• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON AKTIF

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS KARBON AKTIF

2.6.1 Bahan Baku

Bahan lignoselulosa merupakan prekursor umum yang digunakan dan di dalam industri pembuatan karbon aktif lignolselulosa merupakan 45% dari total bahan baku yang digunakan. Untuk menghasilkan karbon aktif dengan kadar abu yang rendah, kandungan logam haruslah rendah pula, namun kandungan senyawa volatil diperlukan untuk kontrol dalam proses manufaktur. Bahan baku seperti batok kelapa dan biji buah sangat populer untuk banyak jenis karbon aktif, karena densitasnya yang relatif tinggi, sifat kekerasan dan kandungan senyawa volatil yang ideal untuk pembuatan karbon aktif granular. Batok kelapa, biji buah peach dan olive digunakan secara komersial untuk produksi karbon aktif mikropori, yang berguna untuk berbagai aplikasi yang sangat luas [35].

2.6.2 Temperatur Aktifasi

Temperatur, khususnya temperatur aktifasi akhir, mempengaruhi karakteristik karbon aktif yang dihasilkan. Menurut penelitian beberapa peneliti, suhu aktifasi secara signifikan mempengaruhi hasil produksi karbon aktif dan juga luas permukaan karbon aktif [35].

Pradhan [14] melakukan penelitian pembuatan karbon aktif dari lumpur kertas dan sekam padi menggunakan aktifator ZnCl2. Temperatur aktifasi yang digunakan dalam penelitian adalah 500 oC, 550 oC, dan 600 oC. Nilai iodine karbon aktif yang diperoleh meningkat dari suhu 400 oC hingga 600 oC, yaitu sebesar 543,2 menjadi 769,5 mg/g. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Hubungan Temperatur Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [14] Variasi nilai iodine karbon aktif diselidiki sebagai fungsi temperatur aktifasi. Lumpur kertas digunakan sebagai bahan dan waktu aktifasi tetap pada 1 jam. Seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.6, nilai iodine meningkat secara progresif seiring peningkatan suhu aktifasi, dan kemudian menurun saat suhu melebihi 600 °C. Pada suhu tinggi (600 °C), dinding pori antara pori-pori yang berdekatan hancur dan mikropori mengalami kerusakan, yang menyebabkan penurunan nilai iodine karbon aktif. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa suhu optimum untuk produksi karbon aktif dari kertas lumpur sekitar 600 °C [14].

2.6.3 Waktu Aktifasi

Selain suhu aktifasi, waktu aktifasi juga mempengaruhi proses karbonisasi dan sifat karbon aktif [35]. Pada waktu aktifasi 1 hingga 3 jam pada temperatur 600oC luas permukaan karbon aktif meningkat, ditunjukkan dari nilai iodine yang meningkat yaitu sebesar 338,08 menjadi 439,88 mg/g. Hal tersebut dapat dilihat pada penelitian Vitidsant, Suravattanasakul dan Damronglerd [36] tentang pembuatan karbon aktif dari cangkang kelapa sawit melalui proses pirolisa dan aktifasi uap. Ketika waktu pada pirolisa meningkat, beberapa senyawa volatil yang berada di bagian dalam partikel bisa menguap lebih banyak [36]. Hasil penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.7. 0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 450 500 550 600 700 800 900 N ilai Iodi ne (m g/ g) Temperatur Aktivasi (°C)

Gambar 2.7 Hubungan Waktu Aktifasi terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [36]

2.6.4 Konsentrasi Zat Aktifator

Aktifasi dengan memvariasikan konsentrasi ZnCl2 sangat mempengaruhi pengembangan tekstur pori [37]. Dari hasil penelitian yang dilakukan Nsami, et al. [38] tentang karbon aktif dari biji cola dengan aktifator ZnCl2 dipaparkan bahwa pada rentang rasio sampel-ZnCl2 1:0,5 sampai 1:1,5 g/g, kapasitas adsorpsi maksimum adalah rasio sampel-ZnCl2 1:1,5 g/g dan disajikan dalam bentuk grafik pada Gambar 2.8.

Gambar 2.8 Hubungan Rasio sampel-ZnCl2 terhadap Nilai Iodine Karbon Aktif [38]

2.7 PIROLISA

Pirolisa adalah proses dekomposisi termal yang terjadi tanpa adanya oksigen. Pirolisa adalah langkah mula-mula dari pembakaran dan gasifikasi [39]. Proses ini selalu menghasilkan padatan (arang), cairan (air dan senyawa organik), dan gas (CO, CO2, CH4, H2) [40]. 0 100 200 300 400 500 1 2 3 N ilai Iodi ne (m g/ g)

Waktu Aktivasi (Jam)

0 100 200 300 400 500 600 700 800 0,5 1 1,5 2 N ilai Iodi ne (m g/ g) Rasio Sampel-ZnCl2(g/g)

Produk pirolisa dapat digunakan sebagai bahan bakar atau sebagai bahan baku untuk industri kimia. Karena sifat dari prosesnya, yield produk pirolisa yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan yield produk proses lainnya. Secara umum, produk pirolisa lebih murni dan karena itu dapat digunakan dengan efisiensi yang lebih besar. Bahan baku yang cocok untuk pirolisa adalah batubara, kotoran manusia dan hewan, sisa makanan, kertas, kardus, plastik, karet dan biomassa [41].

Sifat termal dari komponen biomassa sangat besar dipengaruhi oleh senyawa-senyawa anorganik di dalamnya. Ketika senyawa-senyawa-senyawa-senyawa tersebut dipanaskan selama pirolisa, panas dari senyawa-senyawa tersebut akan menjadi energi untuk proses pirolisa pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini menghasilkan rangkaian reaksi kompleks yang berlangsung berulang-ulang dan menghasilkan berbagai produk termasuk bio-oil, arang dan gas [41].

2.7.1 Reaksi dalam Proses Pirolisa

Pengaruh proses pirolisa terhadap umpan biomassa secara langsung dapat dilihat seiring proses pirolisa berlangsung. Sebagai contohnya warna biomassa berubah dari putih menjadi coklat, lalu hitam. Ukuran dan berat biomassa berkurang seiring hilangnya feksibilitas dan kekuatan mekanisnya. Pada temperatur sekitar 350

°C, weight loss mencapai 80% dan biomassa yang tersisa terkonversi menjadi arang.

Pemanasan lebih lanjut hingga 600 °C mengurangi massa arang sekitar 9% dari masssa biomassa original. Reaksi utama pirolisa adalah reaksi dehidrasi dan fragmentasi. Melalui kedua reaksi tersebut, beberapa produk akan dihasilkan. Produk akhirnya dapat dibagi 3 kategori, yaitu: senyawa-senyawa volatil yang memiliki berat molekul dibawah 105 (CO, CO2, H2O, asetol, furfural, dan aldehida tak jenuh), tar dan arang [41].

2.7.1.1 Reaksi Dehidrasi

Reaksi dehidrasi adalah salah satu reaksi utama dalam pirolisa. Reaksi ini dominan pada temperatur rendah, yaitu dibawah 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah pengurangan massa molekul biomassa, menguapnya air, produk CO, CO2 dan arang. Pada pirolisa lambat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].

2.7.1.2 Reaksi Fragmentasi

Reaksi fragmentasi dominan pada temperatur di atas 300 °C. Hasil dari reaksi ini adalah depolimerisasi biomassa menjadi senyawa glukosa anhydro dan senyawa volatil ringan yang mudah terbakar. Pada pirolisa cepat, reaksi ini merupakan reaksi yang dominan [41].

2.7.2 Jenis-jenis Pirolisa

Jenis-jenis pirolisa, kondisi dan produknya dapat dilihat pada Tabel 2.3 berikut ini [42].

Tabel 2.3 Kondisi Operasi pada Setiap Jenis Proses Pirolisis Beserta Produk [42]

No. Jenis Kondisi Cairan Padatan Gas

1. Cepat Temperatur reaktor 500°C, laju pemanasan sangat cepat > 1000°C /det, waktu tinggal uap panas 1 det

75% 12% arang 13%

2.

Intermediat Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1 – 1000°C/det, waktu tinggal uap panas 10-30 det

50% 25% arang 25% 3.

Lambat-torrefaction Temperatur reaktor 290°C, laju pemanasan 1°C/det, waktu tinggal padatan 30 menit

0-5% 77% padatan

23% 4.

Lambat-Karbonisasi Temperatur reaktor 400-500°C, laju pemanasan 1°C/det, waktu tinggal padatan berjam-jam sampai berhari-hari

30% 33% arang 35%

2.7.2.1 Pirolisa Lambat-Karbonisasi

Pirolisa ini sudah sejak lama dilakukan (1000 tahun lebih). Proses ini memiliki waktu tinggal yang panjang mulai dari 30 menit hingga berhari-hari. Sumber panasnya berasal dari pembakaran sebagian dari umpannya dan produk utamanya merupakan arang [39].

Gambar 2.9 Alat Pirolisa Lambat-Karbonisasi [39] 2.7.2.2 Pirolisa Cepat

Pirolisa cepat merupakan teknologi yang baru berkembang. Teknologi ini hanya memerlukan waktu tinggal yang singkat. Produk utamanya adalah bio-oil, arang dan gas [39]. Produksi arang dan tar sangat kecil selama proses ini [41].

Gambar 2.10 Alat Pirolisa Cepat [39] 2.7.2.3 Pirolisa Lambat-Torrefaction

Torrefaction adalah proses pirolisa ringan yang mengubah biomassa

lignoselulosa menjadi bahan padat dengan densitas energi yang lebih tinggi,

grindability yang lebih baik dan kelembaban yang lebih rendah dari biomassa asli

[42].

2.8 ADSORPSI

Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau zat terlarut dalam cairan terakumulasi pada permukaan padatan (adsorben), membentuk molekul lapisan film atau atom (adsorbat). Adsorpsi berbeda dari absorpsi, di mana zat berdifusi ke cairan atau padatan untuk membentuk larutan [43]. Gaya yang membawa physisorption sebagian besar adalah "Gaya dispersi" (dinamai demikian untuk sifatnya menyerupai dispersi optik) dan gaya tolakan jarak pendek. Selain itu, gaya elektrostatik (Coulomb) juga berperan atas adsorpsi molekul polar, atau dengan permukaan

dengan dipol permanen. Secara keseluruhan gaya ini disebut gaya van der Waals, yang dinamai oleh fisikawan Belanda Johannes van der Waals Diderik [44]. Driving

force untuk adsorpsi kimia adalah pengurangan tegangan permukaan antara fluida

dan adsorben sebagai hasil proses adsorpsi pada permukaan[45].

Permukaan atau tegangan antarmuka, , adalah perubahan energi bebas, G, yang menghasilkan luas antara dua fase, A, meningkat. Definisi adalah [45]:

=

, , (2.1)

Dokumen terkait