Data pekerjaan orangtua
abel 4.6 Persentase Indikator Konsentrasi
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian
4.3.1 Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Rendahnya Motivasi Belajar Siswa
Berdasarkan hasil analisis deskriptif persentase, diketahui bahwa seluruh
indikator faktor-faktor tersebut mempengaruhi rendahnya motivasi belajar.
Peroleh hasil analisis data pada bakat, lingkungan masyarakat, dan lingkungan
sekolah tetap mempengaruhi rendahnya motivasi belajar meskipun perolehan
hasilnya rendah. Faktor yang melatarbelakangi rendahnya motivasi belajar siswa
yang pertama yaitu kondisi kesehatan fisik dan mental. Berdasarkan hasil
penelitian ini, kondisi kesehatan fisik dan mental termasuk dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil analisis data kebutuhan pangan siswa kurang terpenuhi di
rumah. Kurang terpenuhinya kebutuhan pangan ini disebabkan oleh kondisi
ekonomi keluarga. Berdasarkan informasi yang diperoleh, kondisi ekonomi
mayoritas keluarga siswa SMP Negeri 22 Semarang adalah menengah ke bawah
Kondisi ini mengakibatkan hubungan emosional orangtua dengan anak menjadi
renggang. Kondisi orangtua yang bekerja dari pagi hingga sore menunjukkan
bahwa orangtua hanya terpaku pada pemenuhan kebutuhan fisik saja sedangkan
kebutuhan psikis anak kurang diperhatikan orangtua sehingga banyak siswa lebih
senang berada di luar rumah.
Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa mayoritas pekerjaan
orangtua adalah pedagang dan buruh yang memiliki kondisi ekonomi menengah
ke bawah dan memiliki jam kerja dari pagi sampai sore sehingga menyebabkan
kurang terjalinnnya hubungan kedekatan siswa dengan keluarga. Begitu pula
dengan usaha pemenuhan kebutuhan ekonomi, orangtua siswa lebih
mengutamakan kebutuhan pokok untuk kebutuhan sehari-hari. Kondisi kedekatan
orangtua dan anak juga menjadi pengaruh yang sangat besar pada motivasi belajar
dan perkembangan anak. Permasalahan yang diungkapkan guru BK ketika
wawancara pendahuluan adalah orangtua menyerahkan pendidikan anak kepada
sekolah sepenuhnya. Hal ini menyebabkan kerjasama antara guru dan orangtua
untuk memantau perkembangan siswa menjadi terhambat.
Berdasarkan kesibukan orangtua dengan pekerjaan, berdampak juga pada
perkembangan psikis siswa dan fisik. Salah satu penyebab dari terhambatnya
perkembangan psikis siswa yaitu kurang terjalin komunikasi yang berkualitas
antara orangtua dan anak. Tingginya kesibukan orangtua menimbulkan hubungan
emosional dan interaksi antara orangtua dan anak menjadi renggang. Rendahnya
motivasi belajar siswa juga disebabkan oleh rasa percaya diri, konsentrasi yang
Rasa percaya diri siswa menjadi salah satu hal diperlukan dalam belajar.
Siswa harus memiliki pemahaman bahwa dirinya mempunyai kemampuan untuk
berprestasi sama dengan temannya. Orang yang percaya diri yakin atas
kemampuannya. Namun pada siswa kelas IX SMP Negeri 22 Semarang tahun
ajaran 2013/2014 memiliki rasa percaya diri kurang untuk belajar dengan baik dan
bersaing dengan baik dari teman-temannya. Hal ini menjadi latar belakang yang
menyebabkan siswa minder dengan kemampuannya sendiri dan cenderung untuk
mencontek pada saat evaluasi. Rasa tidak percaya diri juga terlihat ketika siswa
mengisi skala motivasi, yaitu siswa lebih cenderung untuk menanyakan jawaban
ke temannya dan tidak mengerjakan berdasarkan keadaan dirinya sendiri.
Berdasarkan hasil penelitian ini konsentrasi termasuk dalam kategori
sedang. Dalam belajar memerlukan konsentrasi dan perhatian yang tinggi agar
mencapai hasil yang maksimal. Siswa yang mudah terganggu konsentrasinya
cenderung menunjukkan hasil belajar yang kurang memuaskan. Bahkan mereka
sulit untuk mencapai ketuntasan belajar. Hal ini disebabkan kesulitan dalam
menyerap informasi belajar yang diberikan oleh guru. Kesulitan menyerap
informasi dari guru bisa disebabkan dari dalam diri atau gangguan dari luar diri.
Pada saat penelitian siswa cenderung untuk tidak memperhatikan peneliti
dan berbuat sesuka hati mereka, seperti ada yang bermain laptop, mengobrol
dengan temannya, mengerjakan PR untuk mata pelajaran selanjutnya dan ada pula
yang melamun. Ketika peneliti memberikan permainan agar suasana kelas lebih
nyaman, banyak siswa yang tidak memperhatikan atau setengah-setengah
kelas, namun ketika sampai pada gilirannya siswa tersebut tidak bias mengikuti
permainan tersebut.
Lingkungan kedua yang menjadi latar belakang rendahnya motivasi
belajar siswa adalah teman sebaya yang menurut informasi bahwa sehabis pulang
sekolah siswa sering nongkrong di sekitar sekolah dan pulang ke rumah pada sore
hari. Dan berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa siswa hampir setiap hari
pulang sore namun pada kenyataannya siswa tidak mengikuti banyak kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah. Kondisi pertemanan akan mempengaruhi siswa untuk
giat atau malas belajar. Siswa SMP yang tergolong pada fase perkembangan pada
tahap remaja yang memiliki kecenderungan untuk membentuk kelompok
pertemanan. Dan dari kelompok pertemanan tersebut ada yang membawa dampak
positif dan dampak negatif. Seperti yang dijelaskan oleh McCollam & Gibson
(1996) dalam Santrock (2008:534) “jika teman sebaya mempunyai standar
akademik yang tinggi, maka kelompok itu akan membantu prestasi akademik
mereka, jika murid berprestasi rendah bergabung dengan kelompok teman sebaya
yang juga beprestasi rendah, prestasi akademik murid bisa bertambah buruk.”
Dengan pengaruh teman sebaya yang negatif, maka siswa yang berprestasi rendah
semakin memiliki motivasi belajar yang rendah pula.
Menurut Eccles, dkk (1998) dalam Santrock (2008:533) “Teman sebaya
dapat mempengaruhi motivasi anak melalui perbandingan sosial, kompetensi, dan
motivasi sosial, belajar bersama dan pengaruh kelompok teman sebaya.” Fungsi
sosial sangat mempengaruhi perkembangan remaja, siswa yang diterima teman
pula dalam prestasi akademiknya, dan sebaliknya siswa yang ditolak oleh
temannya beresiko mempunyai masalah belajar. Pengaruh teman sebaya yang
buruk dibuktikan dengan kerjasama siswa ketika mengisi instrumen penelitian
yang peneliti berikan, hal ini ditunjukkan dengan saling berbisik-bisik dan diskusi
untuk memperoleh jawaban yang sama walaupun peneliti sudah memberitahu
hasil penelitian ini tidak mempengaruhi nilai siswa.
Beberapa guru juga menyebutkan bahwa motivasi belajar siswa di SMP
Negeri 22 Semarang sangat rendah, karena dipengaruhi oleh kondisi keluarga dan
kondisi pertemanan. Pengaruh kondisi keluarga karena mayoritas orangtua siswa
di SMP Negeri 22 Semarang adalah wiraswasta dan buruh, karena hal tersebut
perhatian pada perkembangan anak kurang diperhatikan oleh orangtua. Dan
hubungan kedekatan orangtua dan anak yang kurang baik. Dengan sedikitnya
waktu bersama ketika di rumah menjadi penyebab hubungan kedekatan orangtua
dan anak rendah.
Perolehan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh indikator ikut
mempengaruhi rendahnya motivasi belajar siswa. Adapun indikator minat untuk
belajar dan komitmen pada tugas memiliki kriteria tinggi pada rendahnya motivasi
belajar. Hal ini senada dengan hasil penelitian oleh Baktiningtyas (2011: vii)
bahwa ditemukan kecenderungan motivasi belajar rendah pada beberapa aspek
yaitu ketekunan menghadapi tugas, kepercayaan pada hal yang diyakini,
kesenangan mencari dan memecahkan soal-soal, hasrat dan keinginan berhasil,
dorongan dan kebutuhan dalam belajar, dan lingkungan belajar. Aspek-aspek
Munandar (2009:25) “komitmen pada tugas terhadap tugas sebagai bentuk
motivasi internal yang mendorong seseorang untuk tekun dan ulet mengerjakan
tugasnya, meskipun mengalami macam-macam rintangan atau hambatan,
menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawabnya, karena ia telah
mengikatkan diri terhadap tugas tersebut atas kehendak sendiri”.
4.3.2 Faktor-Faktor yang Paling Dominan Melatarbelakangi Rendahnya