• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Seorang Remaja

Dalam dokumen MAKALAH TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERNIKAH (Halaman 32-36)

BAB II PEMBAHASAN

H. Faktor-Faktor yang Melatarbelakangi Seorang Remaja

1. Faktor Ekonomi

Tingginya angka kawin muda dipicu oleh rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat atau kesulitan ekonomi, maka agar tidak terus membebani secara ekonomi karena orang tua juga tidak sanggup lagi membiayai pendidikan anak, orang tua mendorong anaknya untuk menikah agar bisa segera mandiri. Sayangnya, para gadis ini juga menikah dengan pria berstatus ekonomi tidak jauh beda, sehingga malah menimbulkan kemiskinan baru. Di beberapa negara miskin, anak-anak perempuan dijadikan target untuk dijual atau dinikahkan agar orang tua terbebaskan dari beban ekonomi. Alasan lain adalah kepentingan kasta, tribal serta kekuatan ekonomi dan politik agar anak-anak mereka yang dikawinkan dapat memperkuat keturunan dan status sosial mereka. 2. Faktor Pendidikan

Sebagian orang tua yang masih belum paham pentingnya pendidikan memaksa anak-anak mereka untuk segera menikah. Hal itu biasanya terjadi setelah remaja lulus SMP atau bahkan belum. Mereka menganggap, pendidikan tinggi itu tidak penting. Bagi mereka, lulus SD saja sudah cukup. Anak-anak sendiri tidak memiliki keinginan atau cita-cita untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

3. Faktor Orangtua

Semakin maraknya seks bebas di kalangan remaja dan dewasa muda, maupun meningkatnya angka aborsi setidaknya menjadi indikator tingkat pergaulan bebas sudah berada pada tahap mengkhawatirkan dan harus segera dipikirkan solusinya. Salah satu jalan yang dipikirkan orangtua, walaupun bukan yang mutlak adalah menikahkan pasangan remaja di usia muda. Artinya, bagi mereka yang telah mantap dengan pasangannya, orangtua biasanya menganjurkan untuk segera meresmikan hubungan anak mereka dalam sebuah ikatan pernikahan. Sekalipun keduanya masih menempuh pendidikan. Hal ini untuk menghindari dampak buruk dari keintiman hubungan lawan jenis. Niatnya memang baik, untuk melindungi sang anak dari perbuatan dosa, tapi hal tersebut juga tidak dibenarkan karena sang anak yang belum dewasa dan juga belum siap secara mental. Sehingga setelah dilaksanakannya pernikahan bisa terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga atau bahkan perceraian yang disebabkan karena belum siapnya anak tersebut secara mental. 4. Faktor Budaya

Maraknya kawin di usia muda ini berkaitan dengan kultur yang berkembang di masyarakat. Bagi sebagian masyarakat, seorang anak perempuan harus segera berkeluarga karena takut tidak laku dan tak kunjung menikah di usia 20-an tahun. Bila di kota-kota besar, kecenderungan perempuan menikah di usia dewasa dan tak jarang menjadi semacam permainan hidup, di sudut lain masih ada anak yang dinikahkan orang tuanya ketika baru saja lulus SMP. Jadi, jika seorang

perempuan tetap melajang pada usia di atas 18 tahun, biasanya ia dianggap terlambat menikah. Oleh karena itu, banyak orang tua yang mendorong anaknya untuk cepat menikah. Perempuan juga selalu menjadi pihak yang bisa dipaksa menikah, tanpa ataupun dengan persetujuannya. Inilah celah awal bagi terjadinya pemaksaan perempuan untuk menikah di usia yang masih belia sekalipun.

5. Hamil Sebelum Menikah

Jika kondisi anak perempuan itu telah dalam keadaan hamil, maka orang tua cenderung menikahkan anak-anak tersebut. Bahkan ada beberapa kasus, walau pada dasarnya orang tua anak gadis ini tidak setuju dengan calon menantunya, tapi karena kondisi kehamilan si gadis, maka dengan terpaksa orang tua menikahkan anak gadis tersebut.

Bahkan ada kasus, justru anak gadis tersebut pada dasarnya tidak mencintai calon suaminya, tapi karena terlanjur hamil, maka dengan sangat terpaksa mengajukan permohonan dispensasi kawin.

Ini semua tentu menjadi hal yang sangat dilematis. Baik bagi anak gadis, orang tua bahkan hakim yang menyidangkan. Karena dengan kondisi seperti ini, jelas-jelas perkawinan yang akan dilaksanakan bukan lagi sebagaimana perkawinan sebagaimana yang diamanatkan UU bahkan agama. Karena sudah terbayang di hadapan mata, kelak rona perkawinan anak gadis ini kelak. Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan rasa cinta saja kemungkinan di kemudian hari bisa goyah, apalagi jika perkawinan tersebut didasarkan keterpaksaan.

I. Upaya yang Harus Dilakukan Agar Tidak Terjadi Pernikahan Dini Pada Remaja

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan dini pada remaja yaitu;

Pemerintah harus berkomitmen serius dalam menegakkan hukum yang berlaku terkait pernikahan anak di bawah umur sehingga pihak–pihak yang ingin melakukan pernikahan dengan anak di bawah umur berpikir dua

kali terlebih dahulu sebelum melakukannya. Selain itu, pemerintah harus semakin giat mensosialisasikan undang–undang terkait pernikahan anak di bawah umur beserta sanksi–sanksi bila melakukan pelanggaran dan menjelaskan resiko–resiko terburuk yang bisa terjadi akibat pernikahan anak di bawah umur kepada masyarakat, diharapkan dengan upaya tersebut, masyarakat tahu dan sadar bahwa pernikahan anak di bawah umur adalah sesuatu yang salah dan harus dihindari.

Bimbingan kepada remaja dan kejelasan tentang sex education

Pendidikan seks atau pendidikan mengenai kesehatan reproduksi yang seharusnya diberikan kepada anak-anak yang sudah beranjak dewasa atau remaja, baik melalui pendidikan formal maupun informal. Ini penting untuk mencegah biasnya pendidikan seks maupun pengetahuan tentang kesehatan reproduksi di kalangan remaja. Materi pendidikan seks bagi para remaja ini terutama ditekankan tentang upaya untuk mengusahakan dan merumuskan perawatan kesehatan seksual dan reproduksi serta menyediakan informasi yang komprehensif termasuk bagi para remaja. Meninjau berbagai fenomena yang terjadi di Indonesia, agaknya masih timbul pro-kontra di masyarakat, lantaran adanya anggapan bahwa membicarakan seks adalah hal yang tabu dan pendidikan seks akan mendorong remaja untuk berhubungan seks. Sebagian besar masyarakat masih memandang pendidikan seks seolah sebagai suatu hal yang vulgar. Berdasarkan sudut pandang psikologis, pendidikan seksual sangat diperlukan bagi perkembangan remaja, dengan harapan agar remaja tidak memiliki kesalahan persepsi terhadap seksualitas dan tidak terjebak pada perilaku-perilaku yang kurang bertanggungjawab baik dari segi kesehatan maupun psikologis.

BAB III

Dalam dokumen MAKALAH TINJAUAN HUKUM TERHADAP PERNIKAH (Halaman 32-36)

Dokumen terkait