• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Kerangka Teoritis

2.3.3 Faktor-faktor Produksi

Faktor produksi (input) harus diketahui oleh produsen baik jumlah maupun kualitas input yang dibutuhkan dalam memproduksi suatu barang atau jasa. Dalam menghasilkan produk diperlukan pengetahuan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output). Hubungan antara input dan output disebut “factor relationship” (FR). Dalam rumus matematis, FR ini dapat dituliskan dengan:

Y = f (X1 . X2 . …Xi….Xii ) Di mana:

Y = Produk yang dipengaruhi oleh faktor produksi, X, dan X = faktor produksi atau variabel yang mempengaruhi Y.

Dalam proses produksi tebu, maka Y adalah produksi tebu dan X berupa lahan pertanian, tenaga kerja, dan manajemen. Namun demikian, dalam kenyataannya bahwa ke empat komponen faktor produksi tersebut belum cukup untuk dapat memjelaskan Y. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain juga berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi.

Dalam prakteknya faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu; faktor biologi, seperti lahan pertanian dengan macam tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya dan Faktor sosial ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, tersedianya kredit dan sebagainya.

2.3.3.1. Lahan Pertanian

Dalam banyak kenyataan bahwa lahan pertanian dapat dibedakan dengan tanah pertanian. Lahan pertanian banyak diartikan sebagai tanah yang disiapkan untuk diusahakan usahatani, misalnya sawah, tegal dan pekarangan. Dalam usaha perkebunan tebu biasanya lahan pertanian yang digunakan adalah lahan sawah dan tegalan. Sedangkan tanah pertanian adalah tanah yang belum tentu diusahakan dengan usaha pertanian. Dengan demikian, luas tanah pertanian selalu lebih luas dari lahan pertanian.

Ukuran luas lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar. Akan tetapi, bagi petani-petani di pedesaan sering kali masih menggunakan ukuran tradisional; misalnya “ru, bata, jengkal, patok, bahu” dan sebagainya. Petani di Jawa Timur ukuran yang sering dipakai adalah “bahu” sebagai ukuran lahan mereka. Menurut Soekartawi (2003;5) disamping luas lahan, dalam faktor produksi lahan pertanian harus diperhatikan hal-hal berikut; tingkat kesuburan lahan,lLokasi, topografi dan status lahan.

a. Tingkat Kesuburan Tanah

Dahulu ukuran tingkat kesuburan dipakai untuk menentukan tingkat besar-kecilnya pajak tanah atau Iuran Pembangunan Daerah (IPeDa). Di mana pajak lahan sawah selalu lebih tinggi dari pada pajak lahan tegal. Hal ini dapat terjadi karena harga lahan sawah lebih tinggi dari pada harga atau nilai lahan tegal, atau dengan kata lain lahan yang relatif subur harganya juga relatif lebih mahal.

b. Lokasi

Harga lahan pertanian juga dipengaruhi oleh lokasi di mana lahan itu berada. Lahan yang kurang subur tetapi dekat dengan jalan besar atau dekat dengan pusat-pusat pelayanan publik maka harganya relatif lebih mahal bila dibandingkan dengan harga atau nilai lahan yang subur tatapi lokasinya terpencil.

Seringkali lahan pertanian di dataran rendah, harganya relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai lahan pertanian di dataran tinggi. Situasi ini berkaitan dengan kemampuan lahan untuk dapat berproduksi. Lahan pertanian di dataran rendah dapat ditanami padi, palawija, atau sayur-sayuran dalam empat kali setahun, lahannya relatif lebih subur, beririgasi sementara lahan di dataran tinggi kurang subur dan umumnya tidak beririgasi.

d. Status Lahan

Status lahan pertanian, umumnya diklasifikasikan menjadi: lahan milik, lahan sewa dan lahan sakap. Nilai atau harga lahan dengan status milik sering kali lebih mahal bila dibandingkan dengan lahan yang bukan milik. Lahan milik yang biasanya dinyatakan dengan bukti sertifikat tanah selalu harganya lebih tinggi. Hal ini salah satunya disebabkan karena adanya kepastian hukum kepemilikan tanah. Tanah atau lahan pertanian dengan status hak pakai atau hak guna usaha, nilainya relatif lebih rendah daripada harga lahan dengan status hak milik.

2.3.3.2. Tenaga Kerja

Faktor produksi tenaga kerja, merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhitungkaan dalam proses produksi. Baik dalam jumlah tenaga kerja yang tersedia tetapi juga dari segi kualitas dan macam tenaga kerja perlu juga diperhatikan. Beberapa hal yang harus diperhatikan pada faktor produksi tenaga kerja adalah sebagai berikut; tersedianya tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, jenis kelamin, tenaga kerja musiman dan upah tenaga kerja.

Setiap proses produksi diperlukan tenaga kerja yang sukup memadai. Jumlah tenaga kerja yang diperlukan perlu disesuaikan dengan kebutuhan sampai tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.

b. Kualitas Tenaga Kerja

Dalam proses produksi, apakah itu proses produksi barang-barang pertanian atau bukan, selalu diperlukan spesialisasi. Persediaan tenaga kerja spesialisasi ini diperlukan sejumlah tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi pekerjaan tertentu; dan tenaga kerja yang mempunyai spesialisasi tersedia biasanya dalam jumlah yang terbatas.

c. Jenis Kelamin

Kualitas tenaga kerja juga dipengaruhi jenis kelamin; apalagi dalam proses produksi pertanian. Tenaga kerja pria mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu seperti mengolah tanah dan tenaga kerja wanita mengerjakan proses tanam.

d. Tenaga Kerja Musiman

Karena proses produksi pertanian ditentukan oleh musim, maka terjadilah penyediaan tenaga kerja musiman dan pengangguran musiman. Bila terjadi pengangguran semacam ini, maka konsekuensinya akan terjadi migrasi atau urbanisasi musiman.

Besar-kecilnya upah tenaga kerja ditentukan oleh berbagai hal; antara lain dipengaruhi oleh mekanisme pasar atau bekerjanya sistem pasar, jenis kelamin, kualitas tenaga kerja yang menentukan besar-kecilnya upah, Umur tenga kerja di pedesaan juga sering menjadi penentuan besar-kecilnya upah, Lama waktu bekerja, dan tenaga kerja bukan manusia, seperti mesin dan hewan ternak.

2.3.3.3 Modal

Dalam kegiatan proses produksi pertanian, maka modal dibedakan menjadi dua macam, yaitu modal tetap dan modal tidak tetap. Modal Tetap dapat didefinisikan sebagai komponen biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi yang tidak habis dalam sekali proses produksi. Peristiwa ini terjadi dalam waktu yang relatif pendek (short term) dan tidak berlaku untuk jangka panjang (long term), sedangkan modal tidak tetap atau modal variabel adalah komponen biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi dan habis dalam satu kali proses produksi.

2.3.3.4 Manajemen

Dalam usaha tani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dan strategis. Manajemen dapat diartikan sebagai “seni” dalam merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengevaluasi suatu proses produksi. Karena proses produksi melibatkan sejumlah orang (tenaga kerja) dari berbagai tingkatan; baik tingkatan umur, tingkatan pendidikan dan tingkatan posisi maupun tingkatan jabatan, maka manajemen harus bisa mengelola komponen orang-orang tersebut dalam tingkatan atau tahapan proses produksi. Manajemen dalam praktek

banyak dipengaruhi oleh: tingkat pendidikan, tingkat keterampilan, skala usaha, besar-kecilnya kredit, dan komoditas.

Dokumen terkait