• Tidak ada hasil yang ditemukan

8. Penyakit Tanaman Karet

5.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Menjadi Lahan Kelapa Sawit

Untuk pemaparan mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu akan dijelaskan menggunakan persamaan regresi linier berganda. Data yang didapatkan melalui koesioner ditabulasi kemudian dianalisis menggunakan SPSS 16 sehingga didapat hasil sebagai berikut ini.

Tabel 5.5 Hasil Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Karet Rakyat Menjadi Lahan Kelapa Sawit Rakyat

Variabel Koefisien β thit Signifikansi VIF

Konstanta -0,471 -1,527 0,132

Biaya usahatani (X1) 0,0000000122 0,221 0,826 2,0 Harga karet ditingkat petani (X2) -0,057 -1,610 0,113 1,0 Pendapatan sebelum konversi (X3) 0,0000000260 0,764 0,448 1,6 Pengeluaran sebelum konversi (X4) 0,000000257 2,731 0,008 4,8 Luas kepemilikan lahan (X5) 0,718 10,837 0,000 4,7 Minat petani (D1) 0,265 2,698 0,009 1,1 Penyakit tanaman karet (D2) 0,286 2,080 0,042 1,0

R2 0,940

Fhit 139,980 0,000

Sumber: Analisis Data Primer, 2015

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dibuat model persamaan regresi sebagai berikut : Y = - 0,471 + 0,0000000122X1 – 0,057X2 + 0,0000000260X3+ 0,000000257X4 +

0,718X5 + 0,265D1 + 0,286D2 + e Dimana :

Y = Luas lahan yang dikonversi (ha)

X1 = Biaya usahatani sebelum konversi lahan (Rp/bulan) X2 = Harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (Rp) X3 = Pendapatan usahatani sebelum konversi lahan(Rp/bulan) X4 = Pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan(Rp/bulan) X5 = Luas kepemilikan lahan (ha)

D1 = Minat petani

D2 = Penyakit tanaman karet

Determinasi variabel didapat dari nilai R-squared sebesar 0,940 atau 94%. Ini menunjukkan bahwa variabel dependen yaitu luas lahan yang dikonversi dapat dijelaskan oleh variabel independennya yaitu biaya usahatani sebelum konversi

lahan, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan, pendapatan petani sebelum konversi lahan, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan, luas kepemilikan lahan, minat petani, dan penyakit tanaman karet sebesar 94%, sisanya sebesar 6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model estimasi.

a. Uji Pengaruh Variabel Secara Serempak

Uji serempak dengan uji F bertujuan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas secara serempak terhadap variabel terikat. Dari estimasi tersebut diperoleh nilai Fhit sebesar 139.980 lebih besar dari Ftabel 2,16, dan nilai signifikansi uji F pada tabel 5.5 sebesar 0,00 lebih kecil dari nilai signifikansi kesalahan yang ditolerir yaitu 5% atau 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1), harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (X2), pendapatan usahatani sebelum konversi lahan (X3), pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4), luas kepemilikan lahan (X5), minat petani (D1) dan penyakit tanaman karet (D2) secara serempak berpengaruh nyata terhadap luas lahan yang dikonversi dari lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu.

b. Uji Pengaruh Variabel Secara Parsial

Setelah dilakukan uji pengaruh variabel secara serempak, pembahasan dilanjutkan dengan pengujian pengaruh variabel bebas secara parsial. Hasil uji t menunjukkan pengaruh variabel-variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Jika nilai

signifikansi t lebih kecil dari α (level of significant) yang ditentukan (X0,05), atau nilai t-hitung lebih besar t-tabel, maka pengaruhnya nyata (signifikan). Dari hasil

estimasi diperoleh hasil uji parsial dan koefisien regresi setiap variabel sebagai berikut :

1. Konstanta

Konstanta sebesar –0,471, secara teorirtis nilai ini menunjukkan bahwa luas konversi lahan karet rakyat di Kecamatan STM Hulu adalah sebesar 0,471 ha walaupun tidak ada dipengaruhi oleh biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1), harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (X2), pendapatan petani sebelum konversi lahan (X3), pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4), luas kepemilikan lahan (X5), minat petani, (D1) dan penyakit tanaman karet (D2). 2. Biaya Usahatani Sebelum Konversi Lahan

Nilai thit biaya usahatani sebelum konversi lahan (X1) sebesar 0,221 lebih kecil dari ttabel 1,670, dan nilai signifikansi t lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (0,826>0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.

Dimana :

Ho : secara parsial, biaya usahatani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;

H1 : secara parsial, biaya usahatani sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Berdasarkan hipotesis diatas bahwa biaya usahatani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat. Koefisien variabel biaya usahatani sebelum konversi lahan yang bernilai 0,0000000122 secara umum nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa setiap peningkatan biaya usahatani sebelum konversi lahan sebesar Rp1 akan menyebabkan kenaikan konversi lahan karet rakyat sebesar 0,0000000122 hektar (ceteris paribus). Hal ini

karena biaya yang ditanggung petani di Kecamatan STM Hulu cukup tinggi terutama biaya pupuk dan biaya tenaga kerja pada tanaman karet yang mengakibatkan penerimaan petani menjadi berkurang karena harus menyisihkan biaya yang lebih untuk usahataninya.

3. Harga Karet Ditingkat Petani Sebelum Konversi Lahan

Nilai thit harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan (X2) adalah -1,610 lebih kecil dari ttabel 1,670 dan nilai signifikan t (0,113) lebih besar dari nilai tarif nyata yang digunakan sebesar (0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak. Dimana :

Ho : secara parsial, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi; H1 : secara parsial, harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Berdasarkan hipotesis diatas bahwa harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat. Akan tetapi hasil estimasi menunjukkan bahwa koefisien regresi variabel harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan bertanda negatif. Koefisien variabel harga karet ditingkat petani sebelum konversi lahan yang bernilai -0,057, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan, bahwa jika terjadi kenaikan harga sebanyak Rp1 maka akan terjadi penurunan alih fungsi sebanyak 0,057 ha (ceteris

paribus). Hal ini karena harga karet yang diterima petani naik yang kemudian

mempengaruhi penerimaan petani yang selanjutnya berdampak terhadap peningkatan pendapatan petani sehingga petani mengurungkan keinginannya untuk mengkonversi lahan. Hal ini sesuai dengan Darwis (2006), yang

menyatakan bahwa harga jual merupakan salah satu perangsang (motivator) bagi petani untuk melakukan pekerjaannya.

4. Pendapatan usahatani Sebelum Konversi

Nilai thit pendapatan usahatani sebelum konversi (X3) sebesar 0,764 lebih kecil dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (0,448>0,05) dengan demikian H0 diterima dan H1 ditolak.

Dimana :

Ho : secara parsial, pendapatan usahatani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi; H1 : secara parsial, pendapatan usahatani sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Berdasarkan hipotesis diatas bahwa pendapatan usahatani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat di Kecamatan STM Hulu. Koefisien pendapatan usahatani sebelum alih fungsi lahan bernilai 0,0000000260, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa jika terjadi peningkatan pendapatan sebesar Rp1 maka akan terjadi peningkatan konversi lahan sebanyak 0,0000000260 ha (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena pendapatan usahatani yang diterima petani di Kecamatan STM Hulu dari komoditi karet masih belum cukup untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan keluarga petani apalagi pengeluaran keluarga petani yang selalu meningkat serta jumlah tanggungan petani di Kecamatan STM Hulu cukup tinggi yaitu rata-rata 3,5 jiwa/petani.

5. Pengeluaran Keluarga Sebelum Konversi Lahan

Nilai thit pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan (X4) sebesar 2,731 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,008>0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Dimana :

Ho : secara parsial, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi; H1 : secara parsial, pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Hal ini berarti variabel pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit di Kecamatan STM Hulu. Koefisien pengeluaran sebelum konversi lahan bernilai 0,000000257, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa jika terjadi peningkatan pengeluaran keluarga sebelum konversi lahan sebanyak Rp 1 maka akan terjadi peningkatan luas konversi lahan sebanyak 0,000000257 ha (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena biaya kehidupan yang semakin meningkat dengan jumlah keluarga yang cukup banyak membuat petani berpikir dan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan cara yang ditempuh petani adalah dengan mengganti sumber penghasilannya yang semula dari komoditi karet menjadi komoditi yang lebih menguntungkan yaitu kelapa sawit. Sesuai dengan penelitian oleh Pewista (2011) di Kabupaten Bantul yakni penduduk dengan jumlah tanggungan 4-6 orang yang paling banyak melakukan konversi lahan pertaniannya. Telah diketahui bahwa semakin banyaknya tanggungan keluarga tentunya pengeluaran keluarga juga

semakin besar. Untuk mendapatkan penghasilan rumah tangga yang besar tentunya akan dilakukan berbagai upaya, dan tidak sedikit petani yang memiliki lahan pertanian akan mengkonversi lahan pertaniaanya untuk menghasilkan tambahan biaya agar dapat mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.

6. Luas Kepemilikan Lahan

Nilai ttabel luas kepemilikan lahan (X5) sebesar 10,837 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,000>0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

Dimana :

Ho : secara parsial, luas kepemilikan lahan sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi; H1 : secara parsial, luas kepemilikan lahan sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Hal ini berarti variabel luas kepemilikan lahan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu. Koefisien luas kepemilikan lahan 0,718, secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan bahwa jika terjadi peningkatan luas kepemilikan lahan sebanyak 1 ha maka akan terjadi peningkatan luas konversi lahan sebanyak 0,718 ha (ceteris paribus). Hal ini terjadi karena tanaman kelapa sawit lebih mudah dalam pengawasan seperti pengawasan diwaktu panen walaupun lahan luas. Serta tanaman kelapa sawit lebih menguntungkan jika lahannya semakin luas. Hasil ini mendukung hasil penelitian Pewista (2011) di Kabupaten Bantul, pada luas lahan < 1.000 m2, dimana sebelum terjadi konversi lahan berjumlah 10 orang atau 14,29%, tetapi kini meningkat menjadi 42 orang

atau 60%. Untuk kepemilikan lahan 1.000–2.000 m2 sebelum konversi lahan ada 45 orang atau 64,29% tetapi setelah konversi lahan mengalami penurunan menjadi 22 orang atau 31,43%. Sedangkan pemilik lahan > 2.000 m2 juga mengalami penurunan kepemilikan lahan dari 15 orang atau 21,42% menjadi 6 orang atau 8,57%.

7. Minat Petani

Nilai ttabel minat petani (D1) sebesar 2,698 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,009<0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

Dimana :

Ho : secara parsial, minat petani sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi;

H1 : secara parsial, minat petani sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Minat petani merupakan data yang bersifat kualitatif maka diselesaikan menggunakan variabel Dummy, dengan 0 : ikut-ikutan dan 1 : kemauan sendiri. Hal ini bermakna bahwa variabel minat petani secara parsial berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu. Koefisien minat petani 0,265 ;

Minat petani = 1 : Kemauan sendiri 1 X 0,265 = 0,265 ha = 0 : Ikut-ikutan 0 X 0,265 = 0 ha

Secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan jika karena kemauan sendiri maka luas konversi lahan lebih tinggi yakni sebesar 0,265 ha (ceteris paribus). Hal ini karena petani di kecamatan STM Hulu sudah tahu betul

tentang prospek dari komoditi kelapa sawit itu sendiri, yang menurut mereka lebih menjanjikan dibandingkan dengan tanaman karet. Selain itu, kemudahan dalam perawatan dan pemanenan serta penyakit yang sangat sedikit membuat petani yakin akan komoditi kelapa sawit ini. Selain itu harga karet cenderung turun membuat ptani enggan mengusahakan kembali komoditi karet. Hal ini sesuai dengan penelitian Asrul Wahid (2006), yang dilakukan di Kabupaten Asahan, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat mengkonversi lahan karet menjadi lahan kelapa sawit adalah minat petani.

8. Penyakit Tanaman Karet

Nilai ttabel penyakit tanaman karet (D2) sebesar 2,080 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,670 dan nilai signifikansi t lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (0,042<0,05) dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima.

Dimana :

Ho : secara parsial, penyakit tanaman karet sebelum konversi lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi; H1 : secara parsial, penyakit tanaman karet sebelum konversi lahan berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat luas lahan yang dikonversi.

Berdasarkan hipotesis diatas berarti variabel penyakit tanaman karet secara parsial berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan karet rakyat menjadi lahan kelapa sawit rakyat di Kecamatan STM Hulu.

Koefisien penyakit tanaman karet 0,286 ;

Penyakit tanaman karet = 1 : banyak penyakit 1 X 0,286 = 0,286 ha = 0 : sedikit penyakit 0 X 0,286 = 0,286 ha

Secara teoritis nilai ini hanya menggambarkan kecenderungan jika karena banyak penyakit maka luas konversi lahan lebih tinggi yakni sebesar 0,286 ha (ceteris

paribus). Hal ini karena banyak tanaman petani karet rakyat di Kecamatan STM

Hulu yang mati disebabkan banyaknya penyakit yang menyerang tanaman karet sepeti : penyakit akar putih, akar merah, jamur upas, kanker bercak, busuk pangkal batang, kanker garis dan embun tepung yang membuat petani menjadi merugi apabila diobati akan memerlukan biaya yang cukup tinggi. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Ahmad Muzzani (2015), bahwa keputusan petani mengkonversi lahan sawah irigasi menjadi lahan kelapa sawit yang dilakukan di Kecamatan Hatonduan Kabupaten Simalungun salah satunya karena hama penyakit.

BAB VI

Dokumen terkait