• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

2.2 Kajian Teori

2.2.2 Faktor-faktor yang Dapat Menghambat Proses Pembelajaran Bahasa

Keberhasilan kegiatan belajar pembelajar banyak dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Wibawa dan Mukti (1993: 1), faktor-faktor yang dapat menghambat proses belajar pembelajar di dalam kelas berasal dari verbalisme, kekacauan makna, kegemaran berangan-angan, dan persepsi yang tidak tepat.

2.2.2.1 Verbalisme

Verbalisme terjadi apabila guru terlalu banyak atau hanya menggunakan kata-kata dalam menjelaskan materi pembelajaran, memberikan contoh-contoh, dan ilustrasi yang diperlukan. Situasi tersebut dapat mengganggu konsentrasi belajar pembelajar, apalagi apabila kata yang digunakan banyak yang terasa asing atau di luar pengetahuan pembelajar. Sifat pengalaman, tingkat kemahiran bahasa, dan kosa kata yang ada mungkin tidak sama bagi semua pembelajar. Perbedaan tersebut dapat terjadi karena pengaruh lingkunga n tempat tinggal pembelajar. Ada pembelajar yang hidup dalam lingkungan yang memberi kesempatan cukup untuk melihat dan membaca buku-buku, majalah, dan koran yang baik, atau melihat program televisi yang mengandung unsur pengetahuan dan pendidikan. Ada juga pembelajar yang di lingkungan tempat tinggalnya tidak ada televisi, majalah, koran, bahkan buku-buku yang sangat diperlukan.

Kesempatan pergi bertamasya ke tempat-tempat seperti kebun binatang, pantai atau kebun raya turut memperkaya pengalaman pembelajar, memperluas wawasan pengetahuan dan memperkaya kosa kata yang ada pada diri pembelajar.

Kondisi semacam ini kemudian dapat mendorong pembelajar untuk berimajinasi dan mengembangkan kretivitasnya. Apabila guru kurang memahami keadaan latar belakang pengalaman pembelajarnya dan meneruskan cara menyajikan materi pelajaran yang sangat verbal, maka pembelajar akan cepat menjadi bosan dengan pelajaran itu. Apabila pelajaran terakhir, sebagian besar materi pembelajaran yang dijelaskan oleh guru luput dari perhatian pembelajar dan segera dilupakan. Maka alangkah sia-sianya pekerjaan guru yang telah cukup lama dipersiapkan sebelumnya dan alangkah tersiksanya pembelajar. Situasi semacam ini dapat dicegah seandainya guru mempelajari dahulu keadaan pembelajarnya dan menggunakan media (gambar atau benda-benda lainnya) untuk membantu memberikan contoh yang konkret dalam memberikan ilustrasi yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata saja. Dengan perkataan lain, media dapat membantu usaha menghilangkan verbalisme dalam proses belajar.

2.2.2.2 Kekacauan Makna

Apabila berhadapan dengan situasi yang terasa asing orang cenderung akan menelusuri berbagai pengalaman yang pernah dialami di masa lampau. Kemudian mencoba menemukan situasi yang kira-kira hampir sama dengan apa yang sedang ia hadapi. Lalu ia mencoba mengingat- ingat apakah yang biasa ia lakukan di masa lampau apabila berhadapan dengan situasi yang hampir sama dengan apa yang sedang ia hadapi sekarang itu. Apabila perkiraanya meleset atau bertolak belakang, maka nama atau istilah yang sama akan ditafsirkan sangat berbeda dari apa yang dimaksud oleh guru. Misalnya, apabila pembelajar

mendengar kata kuda dalam kata-kata kuda laut pembelajar akan membayangkan kuda tunggang atau kuda penarik kereta. Pembelajar menafsirkan bahwa kuda laut itu ukurannya sebesar kuda tunggang. Padahal dalam kenyataan kuda laut itu tidak sama dengan jenis kuda tunggang yang berkaki empat. Kuda laut hidup di laut dan ukurannya sangat kecil. Di sini makna kata kuda dalam kuda laut tidak ada hubungannya dengan kuda tunggang. Apabila tafsir semacam yang dibuat oleh pembelajar terhadap kuda laut itu luput dari perhatian gur u, maka terjadilah apa yang disebut dengan kekacauan makna. Contoh lain dapat terjadi dalam situasi pada waktu pembelajar di negara tropis belajar tentang makna kata salju. Salju meskipun dingin seperti es batu tetapi tidak sekeras es batu. Salju sangat lunak, halus, dan ringan.

Kesulitan belajar bertambah besar apabila pembelajar yang belajar itu seorang yang pemalu dan tidak berani bertanya kepada guru. Apabila situasi yang demikian terjadi maka makna yang keliru dari konsep, objek atau gejala itu akan dibawa pembelajar untuk waktu yang lama. Di sinilah pemanfaatan media dapat membantu pekerjaan guru dalam menyajikan contoh-contoh nyata dan karena itu dapat membantu dalam proses belajar mereka.

2.2.2.3 Kegemaran Berangan-angan

Kadang-kadang ada beberapa pembelajar yang tampak tenang mengikut i kegiatan belajar dan tidak pernah menimbulkan kesulitan bagi guru dan kelasnya. Mereka selalu tampak mengikuti pelajaran dengan penuh perhatian. Kesulitan baru tampak ketika mereka harus menjawab soal-soal atau pertanyaan dari guru

mereka tidak mampu memberikan jawaban dengan benar. Mengapa hal seperti itu terjadi? Mungkin pembelajar tidak suka dengan materi pembelajaran atau dengan cara guru mengajar dan kemudian pembelajar lari ke dunia angan-angannya.

Meskipun pembelajar duduk tena ng di kelas tetapi pembelajar tidak memperhatikan dan mendengarkan pelajaran ya ng diterangkan oleh guru, pembelajar sibuk dengan dunia angan-angannya. Berangan-angan dapat menjadi senjata bela diri yang ampuh bagi pembelajar yang ingin menghindar dari suasana dan kegiatan kelas yang menjemukan. Namun kege maran berangan-angan dapat menggangu konsentrasi pembelajar ketika mengikuti pelajaran dan karenanya menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Guru yang berpengalaman dengan cepat dapat melihat gejala tingkah laku pembelajar yang suka lari ke dunia angan-angannya dan guru juga akan berusaha mencari penyebabnya. Dalam hal ini media pembelajaran dapat dipakai untuk membantu memberi variasi pada penyajian pelajaran, mengurangi rasa jemu pada pelajaran, membantu menciptakan suasana belajar yang menarik, dan membantu pembelajar dalam memusatkan perhatian.

2.2.2.4 Persepsi yang Kurang Tepat

Kadang-kadang dua orang yang sama-sama melihat satu objek yang sama mempunyai kesan yang berbeda tentang objek itu. Situasi seperti itu terjadi karena faktor- faktor seperti latar belakang pengalaman, pengetahuan, tingkat kemahiran, serta kosa kata yang berbeda, dan bukan karena inderanya tidak berfungsi dengan baik. Hal yang sama dapat terjadi pada sejumlah pembelajar yang sama-sama

duduk dalam satu kelas dan mengikuti pelajaran yang sama. Mereka tidak mempunyai persepsi yang sama tentang tujuan dan isi pelajaran yang dijelaskan.

Bahkan persepsi mereka juga mungkin tidak sama mengenai apa yang menjadi tujuan guru mengajarkan topik tertentu. Apabila ini terjadi maka pembelajar akan memperoleh persepsi dan pemahaman yang keliru yang kemudian akan mempengaruhi respon mereka ketika menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pelajaran tersebut.

Untuk mengatasi hambatan yang timbul karena keterbatasan latar belakang pengalaman dan bahasa seperti tersebut di atas dan untuk mencegah timbulnya pemahaman yang keliru, pemanfaatan media sangat membantu. Media, karena mempunyai kelebihan kemampuan teknis, mampu menyajikan suatu peristiwa secara terpadu atau me nyajikan konsep secara utuh dan benar. Media pembelajaran terutama yang mengandung unsur suara dan gerak ma mpu membuat pembelajar berasa beriteraksi dengan peristiwa yang dilihatnya dan turut merasakan apa yang dialami tokoh-tokohnya. Media seperti chart dapat membantu pembelajar melihat hubungan antarkonsep, peristiwa dan tokoh yang ada dalam pelajaran. Dengan bantuan media seperti chart, pembelajar lebih mudah melihat hubungan antar berbagai komponen suatu teori atau isi suatu pelajaran. Dengan bantuan berbagai jenis media guru lebih mudah mengajarkan ketrampilan menulis, membaca, menyimak, dan berbicara dalam konteks yang bermakna dan lebih mudah mengatasi hambatan-hambatan yang menggangu perhatian pembelajar di kelas.

Dokumen terkait