentrasi HC di atas BMU dan sebagian Kota Cilegon mempunyai kisaran nilai pada kelas 2

Arah angin yang dominan pada saat pengukuran dari arah barat menyebabkan daerah pusat kota berada pada kelas 2. Kawasan industri yang berada di pinggir pantai dan pengukuran yang dilakukan pada siang hari merupakan salah satu faktor yang menyebabkan daerah sekitar kawasan termasuk kelas 1. Pada siang hari angin mengarah ke daratan dari wilayah laut atau pantai karena daratan yang lebih cepat panas sehingga mempunyai tekanan yang lebih rendah dari pada wilayah perairan. Hal ini mendukung penyebaran polutan karena letak sumber polutan terutama kawasan industri dan kawasan ramai transportasi yang berada di pinggir pantai dapat meningkatkan akumulasi polutan di dalam pusat kota dan permukiman yang berada di sebelah timur. Akumulasi HC pada daerah pusat kota semakin bertambah dengan padatnya jalur transportasi. Sirkulasi udara yang kurang baik menyebabkan angin berputar pada area tersebut. Berputarnya angin disebabkan oleh rapatnya bangunan sehingga angin tidak dapat menyebar.

Pada lampiran tabel, luasan zona polutan hidrokarbon pada setiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 10. Sebagian besar kecamatan berada pada zona yang mempunyai kisaran nilai diatas BMU (kelas 2 - 5). Hal ini menandakan HC menyebar ke seluruh kota. Distribusi HC yang merata pada setiap kecamatan dapat disebabkan oleh jalur transportasi pada masing-masing yang ramai kecamatan atau tingginya konsentrasi polutan yang dikeluarkan oleh beberapa sumber. Kecamatan Gerogol dan Pulo Merak mempunyai akumulasi HC yang lebih tinggi dibanding kecamatan lain. Kelas konsentrasi tertinggi (kelas 5) dengan nilai kisaran sebesar 898,871 – 1.107,327 µg/m3 terdapat pada Kecamatan Pulomerak dan Gerogol dengan luasan masing – masing 11,713 Ha dan 26,148 Ha. Zona yang mempunyai luas tertinggi adalah kelas konsentrasi 2 dengan kisaran sebesar 160-481,958 µg/m3. Luas total zona kelas konsentrasi 2 sebesar 12.943,342 Ha yang tersebar di seluruh kecamatan. Kecamatan yang mempunyai kawasan permukiman padat berada pada kelas tersebut. Hal ini sangat membahayakan dan memerlukan tindakan pengendalian. Seluruh wilayah Kecamatan Cibeber dan Cilegon berada pada kelas 2 dengan luas zona sebesar 3.294,074 Ha dan 1.499,572 Ha.

Gambar 18 adalah zona polutan debu di Kota Cilegon. Peta konsentrasi debu dibagi menjadi 4 kelas. Kelas 1 merupakan kawasan yang mempunyai kisaran nilai di bawah BMU, sedangkan kelas 2 sampai dengan kelas 4 adalah kawasan yang mempunyai nilai diatas BMU. Sebagian besar polutan Debu dihasilkan oleh industri. Rouse (1975) mengatakan bahwa asap yang keluar dari cerobong industri sebagian besar terdiri dari benda padat (solid matter) dan gas-gas. Benda padat tersebut dikenal dengan partikulat (debu).

Nilai standar untuk ambien debu adalah 230 µg/m3. Kelas 1 mempunyai kisaran nilai konsentrasi sebesar 27,09 - 230 µg/m3. Kelas 2 sampai dengan kelas 5 mempunyai kisaran nilai debu diatas BMU. Kelas 2 mendominasi wilayah kota Cilegon. Kelas 2 mempunyai kisaran nilai debu sebesar 230 - 403,81 µg/m3. Semua kecamatan mempunyai kawasan yang mempunyai nilai kisaran pada kelas 1. Kecamatan yang mempunyai nilai debu di bawah BMU terluas adalah Kecamatan Ciwandan. Penutupan lahan pada kecamatan ini berupa hutan, industri dan permukiman. Kelas 1 berada di sekitar kawasan industri yang letaknya di tepi pantai. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor angin serta lanskap yang datar dan berada di dekat pantai sehingga kecepatan angin yang tinggi. Gambar 17 merupakan kawasan industri yang berada di pinggir pantai.

Gambar 17. Kawasan industri di pinggir garis pantai

Daerah permukiman yang terdapat RTH berada dalam kelas konsentrasi 1. Ruang terbuka hijau yang terdapat sekitar kawasan industri didominasi oleh semak sehingga tidak dapat digunakan sebagai pemecah angin. Berdasarkan pengukuran disekitar kawasan industri rata-rata kecepatan angin adalah 3,4 km/jam dengan arah dominan dari barat (angin laut). Kecepatan angin yang cukup besar membawa partikel debu jauh dari kawasan industri dan tidak terakumulasi pada kawasan dan sekitarnya. Lanskap datar dan

cerobong pabrik yang tinggi menjadikan polutan yang dikeluarkan tidak mempengaruhi kawasan sekitarnya.

Daerah yang mempunyai nilai debu tertinggi adalah jalan tol Gerem Raya yang berada di Kecamatan Gerogol. Kisaran nilai kelas 4 sebesar 592,17 – 780,531 µg/m3 dengan arah angin dominan pada saat pengukuran dari arah selatan.

Pada lampiran tabel, Tabel 9 merupakan tabel luasan kelas konsentrasi debu pada setiap kecamatan di Kota Cilegon. Zona yang terluas adalah kelas konsentrasi 2, dengan nilai sebesar 230 - 403,81 µg/m3. Nilai kisaran kelas 2 berada diatas BMU. Kondisi tersebut sangat berbahaya bagi ekosistem. Luas kawasan yang masuk dalam kelas 1 sebesar 766,99 Ha, sedangkan luas kawasan yang masuk dalam kelas 2 sebesar 10.698,30 Ha. Kawasan yang mempunyai konsentrasi debu tertinggi terdapat pada Kecamatan Pulo Merak dan Kecamatan Gerogol dengan nilai kisaran sebesar 592,17 – 780,531 µg/m3 dengan luas kawasan sebesar 58,21 Ha.

Sebagian besar kawasan permukiman berada pada kelas 2. Hal ini sangat membahayakan dan memerlukan tindakan. Permukiman mempunyai RTH berada di kelas 1. Kawasan pemukiman yang mempunyai RTH berada di Kecamatan Purwakarta dan kawasan industri Krakatau Steel (KS) yang mempunyai RTH berada dalam kelas konsentrasi 1. Sebagian besar Kecamatan Cibeber berada di kelas 2 dengan luasan area sebesar 3.050,952 Ha. Penutupan lahan pada Kecamatan Cibeber adalah permukiman, hutan dan pertanian.

Gambar 20 merupakan peta penyebaran karbon monoksida (CO) di Kota Cilegon. CO merupakan hasil dari pembakaran yang tidak sempurna, sedangkan pembakaran sempurna akan menghasilkan CO2. Menurut Rouse (1975), CO bagian buangan dari bahan bakar fosil disebabkan kurangnya oksigen dalam pembakaran atau pembakaran kurang sempurna dalam mesin. Bereaksinya CO dengan O2 dapat membentuk CO2. Menurut Sastrawijaya (1991), CO tidak berwarna atau berbau namun pada kadar 10 bpj dalam udara dapat menyebabkan manusia sakit. Konsentrasi CO dibagi menjadi 5 kelas, zona yang mempunyai konsetrasi terendah pada kelas 1 dan zona yang mempunyai konsentrasi CO tertinggi pada kelas 5. Berdasarkan hasil pengukuran, nilai CO di kota Cilegon masih di bawah baku mutu udara. Secara umum zona dominan seluruh kota adalah masih normal yaitu berkisar antara 343 – 9.371 µg/m3, sedangkan nilai baku mutu udara sebesar 10.000 ug/m3 dengan waktu pengukuran selama 24 jam.

Gambar 19. Jalur transportasi perkotaan

Nilai konsentrasi CO yang terbesar dalam lokasi penelitian adalah di ASDP, Gerem Raya dan Nirmala Optik. ASDP dan Gerem Raya merupakan jalur transportasi menuju pelabuhan Merak yang akan menyeberang ke wilayah Sumatera. Pada wilayah ASDP mempunyai nilai CO sebesar 9.371 µg/m3. Kondisi cuaca pada saat pengukuran dalam keadaan cerah dengan temperatur 29 - 33oC dan arah angin dominan dari Barat kecepatan 7,2 km/jam. Kelas 5 adalah daerah yang mempunyai kosentrasi tertinggi dengan nilai berkisar antara 7.560,985 – 9.365,465 µg/m3. Daerah Gerem Raya yang mempunyai kondisi tidak jauh beda. Nilai CO yang terukur adalah 8.914 µg/m3. Kondisi lokasi pada saat pengukuran cerah dengan suhu 28 - 33oC, kecepatan angin 2,1 km/jam dengan arah dominan dari barat. Nilai yang terukur Nirmala Optik yang berada di pusat kota dan merupakan jalur transportasi yang ramai adalah 8.571 µg/m3. Kondisi lokasi pada saat pengukuran adalah cerah dengan suhu 33 - 35 oC dan arah dominan angin dari

barat laut dengan kecepatan 2,5 km/jam. Tingginya nilai CO dikarenakan terpusatnya kegiatan manusia. Arah angin yang melewati jalur transportasi dan banyaknya bangunan menyebabkan rendahnya kecepatan angin untuk proses pengenceran polutan sehingga CO terakumulasi pada suatu tempat. Hal ini dapat dilihat dari nilai CO di lokasi sekitarnya yang masih termasuk dalam pusat aktivitas kota yaitu wilayah Simpang Tiga. Arah angin di Simpang Tiga berasal dari barat dengan kecepatan 7 km/jam.

Pada lampiran tabel, Tabel 11 merupakan tabel luasan setiap kelas konsentrasi CO pada setiap kecamatan. Kelas 1 mempunyai wilayah terluas yaitu 8.982,12 Ha dan kelas 2 dengan luas 105,50 Ha. Kelas 1 mempunyai kisaran nilai sebesar 343,064 – 2.147,544 µg/m3, sedangkan kelas 2 mempunyai kisaran konsentrasi sebesar 2.147,544 – 3.952,024 µg/m3. Kecamatan yang berada dalah kelas 1 adalah semua kecamatan kecuali Cibeber. Pada peta Kecamatan Ciwandan dan Purwakarta berada pada kelas 1 dalam area yang luas. Kawasan yang termasuk dalam kelas 5 adalah Kecamatan Pulo Merak, Jombang dan Gerogol. Kawasan tersebut mempunyai kisaran konsentrasi CO tertinggi. Kecamatan yang mempunyai kelas 5 paling luas adalah Kecamatan Jombang dengan luas 31,99 Ha Penutupan lahan pada kawasan tersebut didominasi oleh pemukiman. Besarnya konsentrasi CO pada kawasan diperkirakan karena ramainya kendaraan transportasi. Kelas 2 menyebar di seluruh kecamatan dengan penyebaran yang paling dominan di Kecamatan Cibeber. Secara umum konsentrasi CO di Kota Cilegon masih di bawah BMU.

Daerah yang berada pada kelas 5 dengan kisaran konsentrasi 7.538,109- 9.336,861 µg/m3 adalah Kecamatan Jombang, Pulo Merak dan Gerogol dengan luas masing-masing sebesar 7,656 Ha, 32 Ha dan 15,012 Ha. Penutupan lahan pada kecamatan tersebut didominasi oleh permukiman, jalur transportasi dan kawasan pertokoan. Pengendalian CO memerlukan perhatian, terutama sumber pengeluarannya yaitu kendaraan bermotor dan mesin yang menggunakan bahan bakar fosil. Hal tersebut dapat dilakukan dengan pembangunan jalar-jalur hijau di setiap jalan dan kebun permukiman untuk mengurangi akumulasi polutan pada kawasan permukiman.

Gambar 21 merupakan peta penyebaran NO2 di Kota Cilegon. Menurut Sastrawijaya (1991), NO2 merupakan gas beracun dan berbahaya, berwarna coklat merah, berbau seperti asam nitrat. Sumber pencemar adalah mesin dan tungku pabrik, pembakaran batu bara dan minyak bumi. Secara umum kualitas NO2 pada Kota Cilegon masih dibawah Baku Mutu Kualitas Udara. Baku mutu udara ambien untuk parameter Nitrogen Dioksida (NO2) sebesar 150 µg/m3 untuk pengukuran selama 24 jam. Tingginya konsentrasi NO2 dapat bereaksi dengan uap air akan membentuk HNO3. Dampaknya bagi manusia adalah akan merusak tubuh misalnya akan terasa pedih jika terkena mata, saluran penafasan dan jantung.

Dari hasil pengukuran, konsentrasi terbesar NO2 pada jalan tol Sumur Wuluh. Jalan tol Sumur Wuluh adalah jalur kendaraan yang berasal dari dan akan ke Pulau Jawa. Pada peta angin lokal, arah angin berasal dari barat daya kemudian membelok kearah utara. Wilayah tersebut adalah kawasan industri Krakatau Steel dan industri lainnya. Hal tersebut memungkinkan terjadinya akumulasi polutan. Akumulasi polutan tertinggi di jalan tol Gerem Raya karena kandungan asap kendaraan yang melalui jalan tol. Pada peta angin, arah angin menuju kearah utara. Hal ini dapat disebabkan topografi pada bagian utara yang berbentuk perbukitan sehingga angin yang berasal dari pantai akan dibelokkan.

Kelas konsentrasi NO2 dibagi menjadi 5 kelas. Kelas 1 adalah kelas yang mempunyai konsentrasi NO2 terendah dengan kisaran nilai 3,161-6,891 µg/m3, sedangkan kelas 5 adalah kelas yang mempunyai nilai konsentrasi tertinggi dengan nilai kisaran sebesar 18,08-21,809 µg/m3. Pada lampiran tabel, tabel 12 merupakan tabel luasan setiap kelas konsentrasi NO2 pada setiap kecamatan. Kawasan yang mempunyai nilai konsentrasi NO2 pada kelas 1 adalah seluruh kecamatan kecuali Kecamatan Cilegon dan Kecamatan Jombang. Luas kawasan yang berada pada kelas 1 adalah 3.861,924 Ha. Penggunaan lahan pada kawasan ini adalah permukiman sekitar industri, taman kota dan industri. Peta konsentrasi NO2 menujukan bahwa sebagian besar kota berada pada kelas 2. Hal ini terlihat dengan menyebarnya kawasan dengan nilai kisaran 3,891-10,621 µg/m3 di seluruh kecamatan. Luas zona polutan NO2 kelas 2 adalah 1.0218,569 Ha. Kawasan dengan nilai konsentrasi NO2 tertinggi berada di Kecamatan Pulo Merak, Jombang dan Gerogol. Penggunaan lahan pada kawasan tersebut adalah jalan raya, industri dan permukiman. Kecamatan Jombang merupakan kawasan permukiman yang cukup padat. Luas kelas 5 pada pengukuran triwulan 1 adalah 76,989 Ha.

C.2. Pengukuran Triwulan IV Tahun 2004

Pada triwulan IV yang dilakukan pengukuran pada tanggal 25 – 29 Oktober 2004. pengukuran dilakukan selama 24 jam. Hasil pengukuran pada triwulan IV disajikan pada Lampiran tabel (Tabel 7). Lokasi pengukuran masih sama dengan tempat pengukuran pada triwulan I, hanya terdapat perubahan titik yaitu di PCI yang penggunaan lahan adalah sebagai daerah pusat kegiatan dan pemukiman. Berdasarkan data Angin dari BMG terdekat, bulan Oktober mempunyai kecepatan angin rata – rata 3,9 m/detik dengan rata – rata arah angin dominan dari arah Utara (360o/0o). Suhu berkisar antara 22 – 31 oC dan Curah hujan 300,5 mm. Bulan Oktober sudah memasuki musim penghujan.

Hasil pengukuran pada triwulan IV tahun 2004 hampir sama dengan pengukuran triwulan I yaitu hanya partikel debu dan HC yang berada di atas ambang baku mutu ambien udara pada beberapa tempat. Pengukuran dilakukan jam 08.00 – 21.00. Arah angin dominan dari timur dengan kecepatan berkisar antara 0,9 – 5,7 km/jam. Arah angin lokal sangat dinamis selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut sangat dipengaruhi oleh topografi dan kondisi sekitar kawasan. Pada bagian utara kota yang mempunyai topografi adalah perbukitan, angin yang berasal dari utara akan membentur bukit dan dibelokkan. Jalan antara Kelapa Tujuh sampai dengan Gerem Raya adalah jalan raya dengan kondisi diapit oleh tebing dan area permukiman sehingga angin berhembus dari arah tebing ke arah pantai, sedangkan pada kampung Kruwuk merupakan area sekitar kawasan industri dan langsung berbatasan dengan pantai sehingga arah angin akan dominan berhembus dari arah pantai. Pada bagian tengah yang merupakan pusat kota angin menabrak bangunan sehingga terlihat di peta angin dengan arah yang kurang teratur. Kawasan industri mempunyai ruang terbuka hijau berupa pohon dan semak. Ruang terbuka hijau yang terdapat di kawasan industri berupa area hutan kota dan semak belukar. Pohon yang terdapat pada hutan kota tersebut ditanam pada waktu yang sama, hal ini dapat dilihat dari tajuk yang seragam. Adanya hutan kota di kawasan industri dapat mengurangi konsentrasi polutan di sekitar kawasan.

Gambar 22 merupakan Peta tematik penyebaran hidrokarbon (HC) di kota Cilegon. Beberapa tempat mempunyai nilai konsentrasi HC diatas baku mutu udara, hal ini dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang tinggi karena peralihan ke musim penghujan. Polutan akan mengalami pengenceran dan bereaksi dengan air hujan yang akhirnya akan mempengaruhi kualitas air hujan. Angin berhembus dari arah utara dan melewati sumber polutan garis yaitu jalan raya yang menghasil HC.

Konsentrasi HC pada pengukuran triwulan IV tahun 2004 dibagi menjadi 6 kelas. Nilai konsentrasi HC sesuai dengan baku mutu udara Ambien (BMU) adalah 160 µg/m3.

Daerah sekitar kawasan industri, Kelapa Tujuh, perum KS dan Palm Hills yang mempunyai RTH mempunyai nilai dibawah BMU. Daerah yang mempunyai konsentrasi HC dibawah BMU terdapat di kelas 1 dengan kisaran nilai sebesar 65,023 - 160 µg/m3. Penutupan vegetasi di sekitar kawasan yang cukup baik dan tingginya cerobong industri sebagai tempat keluarnya polutan akan menyebabkan pencemar tersebut tidak mengendap dalam jarak yang dekat. Hal ini dikarenakan pengenceran polutan oleh angin lebih cepat sehingga tidak mempengaruhi daerah sekitarnya. Pada daerah bagian utara Kota Cilegon, sebagian besar mempunyai nilai konsentrasi HC diatas BMU. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya PLTU yang menggunakan bahan bakar fosil dan mesin yang dapat menghasilkan HC. Zona atau kawasan yang mempunyai nilai ambien diatas BMU

Dokumen terkait