Kebijakan subsidi listrik tepat sasaran yang penerapannya sudah memasuki tahun kedua yaitu sejak Januari 2017 belum menunjukkan hasil realisasi yang
59
maksimal. Hal ini ditandai dengan masih banyak rumah tangga miskin dan tidak mampu yang belum menerima subsidi listrik yang disebabkan oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor penghambat realisasi pemberian subsidi listrik bagi masyarakat miskin, yaitu:
a. Tidak adanya penggunaan kriteria miskin pada pendataan masyarakat miskin.
Penentuan rumah tangga miskin yang dilakukan oleh pihak keuchik tidak mengacu berdasarkan kriteria miskin, hanya berdasarkan pekerjaan kepala
keluarga dan jumlah anggota keluarga yang ditanggung.19
Masalah ketepatan sasaran dipengaruhi oleh mekanisme penentuan/ identifikasi sasaran. Mengingat sasaran program adalah rumah tangga miskin, kriteria dan mekanisme penentuan atau pengukuran kemiskinan menjadi sangat penting, walaupun konsep dan pengukuran kemiskinan masih diperdebatkan oleh banyak kalangan. Pengukuran kemiskinan dapat dibedakan dalam dua tingkatan, yaitu ukuran kemiskinan makro dan mikro. Ukuran kemiskinan makro biasanya diperlukan untuk pentargetan wilayah, sedangkan ukuran kemiskinan mikro dibutuhkan untuk sasaran rumah tangga/ keluarga.
Pemetaan kemiskinan, seperti yang dihasilkan oleh BPS untuk seluruh wilayah Indonesia menyediakan ukuran-ukuran kemiskinan untuk berbagai tingkatan wilayah dan provinsi sampai dengan gampong, yang merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menentukan pentargetan kewilayahan. Sedangkan untuk pengukuran kemiskinan mikro, yaitu rumah tangga/keluarga,
19Hasil Wawancara dengan Anisah, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Kantor Keuchik Gampong Lamdom Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 13 Maret 2018.
dibutuhkan suatu kriteria operasional yang dapat dengan mudah digunakan untuk mengidentifikasi kemiskinan. Untuk tujuan tersebut, umumnya digunakan
pendekatan karakteristik rumah tangga.20
Pendataan masyarakat miskin yang dilakukan oleh pihak keuchik tanpa adanya pemilahan. Apabila masyarakat tersebut bukan berstatus sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak memiliki penghasilan tetap maka langsung digolongkan sebagai masyarakat miskin, walaupun memiliki usaha sampingan yang memberikan penghasilan tinggi. Seperti tukang becak yang memiliki usaha
rumah kontrakan.21
Menurut pihak keuchik, usaha sampingan yang dimiliki oleh masyarakat miskin tidak bisa menjadi penghalang untuk ditetapkan sebagai masyarakat miskin. Usaha sampingan hanya untuk membantu penghasilan yang tidak mencukupi, walaupun usaha sampingan tersebut memberikan penghasilan tinggi. Sedangkan PNS dan masyarakat yang berpenghasilan tetap memiliki penghasilan
yang mencukupi dari pekerjaannya.22
Masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdata di gampong Batoh berjumlah 101 KK, gampong Blang Cut berjumlah 111 KK, dan gampong Lamdom berjumlah 110 KK.
20Hasil Wawancara dengan Anisah, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Kantor Keuchik Gampong Lamdom Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 13 Maret 2018.
21Hasil Wawancara dengan Siti Alakamah, Kepala Urusan Pembangunan Kantor Keuchik Gampong Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 15 Maret 2018.
22Hasil Wawancara dengan Marleni, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Kantor Keuchik Gampong Blang Cut Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 15 Maret 2018.
61
b. Masih adanya masyarakat miskin yang tidak terverifikasi dalam Data Terpadu TNP2K.
Pada Rapat Kerja antara Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan Komisi VII DPR RI tanggal 17 September 2015, Pemerintah dan Komisi VII sepakat untuk menggunakan data terpadu yang dikelola TNP2K sebagai dasar penetapan sasaran kebijakan subsidi listrik tepat sasaran. Data terpadu berisikan informasi rinci mengenai kondisi sosial ekonomi dari sekitar 40% rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terendah di Indonesia.
Data terpadu adalah rujukan yang telah digunakan sebagai basis sasaran berbagai program perlindungan sosial dan subsidi yang diberikan Pemerintah. Data terpadu dikembangkan sejak tahun 2010 dengan tujuan untuk meningkatkan ketepatan sasaran program perlindungan sosial dan subsidi agar dapat memberikan dampak yang maksimal kepada kelompok masyarakat miskin dan rentan miskin. Informasi dalam data terpadu dimutakhirkan melalui survey
terhadap rumah tangga yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).23
Menurut pihak keuchik, kurang efesien jika Data Terpadu TNP2K digunakan sebagai dasar penetapan sasaran kebijakan subsidi listrik tepat sasaran. Data masyarakat miskin yang dikirim pihak keuchik tidak semua terverifikasi, proses verifikasi yang dilakukanTNP2K hanya berdasarkan pekerjaan dan jumlah anggota keluarga yang ditanggung. Pihak keuchik berharap seharusnya penerima semua program perlindungan sosial, baik subsidi tarif tenaga listrik maupun program lainnya ditentukan oleh pihak keuchik bukan berdasarkan data terpadu,
23subsidi.djk.esdm.go.id, Buku Tanya Jawab Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik
Tepat Sasaran, hlm. 10. Diakses melalui situs: http://subsidi.djk.esdm.go.id/ portal/informasi/download_dokumen pada tanggal 22 Januari 2018.
karena pihak keuchik lebih mengetahui keadaan ekonomi masyarakat di
gampong.24
Program perlindungan yang diberikan Pemerintah selalu disalurkan ke masyararat miskin yang sama. Jika dilihat dari kondisi ekonomi padahal masyarakat yang tidak memporoleh program perlindungan sosial juga tergolong masyarakat miskin. Seharusnya program perlindungan sosial disalurkan secara bergiliran sehingga semua masyarakat miskin mendapatkan bagian. Masyarakat menganggap yang menentukan penerima program perlindungan sosial adalah pihak keuchik bukan berdasarkan data terpadu. Hal ini menimbulkan pemikiran dari masyarakat bahwa pihak keuchik tidak adil dalam menyalurkan program
perlindungan sosial.25
c. Terdapat masyarakat miskin bukan pemegang Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
Rumah tangga miskin yang bukan pemegang KKS atau KPS tidak berhak ditetapkan sebagai pelanggan bersubsidi karena rumah tangga yang ada pada DT TNP2K hanya rumah tangga pemegang kartu tersebut. Berdasarkan hasil wawancara, rumah tangga miskin yang ada dalam DT TNP2K yang diterima oleh PLN adalah para pemegang KKS atau KPS. Oleh karena itu, rumah tangga tersebut langsung ditetapkan berhak sebagai pelanggan bersubsidi oleh PLN. Walaupun pada proses pemilahan pelanggan bersubsidi, rumah tangga tidak perlu menyerahkan salinan KKS atau KPS. Pada proses pengaduan kepesertaan subsidi
24 Hasil Wawancara dengan Elidar, Kepala Urusan Pembangunan Kantor Keuchik Desa Blang Cut Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 15 Maret 2018.
25Hasil Wawancara Muhammad, Warga Gampong Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 16 Maret 2018.
63
tarif tenaga listrik, rumah tangga pengadu tidak menerima subsidi listrik setelah melakukan pengaduan kepesertaan subsidi tarif tenaga listrik karena bukan pemegang KKS atau KPS. Sedangkan rumah tangga pengadu pemegang KKS
atau KPS sudah ditetapkan sebagai pelanggan bersubsidi.26
Petugas keuchik atau petugas kecamatan memang tidak menyampaikan kepada rumah tangga pengadu harus memiliki Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS) karena pada syarat pengaduan hanya dicantumkan apabila ada kartu tersebut bisa disertai, walaupun pada formulir pengaduan kepesertaan subsidi tarif tenaga listrik disediakan kolom untuk mengisi
nomor KKS atau KPS.27
Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS) merupakan kartu yang sama. KPS berlaku pada masa pemerintahan presiden Susilo Bambang Yudhoyono yaitu 2013-2014 yang kemudian sejak masa pemerintahan presiden Jokowi dicabut dan digantikan dengan KKS yang masa berlakunya 2014-2019. Kedua kartu tersebut memuat nama kepala rumah tangga, nama pasangan kepala rumah tangga, nama salah satu anggota rumah tangga, alamat, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan nomor Kartu Keluarga, serta
pada bagian atas sebelah kanan terdapat nomor KKS atau KPS.28
Jumlah pemegang KKS atau KPS untuk setiap gampong tidak banyak, namun tidak bisa dipastikan berapa jumlahnya karena data pemegang kartu tidak diarsipkan di kantor keuchik ataupun kantor camat. Petugas keuchik juga 26
Hasil Wawancara dengan IndraWati, Warga Gampong Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 16 Maret 2018.
27Hasil Wawancara dengan Siti Alakamah, Kepala Urusan Pembangunan Kantor Keuchik Gampong Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 15 Maret 2018.
melakukan pendataan masyarakat miskin dalam menetapkan pemegang kartu tersebut untuk diverifikasi dipusat yang selanjutnya Dinas Sosial akan menyerahkan ke kantor keuchik untuk diambil oleh masyarakat yang bersangkutan.
Pemegang KKS atau KPS sudah terjamin memperoleh semua program perlindungan sosial seperti Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS), Program Indonesia Pintar (PIP), Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN/Program Indonesia Sehat), Program Subsidi Beras Bagi Masyarakat
Berpendapatan Rendah (Rastra), dan Program Keluarga Harapan (PKH).29
Penyaluran program perlindungan sosial yang selalu ditujukan kepada masyarakat yang sama yaitu masyarakat pemegang KKS atau KPS menimbulkan komplain dari masyarakat ke pihak keuchik. Pihak keuchik sudah mencoba mengatasinya dengan mengusulkan nama-nama masyarakat miskin ke Dinas Sosial untuk diterbitkan KKS atau KPS namun tidak ada hasil karena untuk masa
berlaku 2014-2019 tidak diterbitkan lagi.30
d. Tidak berlakunya pemberian subsidi listrik bagi masyarakat miskin yang tinggal di kontrakan.
Bagi rumah tangga miskin dan tidak mampu daya 450 VA dan 900 VA yang pindah alamat (contoh sewa/kontrak/tinggaldengan keluarga), masih dapat memperoleh subsidi tarif tenaga listrik dengan cara wajib melapor ke kantor PLN setempat serta membuat surat pernyataan pindah alamat tempat tinggal yang harus
29Hasil Wawancara dengan Afriza, Warga Gampong Lamdom Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 13 Maret 2018.
30Hasil Wawancara dengan Anisah, Kepala Urusan Kesejahteraan Rakyat Kantor Keuchik Gampong Lamdom Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 13 Maret 2018.
65
ditandatangani oleh rumah tangga yang bersangkutan serta pemilik rumah yang
ditinggali sebelumnya.31
Di Kota Banda Aceh, khususnya wilayah Kecamatan Lueng Bata, bagi masyarakat miskin yang tinggal dikontrakan tidak bisa ditetapkan sebagai penerima subsidi tarif tenaga listrik karena kontrakan digunakan sebagai tujuan bisnis dan pemilik kontrakan bukan tergolong masyarakat miskin, walaupun yang membayar tarif tenaga listrik adalah pengontrak yang tergolong masyarakat
miskin.32
Rumah kontrakan harus menggunakan listrik daya 900 VA, walaupun kontrakan kecil yang sebenarnya bisa menggunakan listrik daya 450 VA. Masyarakat yang tinggal di rumah kontrakan pada umumnya adalah masyarakat miskin yang tidak sanggup untuk memiliki rumah sendiri. Mereka sudah sangat dibebani dengan biaya kontrak yang semakin mahal dan harus ditambah lagi dengan tarif tenaga listrik yang melonjak sangat tinggi sejak Januari 2017 karena
tidak bisa memperoleh subsidi tarif tenaga listrik.33
Masyarakat miskin yang tinggal di rumah kontrakan bukan hanya tidak memperoleh subsidi tarif tenaga listrik, tapi juga program perlindungan sosial lainnya yang diberikan Pemerintah. Padahal kondisi masyarakat miskin yang
31subsidi.djk.esdm.go.id, Buku Tanya Jawab Pelaksanaan Kebijakan Subsidi Listrik
Tepat Sasaran, hlm. 16. Diakses melalui situs: http://subsidi.djk.esdm.go.id/ portal/informasi/download_dokumen pada tanggal 22 Januari 2018.
32Hasil Wawancara dengan Sri Wahyuni, Warga Gampong Lamdom Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 13 Maret 2018.
33Hasil Wawancara dengan M. Yusor, Warga Gampong Blang Cut Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 12 Maret 2018.
tinggal dikontrakan sangat memprihatinkan dan mereka sangat membutuhkan
program perlindungan sosial.34
Dari hasil analisa penulis terlihat bahwa faktor dominan yang menjadi penghambat realisasi subsidi listrik bagi masyarakat miskin di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh karena pendataan masyarakat miskin yang dilakukan oleh pihak keuchik tidak menggunakan kriteria miskin. Masyarakat yang bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan tidak berpenghasilan tetap langsung digolongkan sebagai masyarakat miskin, walaupun memiliki usaha sampingan yang memberikan penghasilan tinggi seperti tukang becak yang memiliki usaha rumah kontrakan.
Hal ini menyebabkan banyak masyarakat miskin yang tidak terdapat dalam DT TNP2K, karena banyaknya jumlah masyarakat miskin yang dikirim oleh pihak Keuchik. Sedangkan yang terdapat dalam DT TNP2K hanya 40% rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan ekonomi terendah di Indonesia. DT TNP2K juga berpengaruh dalam menentukan pemegang Kartu Kesejahteraan Sosial (KKS) atau Kartu Perlindungan Sosial (KPS) yang menjadi acuan pemberian program perlinduangan sosial yang salah satunya subsidi listrik.
Faktor penghambat berupa tidak berlakunya pemberian subsidi listrik bagi masyarakat miskin yang tinggal di kontrakan di Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh juga menunjukkan belum maksimalnya realisasi pemberian subsidi listrik. Berdasarkan Buku Tanya Jawab Kebijakan Subsidi Listrik Tepat Sasaran
34Hasil Wawancara dengan Nazarullah, Warga Gampong Batoh Kecamatan Lueng Bata Kota Banda Aceh, Pada tanggal 16 Maret 2018.
67
yang telah disebutkan di atas, masyarakat miskin yang tinggal di kontrakan dapat memperoleh subsidi listrik setelah mengikuti tata cara yang telah ditentukan.
3.4. Perspektif Hukum Islam Terhadap Realisasi Pemberian Subsidi Listrik