• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Fakor yang Mempengaruhi Sebaran SPL

Untuk penentuan SPL dari satelit, dapat dilakukan pengukuran dengan radiasi infra merah pada panjang gelombang 3 m-14 m. Pengukuran spektrum infra merah yang dipancarkan oleh permukaan laut hanya dapat memberikan informasi suhu pada lapisan permukaan sampai kedalaman 0.1 mm. Pola distribusi citra SPL dapat dilihat dari fenomena oseanografi seperti upwelling,dan pola arus permukaan. Daerah yang mempunyai fenomena-fenomena seperti tersebut di atas umumnya merupakan perairan yang subur (Tomascik et al., 1997).

2.3 Fakor yang Mempengaruhi Sebaran SPL

Menurut Robinson(1991) dalam Sucipto (2002), estimasi SPL dipengaruhi oleh faktor sensor, proses kalibrasi, koreksi geometris, algoritma dan prosedur pengolahan data. Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi perubahan SPL adalah angin, upwelling, arus permukaan laut, pembekuan dan pencairan es

di daerah kutub (Laevastu dan Hela, 1970 dalam Paulus, 2006). Kondisi SPL dipengaruhi oleh dinamika massa air laut, yaitu : pola arus permukaan, upwelling, divergensi dan konvergensi, turbulensi dan sirkulasi global lautan dari lintang tinggi ke lintang rendah dan sebaliknya (Sverdrup, 1946). Distribusi SPL di perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya seperti arah dan kecepatan angin serta pola arus.

2.3.1 Angin dan Perubahan Musim

Angin merupakan salah satu unsur meteorologi yang sangat penting diperhatikan dalam masalah kelautan. Pola angin yang sangat berperan di Indonesia adalah angin Musim (monsoon). Angin Musim bertiup secara mantap ke arah tertentu pada satu periode sedangkan pada periode lainnya angin bertiup secara mantap pula dengan arah berlainan. Posisi Indonesia diantara benua Asia dan Australia membuat kawasan ini paling ideal untuk

berkembangnya angin Musim (Nontji, 2002). Pada bulan Desember - Februari, terjadi musim Dingin di belahan BBU dan musim Panas di belahan BBS. Pada saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas Asia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Australia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Asia menuju Australia, sehingga pada bulan Desember- Februari di kawasan utara khatulistiwa bertiup angin Muson Barat Laut, di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Barat (West Monsoon).

Sebaliknya pada bulan Juni – Agustus , terjadi musim Dingin di belahan BBS dan musim Panas di belahan BBU. Pada saat itu terjadi pusat tekanan tinggi di atas daratan Australia dan pusat tekanan rendah di atas daratan Asia hingga di Indonesia. Keadaan ini menyebabkan angin berhembus dari Australia menuju

Asia. Sehingga pada bulan Juli - Agustus di kawasan Khatulistiwa bertiup angin Muson Tenggara, di Indonesia umumnya dikenal sebagai angin Musim Timur (East Monsoon). Sistem tekanan itu ternyata begitu tetap hingga menyebabkan angin Musim bertiup stabil terutama di lautan (Nontji, 2002).

Pada bulan Maret, angin Barat masih berhembus tetapi kecepatan dan kemantapannya berkurang. Pada bulan April dan Mei arah angin sudah tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim Peralihan atau Pancaroba. Sehingga, pada bulan Maret – Mei disebut sebagai musim Peralihan I. Demikian pula terjadi pada bulan September - November, arah angin tidak menentu dan periode ini dikenal sebagai musim Pancaroba akhir tahun atau disebut sebagai musim Peralihan II. Kekuatan angin umumnya lemah pada musim–musim Pancaroba sehingga laut pun umumnya tenang (Nontji, 2002).

Selain angin Musim, di pesisir pantai dapat ditemukan pula angin Laut dan angin Darat dalam ukuran lebih kecil. Proses terjadinya sama dengan terjadinya angin Musim yaitu karena perbedaan pemanasan/pendinginan (differential heating) antara daratan dan lautan. Angin Laut dan angin Darat terjadi karena perbedaan pemanasan/pendinginan antara daratan dan lautan pada siang hari dan malam hari, sedangkan angin Musim terjadi karena perbedaan pemanasan atau pendinginan antara benua dengan laut luas pada musim Panas dan musim Dingin. Pada siang hari permukaan daratan menjadi lebih cepat panas. Akibatnya udara di atas permukaan daratan menjadi panas dan memuai serta mudah naik ke atas. Kekosongan udara di dekat permukaan daratan akan diisi oleh udara dari laut yang suhunya lebih rendah. Udara yang naik di atas daratan kemudian menuju

ke laut. Selanjutnya udara naik ini akan turun lagi di laut hingga membentuk daur. Jadi yang dimaksud dengan angin Laut ialah angin permukaan dari laut ke arah darat dan terjadi pada siang hari. Sebaliknya angin Darat ialah angin

permukaan yang berhembus dari darat ke arah laut dan terjadi pada malam hari. Biasanya angin Darat lebih lemah daripada angin laut (Nontji, 2002).

Ketinggian sel angin Laut dapat mencapai 3-4 km sedangkan jaraknya dari garis pantai sering mencapai 20 km baik ke arah daratan maupun ke arah laut,

meskipun jarak ini bisa pula melebar sampai 80 km dari pantai. Angin Laut mulai berhembus sekitar jam 9-11 pagi sedangkan angin darat mulai jam 5-7 sore. Angin Musim dapat mempengaruhi angin Laut dan angin Darat. Sedangkan angin rata-rata di Indonesia berkisar sekitar 2,5-3,5 m/detik (Nontji, 2002).

2.3.2 Pola Arus

Arus merupakan gerakan mengalir suatu massa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan dalam densitas air laut, maupun oleh gerakan

bergelombang panjang. Menurut Ilahude dan Nontji (1990), di wilayah perairan Indonesia mengalir dua sistem arus utama, salah satunya adalah Arus Lintas Indonesia (ARLINDO). Perairan Indonesia merupakan satu lintasan yang mentransfer massa air yang hangat dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia. Oleh karena itu perairan Indonesia memegang peranan penting secara integral dalam sirkulasi termohalin global dan fenomena iklim.

2.3.3 Fenomena Upwelling

Upwelling adalah penaikan massa air laut dari suatu lapisan dalam ke lapisan permukaan. Gerakan naik ini membawa serta air yang suhunya lebih dingin, salinitas tinggi, dan zat-zat hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993).

Dokumen terkait