• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

15. Ikan Tetradon nigrodirvis (Buntal)

4.2 Faktor Abiotik Lingkungan

Faktor abiotik lingkungan dibagi menjadi dua parameter yang diukur yaitu parameter fisik dan kimia. Parameter fisik yang diukur pada penelitian ini adalah suhu, kecepatan arus, penetrasi cahaya, dan kedalaman dan parameter kimia yang diukur adalah pH, DO, BOD5, nitrat, pospat, dan kandungan organik substrat. Tabel 6. Data pengukuran faktor fisik-kimia perairan hilir Sungai Asahan

No. Parameter Satuan Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 A Parameter Fisika

1. Suhu 0C 27 27,5 28 27 2. Kecepatan Arus m/det 0,35 0,37 0,43 0,47 3. Penetrasi Cahaya m 0,6 0,5 0,3 0,2 4. Kedalaman M 2,5 2 4 1,8 B Parameter Kimia 5. Oksigen Terlarut (DO) mg/L 6,4 4,8 5,6 5,3 6. Kejenuhan Oksigen % 81,42 61,45 72,25 67,43 7. Derajat keasaman (pH) - 6,8 6,4 6,5 6,6 8. BOD5 mg/L 3,2 1,3 2,4 1,9 9. Nitrat (NO3-N) mg/L 0,6 0,5 0,6 0,6 10. Pospat (PO4) mg/L <0,03 0,16 <0,03 <0,03 11. Kadar Organik Substrat % 8,65 6,85 15,17 2,45 Keterangan:

Stasiun 1 : Daerah Kontrol Stasiun 2 : Daerah Pemukiman Stasiun 3 : Daerah Industri Stasiun 4 : Daerah Pelelangan Ikan

4.2.1 Parameter Fisika

Tabel 6 menunjukkan nilai parameter fisika perairan yang diukur. Suhu berkisar antara 27-280C dan ini merupakan suhu perairan yang baik bagi kehidupan organisme air. Suhu tertinggi terdapat di stasiun 3 yaitu sebesar 280C. Hal ini dapat disebabkan karena stasiun 3 merupakan daerah industri yang limbahnya

langsung dibuang ke dalam air dan juga karena tidak adanya tanaman sebagai naungan di sekitarnya. Menurut Barus (2004), pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor antropogen (faktor yang diakibatkan oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan sehingga badan air terkena cahaya matahari langsung. Suhu dari keempat stasiun tidak jauh berbeda dan masih merupakan suhu yang sesuai untuk kehidupan ikan.

Parameter lain yang diukur yaitu kecepatan arus. Nilai kecepatan arus berkisar 0,35-0,47 m/det. Kecepatan arus yang tertinggi terdapat di stasiun 4 yaitu sebesar 0,47 m/det. Menurut Odum (1996), kecepatan arus ditentukan oleh kemiringan, kekerasan, kedalaman, dan kelebaran dasarnya. Menurut Suwartimah

et al.,(2011), kecepatan arus merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap keberadaan biota yang ada di perairan mengalir, kondisi arus suatu perairan sungai dipengaruhi oleh adanya perbedaan ketinggian lokasi antara bagian hulu dengan hilir, semakin besar perbedaan ketinggiannya, maka arus air yang mengalir akan semakin deras. Nilai kecepatan arus termasuk di semua stasiun termasuk kategori lambat. Hal ini yang menyebabkan banyaknya ikan

Mystus nemurus yang diperoleh karena ikan ini lebih suka hidup di perairan yang berarus lambat.

Penetrasi cahaya yang paling tinggi terdapat di stasiun 1 yaitu 0,6 m dan yang terendah terdapat di stasiun 4 yaitu 0,2 m. Tingginya penetrasi cahaya di stasiun 1 disebabkan karena stasiun ini merupakan daerah yang tidak ada aktivitas manusia sehingga tidak banyak limbah yang masuk dan jumlah bahan-bahan organik sedikit. Nilai penetrasi cahaya akan mempengaruhi jenis ikan yang ada di perairan karena ada beberapa ikan yang makanan utamanya adalah plankton terutama ikan yang bermulut kecil. Dari hasil penelitian di stasiun 1 ini diperoleh jenis-jenis ikan yang memiliki mulut yang kecil seperti Hemirhamphodon sp.dan

Doryichtys boaja. Menurut Kottelat et al., (1993), ikan-ikan bermulut kecil (misalnya Syngnathidae) cenderung untuk memakan plankton atau organisme lain yang menempel pada tumbuhan air. Pada stasiun 3 dan 4 penetrasi cahaya termasuk rendah karena banyaknya aktivitas manusia yang menghasilkan limbah ke dalam badan sungai dan mengakibatkan kondisi perairan lebih keruh.

Kedalaman sungai juga merupakan salah satu parameter fisika yang diukur. Dari keempat stasiun, stasiun 3 merupakan daerah yang nilai kedalamannya tertinggi sebesar 4 meter. Kedalaman suatu perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam badan air. Menurut Taqwa (2010), interaksi antara faktor kekeruhan perairan dengan kedalaman perairan akan mempengaruhi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam perairan, sehingga berpengaruh langsung pada kecerahan, selanjutnya akan mempengaruhi kehidupan fauna.

4.2.2 Parameter Kimia

Tabel 6 menunjukkan nilai parameter kimia perairan yang diukur. Nilai oksigen terlarut berkisar 4,8-6,4 mg/l. Nilai DO tertinggi terdapat di stasiun 1 yaitu 6,4 mg/l sedangkan nilai DO terendah di stasiun 2 yaitu 4,8 mg/l. Nilai DO yang tinggi di stasiun 1 disebabkan karena minimnya aktivitas sehinga limbah yang dihasilkan tidak banyak dan juga karena banyaknya vegetasi yang tumbuh dan melakukan fotosintesis di daerah ini. Tingginya nilai DO di stasiun ini juga mempengaruhi kehadiran ikan sehingga di stasiun ini ditemukan 10 spesies ikan. Nilai DO yang rendah di stasiun 2 dapat diakibatkan karena banyaknya aktivitas masyarakat yang menghasilkan limbah. Hal ini yang menyebabkan kehadiran ikan di stasiun 2 sangat sedikit yaitu hanya 5 spesies ikan yang ditemukan.

Oksigen terlarut dalam air sangat penting bagi kehidupan organisme air yang ada di dalamnya. Sumber oksigen di dalam air dapat berasal dari hasil fotosintesis tumbuhan air dan juga dari udara yang ada di permukaan air. Menurut Salmin (2005), oksigen memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik.

Menurut Taqwa (2010), oksigen terlarut merupakan variabel kimia yang mempunyai peran penting sekaligus menjadi faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Lebih lanjut dinyatakan bahwa daya larut oksigen dapat berkurang dengan meningkatnya suhu air dan salinitas. Secara ekologis, konsentrasi oksigen terlarut juga menurun dengan adanya penambahan bahan organik, karena bahan organik tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang mengkonsumsi

oksigen yang tersedia. Pada tingkatan jenis, masing-masing biota mempunyai respon yang berbeda terhadap penurunan oksigen terlarut.

Derajat keasaman (pH) berkisar 6,4-6,8. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 1 sebesar 6,8. Menurut Rahmawati (2011), agar memenuhi syarat untuk suatu kehidupan, air harus mempunyai pH sekitar 6,5-7,5. Bila pH < 7, maka air bersifat asam, jika pH > 7 maka air bersifat basa. Air limbah dan bahan buangan industri dapat mengubah pH air sehingga akan mengganggu kehidupan biota akuatik yang sensitif terhadap perubahan pH.

Menurut Barus (2004), air yang mempunyai pH antara 6,7-8,6 mendukung populasi ikan. Kondisi perairan yang besifat sangat asam maupun sangat basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Sedangkan pH yang tinggi akan menyebabkan keseimbangan antara amonium dan amoniak dalam air akan terganggu. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amoniak yang juga bersifat sangat toksik bagi berbagai jenis organisme.

Nilai BOD5 dari keempat stasiun berkisar 1,3-3,2 mg/l. Nilai BOD5 tertinggi terdapat di stasiun 1 yaitu 3,2 mg/l. Menurut Barus (2004), nilai BOD menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik yang diukur pada suhu 200C. Menurut Landau (1992), peningkatan nilai BOD akan mengakibatkan nilai DO turun.

Nitrat juga merupakan salah satu parameter yang penting untuk diukur. Kandungan nitrat yang diperoleh hampir sama yaitu 0,5-0,6 mg/l. Menurut Barus (2004), nitrat merupakan produk akhir dari proses penguraian protein dan nitrit. Nitrat merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan termasuk alga dan untuk fitoplankton untuk dapat tumbuh dan berkembang.

Pospat dari keempat stasiun berkisar 0,03-0,16 mg/l. Nilai tertinggi terdapat di stasiun 2 yaitu 0,16 mg/l. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan hidup organisme (Nybakken, 1992). Menurut Effendi (2003), sumber fosfat berasal dari perairan alami dan antropogenik seperti industri dan domestik.

Kandungan organik substrat yang diperoleh tertinggi terdapat di stasiun 3 yaitu 15,17%. Hal ini disebabkan stasiun 3 merupakan daerah industri kopra

dimana limbahnya langsung dibuang ke dalam air sehingga meningkatkan kandungan bahan organik. Menurut Suin (2002), keadaan substrat dasar badan air juga perlu diketahui. Organisme air yang hidup pada substrat dasar suatu ekosistem air sangat tergantung kepada tipe substrat dan kandungan bahan nutrisi atau bahan organik yang terdapat di dalam substrat tersebut.

Dokumen terkait