• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor – faktor yang berkaitan dengan penggunaan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Kontrasepsi Dalam Rahim)

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Faktor – faktor yang berkaitan dengan penggunaan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim) Kontrasepsi Dalam Rahim)

2.4.1 Umur

18

mempengaruhi seseorang dalam mencari pengobatandan penggunaan fasilitaspelayanan kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Utami (2013) di RSUP DR. M. Djamil menyebutkan bahwa sebesar 79% ibu pasca salin yang menggunakan AKDR pasca plasenta berumur 20-35 tahun. Hasil penelitian Winarni (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur semakin tinggi proporsi wanita yang memakaiAKDR. Hal ini sejalan dengan penelitian Willopo dan Pastuti (2007) menyatakan bahwa variabel umur menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap penggunaanAKDR. Hasil analisis penelitian ini menunjukkan semakin meningkatnya umur seseorang dan telah tercapainya jumlah anak ideal akan mendorong pasangan untuk membatasi kelahiran, hal ini yang akan meningkatkan peluang responden untuk menggunakan AKDR.

Hasil penelitian oleh Kusumaningrum (2009), menyatakan bahwa umur, tingkat pendidikan dan jumlah anak mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan pada pasangan usia subur. Menurut Musdalifah dan Rahma (2013) menyatakan bahwa umur, efek samping, dukungan suami, pemberian informasi petugas KB berhubungan dengan pemilihan jenis kontrasepsi. Karakteristik umur ibu dapat mempengaruhi perilaku saat menentukan pemakain kontrasepsi, semakin tua umur maka pemilihan kontrasepsi ke arah efektifitas lebih tinggi yaitu jenis metode kontrasepsi jangka panjang lebih diminati. Sejalan dengan hasil penelitian Amiranty (2003) menyatakan bahwa terdapat hubungan pada tiap kelompok umur dengan pemakaian MKJP, dimana wanita yang berusia 36-49 tahun memiliki peluang 10 kali lebih besar memakai MKJP dibandingkan dengan wanita yang berusia 15-19 tahun.

19

2.4.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi perilaku mengenai kondisi kesehatannya. Pendidikan dapat meningkatkan akses pelayanan, yaitu dengan meningkatkan akses wanita terhadap informasi, dan meningkatkan kemampuan dalam menyerap konsep kesehatan baru. Konsep variabel pendidikan diperoleh dari teori Anderson (2003) bahwa pendidikan mempengaruhi pemilihan kontrasepsi. Pendidikan seorang ibu akan menentukan pola penerimaan dan pengambilan keputusan, semakin berpendidikan seorang ibu maka keputusan yang akan diambil akan lebih baik.

Sesuai dengan hasil penelitian Utami (2013) dimana 49 % ibu pasca salin yang menggunakan AKDR pasca plasenta dengan pendidikan tinggi. Alasan mengenai pengaruh pendidikan terhadap peningkatan penggunaan alat kontrasepsi adalah semakin tinggi pendidikan formal seseorang, maka usia kawin akan semakin tua sehingga menurunkan jumlah kelahiran (Freedman et al.,, 1994).Hasil penelitian di Kenya menunjukkan bahwa responden yang menggunakan AKDRdan implant adalah responden berpendidikan tinggi (Magadi dan Curtis, 2003).Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Tatarini Purba (2009) yang menyatakan adanya hubungan antara pendidikan dengan pemakaian alat kontrasepsi.

2.4.3 Persepsi Tentang Kontrasepsi AKDR Pasca Plasenta

Persepsi merupakan salah satu proses penilaian terhadap suatu obyek. Persepsi seseorang akan mempengaruhi proses belajar dan mendorong seseorang untuk melaksanakan sesuatu. Individu dituntut untuk memberikan penilaian

20

terhadap suatu obyek yang dapat bersifat positif atau negatif, senang atau tidak senang dan sebagainya. Dari adanya persepsi akan terbentuk sikap yang memiliki kecenderungan stabil untuk berprilaku atau bertindak tertentu di dalam situasi tertentu pula (Walgito, 2010). Menurut Prasetijo (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan persepsi seseorang adalah a) Faktor internal yang meliputi pengalaman, kebutuhan saat itu, nilai-nilai yang dianut, dan ekspektasi atau pengharapan; b) Faktor eksternal yang meliputi penampilan produk, sifat-sifat stimulus, dan situasi lingkungan.

Menurut Notoatmodjo (2007) setelah seseorang mendapatkan stimulus tentang objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan dapat melaksanakan apa yang diketahui atau disikapinya. Inilah yang disebut praktik kesehatan, atau dapat dikatakan sebagai perilaku kesehatan. Oleh sebab itu indikator praktik kesehatan ini sangat berkaitan dengan persepsi.Pengalaman selama menggunakan AKDR, informasi yang diperoleh akseptor baik dari puskesmas, media massa dan media elektronik serta informasi dari akseptor lain yang telah menggunakanAKDR,menimbulkan suatu persepsitersendiri pada calon akseptor (BKKBN, 2012). Hal yang membuat seseorang tertarik kembali ke sesuatu yang dianggap baik dan aman bisa disebabkan karena pengalaman sebelumnya. Jika pada saat ibu memakai alat kotrasepsi dimana ibu kurang tertarik dengan alat kontrasepsi yang digunakan, maka jika ada keluhan yang wajar, maka ibu akan cendrung secara cepat mengambil keputusan pengalamanlah yang akan diambil.

21

Belum banyaknya penggunaan AKDR pasca plasenta bisa dikarenakan oleh persepsi akan rasa aman yang kurang dari cara pemasangan AKDR pasca plasenta, dimana setelah bersalin masih keluar darah yang banyak dan AKDR di dalam rahim yang telah dipasangkan bisa terlepas bersamaan dengan darah yang keluar. Selain itu berdasarkan hasil penelitian Imbarwati (2009) menyatakan bahwa 65% reponden mempunyai persepsi efek samping pemakaian AKDR seperti perdarahan, AKDR dapat keluar sendiri, haid lebih lama, lebih banyak dan nyeri selama haid. Hasil penelitian dari Santosaet al.,2014 pada peserta KB non AKDR memiliki persepsi kurang baik dalampenggunaan KB AKDRkarena adanya perasaan malu terhadap cara pemasangan AKDR dan tidak ada dukungan penuh dari pihak-pihak terkait termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat. 2.4.4 Paritas

Parias adalah wanita yang pernah melahirkan satu keturunan atau lebih yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tersebut hidup pada saat lahir (Bobak dkk, 2005). Hasil analisis Kusumaningrum (2009) menunjukkan kecenderungan bahwasebagian besar responden yang memakai metode kontrasepsiIUD mempunyai paritas lebih dari dua dan bertujuan untuk membatasi kelahiran. Hal ini sejalan dengan penelitian Willopo dan Pastuti (2007) menunjukkan hubungan bermakna antara paritas dengan penggunaan kontrasepsi bahwa responden yang telah melahirkan tiga sampai empat kali mempunyai peluang untukmenggunakan AKDR sebesar 1,5 kali. Berbeda dengan penelitian di Cina bahwa penggunaan AKDR paling tinggi (57%) pada wanita yang memiliki

22

anak satu dan mengalami penurunan (kurang dari 26%) pada wanita yang memiliki anak dua orang atau lebih (Wang dan Altmann, 2002).

Hasil penelitian Yusuf (2001) menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara proporsi penggunaan MKJP dengan kelompok responden yang memiliki jumlah anak hidup yang lebih kecil dengan kelompok responden yang memiliki jumlah anak yang lebih besar. Responden yang memiliki jumlah anak yang lebih dari dua orang mempunyai kemungkinan 20 kali lebih besar untuk menggunakan MKJP dibandingkan dengan ibu yang mempunyai anak kurang dari dua orang. 2.4.5 Pengetahuan Kontrasepsi AKDR Pasca Plasenta

Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu melalui pancaindra manusia (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan yang benar tentang program KB termasuk berbagai jenis kontrasepi akan meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam program KB (BKKBN, 2008). Penelitian oleh Yusuf (2001) menyatakan bahwa responden yang memiliki pengetahuan tinggi memiliki kecendrungan dua kali lebih besar untuk menggunakan metode kontrasepsi MKJP dibandingkan responden yang berpengetahuan rendah.

Pada umumnya, responden yang tidak memakai kontrasepsi AKDR pasca plasenta karena merupakan sebuah konsep yang baru apalagi AKDR dapat dipasang langsung dalam 10 menit setelah melahirkan (Salem et al., 2003). Penelitian ini sejalan penelitian Utami (2013) yang menyatakan adanya hubungan pengetahuan ibu dengan unmet need AKDR pasca plasenta.

23

2.4.6 Pola Pembiayaan Pelayanan AKDR Pasca Plasenta

Biaya adalah sejumlah pengorbanan yang dikeluarkan untuk menghasilkan atau menggunakan komoditi tertentu. Biaya mencakup semua jenis pengorbanan yang dapat berbentuk uang, barang, waktu, ataupun kesempatan yang hilang termasuk kenyamanan yang terganggu (Lowson et al., 2010). Responden yang tidak mengeluarkan biaya pelayanan KB, berpeluang besar untuk menggunakan AKDR.Penelitian oleh Willopo dan Pastuti (2007) yang menunjukkan hubungan yang bermakna antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan permintaan pelayanan KB AKDR. Jika tidak ada biaya yang dikeluarkan (gratis) maka peluang responden yang ingin membatasi kelahiran sebesar 1,6 kali. Ini sejalan dengan penggunakan metode kontrasepsi AKDR oleh wanita di Cina karena pemakainnya lama, reversibilitas, memiliki efektivitas tinggi dan pemasangannya tidak mengeluarkan biya (Rivera dan Best, 2002). Sedangkan penelitian di Bangladesh tentang faktor yang mempengaruhi pemilihan kontrasepsi meliputi ketersediaan atau akses dan biaya yang dikeluarkan (Mannan, 2002). Hal yang berbeda didapatkan dalam survei di delapan klinik keluarga berencana Afrika Selatan, menyatakan bahwa meskipun AKDR telah tersedia secara gratis di layanan sektor keluarga berencana tetapi hal tersebut tidak dimanfaatkan(Shelsley et al.,2010).

Penelitian tentang pelayanan KB di Indonesia menyatakan bahwa biaya pelayanan kontrasepsi AKDR lebih besar dibandingkan dengan pelayanan metode kontrasepsi lainnya, akan tetapi biayanya akan menurun seiring dengan lamanya waktu penggunaan (Adioetomo, 1993). Hal ini sejalan dengan analisis biaya

24

pelayanan kontrasepsi AKDR oleh wanita di Amerika Serikat selama lima tahun, disebutkan bahwa total biaya pelayanan AKDR lebih murah dibandingkan dengan biaya kontrasepsi suntik dan pil (Chiou et al., 2003). Asuransi kesehatan yang ada di Bali sekarang ini adalah Jamkesmas, JKBM, dan BPJS sudah menggratiskan pelayanan AKDR pasca plasenta dan KB pasca salin lainnya, tetapi jika pasien umum maka pasien akan membayar sesuai dengan kebijakan tempat layanan. Besarnya retribusi pemasangan AKDR pada pasien umum sesuai dengan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 25 Tahun 2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, besarnya retribusi pemasangan AKDRadalah Rp 40.000 sudah termasuk jasa sarana dan jasa pelayanan.

2.4.7 Peran Petugas Kesehatan

Peran petugas dalam hal ini adalah terkait dengan pemberian informasi tentang kontrasepsiAKDR pasca plasenta. Pemberian informasi oleh petugas mempunyai hubungan dengan pemakaian AKDRdan sumber informasi tentang kontrasepsi ini yangpaling dominan adalah dari bidan (Anggarini dan Martini, 2011). Sebelum pelayanan KB pasca persalinan termasuk pelayanan AKDR pasca plasenta, akan dilakukan tahapan persiapan dengan melakukan konseling saat pemeriksaan kehamilan, atau dapat dilaksanakan terpadu dalam P4K melalui amanat persalinan serta penyampaian informasi pada kelas ibu hamil dan diingatkan kembali pada setiap kunjungan pemeriksaan kehamilan berikutnya. Perempuan yang menerima informasi mengenai perencanaan pemakaian kontrasepsi pasca persalinan ketika melakukan pemeriksaan kehamilan, lebih

25

banyak menggunakan kontrasepsi pasca melahirkan dibandingkan mereka yang tidak mendapatkan informasi tersebut (Maika dan Kuntohadi, 2009).

Berdasarkan penelitian Darwani (2012) didapatkan hasil dari 40 responden ternyata 23 diantaranya tidak menggunakan AKDR karena kurangnya informasi tentang AKDR dari tenaga kesehatan. Penelitian tersebut menunjukkan adanya pengaruh informasi dari tenaga kesehatan terhadap penggunaan AKDR oleh akseptor KB dimana ibu yang mendapatkan informasi cukup, maka semakin besar kemungkinan untuk menggunakan AKDR.

2.4.8 Pelayanan Pemeriksaan Kehamilan

Pelayanan pemeriksaan kehamilan mempertimbangkan tempat pemeriksaan kehamilan dan frekuensi pemeriksaan selama kehamilan. Kunjungan selama kehamilan, dan cukupnya jumlah kontak dengan sistem pelayanan kesehatan adalah cara yang cukup menjanjikan untuk merencanakan pelayanan kebutuhan keluarga berencana dan meraih perempuan yang baru melahirkan agar terhindar dari unmet need terhadap alat kontrasepsi (Ross dan Winfrey, 2001).

Hasil penelitian oleh Maika dan Kuntohadi (2009) menunjukkan bahwa variabel frekuensi pemeriksaan kehamilan berhubungan dengan penggunaan kontrasepsi pasca melahirkan. Ini menunjukkan semakin sering responden memeriksakan kehamilannya, maka semakin meningkat kecendrungannya untuk menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan. Wanita yang melakukan pemeriksaan kehamilan yang cukup akan mendapatkan informasi terhadap penggunaan kontrasepsi (Abera et al., 2015). Hal ini konsisten dengan studi prospektifdilakukandi Kenya dan Zambia menunjukkan bahwa pemberian

Dokumen terkait