• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI HARGA BAWANG

Analisis faktor-faktor yang memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia dapat dilakukan dengan mengestimasi faktor-faktor terkait menggunakan model regresi. Hasil estimasi menggunakan E-views 6

menghasilkan model sebagai berikut:

PBMt = -16275,88 – 0,012197 (QBMt - QBMt-1) + 0,0477 CBMt-1 + 5,1707 (PIBMt - PIBMt-1) + 0,3623 PBMt-1

Keterangan:

PBMt = Harga riil bawang merah di Indonesia (Rp/kg) QBMt - QBMt-1 = Selisih jumlah penawaran bawang merah Indonesia

tahun t dengan tahun t-1 (Ton)

CBMt-1 = Lag jumlah konsumsi bawang merah Indonesia (Ton) PIBMt - PIBMt-1 = Selisih harga riil bawang merah internasional

tahun t dengan tahun t-1 (US$/Ton)

PBMt-1 = Lag harga riil bawang merah di Indonesia (Rp/kg)

a. Uji Ekonomi

Berdasarkan model regresi harga riil bawang merah di Indonesia tanda parameter sudah sesuai dengan teori ekonomi (Tabel 9). Lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia dan selisih harga riil bawang merah internasional memiliki tanda positif yang berarti setiap peningkatannya akan berpengaruh pada peningkatan harga riil bawang merah di Indonesia, sedangkan variabel selisih jumlah penawaran bawang merah Indonesia memiliki tanda negatif yang berarti setiap peningkatannya akan berpengaruh pada penurunan harga riil bawang merah di Indonesia.

1. Elastisitas untuk Selisih Jumlah Penawaran Bawang Merah di Indonesia Harga riil bawang merah di Indonesia tidak responsif terhadap perubahan jumlah penawaran bawang merah di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan harga riil bawang merah di Indonesia lebih ditentukan oleh lag harga riil bawang merah di Indonesia sehingga selisih

jumlah penawaran bawang merah Indonesia t dengan t-1 hanya mampu mebuat perubahan kecil terhadap harga riil bawang merah di Indonesia.

2. Elastisitas untuk Lag Jumlah Konsumsi Bawang Merah di Indonesia Harga riil bawang merah di Indonesia responsif terhadap perubahan jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini dapat dilihat dari nilai elastisitas jangka pendek dan jangka panjang yang kurang dari 1. Kondisi ini dapat dilihat pada saat hari-hari besar keagamaan konsumsi masyarakat terhadap bawang merah mengalami peningkatan sehingga harga bawang merah mengalami peningkatan yang jauh lebih tinggi dibandingkan hari-hari biasanya.

3. Elastisitas untuk Selisih Harga Riil Bawang Merah Internasional Periode t dengan t-1

Harga riil bawang merah di Indonesia tidak responsif terhadap perubahan harga rill bawang merah internasional baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Hal ini dikarenakan harga bawang merah di Indonesia lebih ditentukan oleh lag harga riil bawang merah di Indonesia sehingga selisih harga riil bawang merah internasional tahun t dengan t-1 hanya membuat perubahan kecil terhadap harga riil bawang merah di Indonesia.

Tabel 9. Hasil Estimasi Parameter dan Nilai Elastisitas Persamaan Harga Bawang Merah di Indonesia

No Variabel Estimasi Parameter Elastisitas Prob>|t| VIF SR LR 1 Intercept -16275,88 - - 0,000435 0 2 DQBM -0,012197 -0,027999 -0,04390623 0,0845** 1,049 3 LCBM 0,0477 2,344022131 3,675744285 0,000175*** 2,357 4 DPIBM 5,1707 -0,01464825 -0,02297043 0,1936* 1,060 5 LPBM 0,3623 0,1023** 2,356 Prob F 0,000097 LM-test 0,9069 R2 0,7742 Uji White 0,1825 Dh 0,4349 Jarque-Bera 26,34

Keterangan: ***) berpengaruh nyata pada taraf α = 5% **)berpengaruh nyata pada taraf α = 10% *) berpengaruh nyata pada taraf α = 20%

b. Uji Statisik 1. Uji-F

Nilai probabilitas F-stat model ini adalah sebesar 0,000097. Nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5% (0,05) sehingga keadaan tersebut dapat dikatakan tolak H0 yang dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata dalam mempengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia dalam tingkat signifikansi 95%.

Model harga riil bawang merah Indonesia memiliki nilai R-squared

sebesar 77,42%. Nilai R-squared menjelaskan bahwa sebesar 77,42% keragaman pada harga riil bawang merah di Indonesia dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat pada model, yaitu selisih jumlah penawaran bawang merah di Indonesia pada tahun t dengan t-1, lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia, selisih harga riil bawang merah internasional pada tahun t dengan t-1, dan lag harga riil bawang merah di Indonesia sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model tersebut.

2. Uji-t

1) Selisih Jumlah Penawaran Bawang Merah di Indonesia Tahun t dengan t-1 Hasil p-value dari uji t yang diperoleh menunjukkan variabel selisih jumlah penawaran bawang merah di Indonesia memiliki koefisien sebesar -0,012197 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,0845 nilai tersebut lebih kecil taraf nyata

α = 10% sehingga dapat disimpulkan bahwa selisih jumlah penawaran bawang merah di Indonesia tahun t dengan t-1 berpengaruh terhadap harga riil bawang merah di Indonesia. Hal ini berarti setiap peningkatan penawaran bawang merah di Indonesia sebesar 1.000 ton maka harga riil bawang merah di Indonesia menurun sebesar 12,197 Rp/kg. Jumlah produksi bawang merah di Indonesia ditentukan oleh musim panen dan cuaca. Pada kondisi bawang merah sedang mengalami musim panen, jumlah produksi dan stok di pasar akan meningkat. Jika hal itu terjadi sedangkan jumlah konsumsi tetap atau ceteris paribus akan menyebabkan harga riil bawang merah di Indonesia menurun.

2) Lag Jumlah Konsumsi Bawang Merah di Indonesia

Lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia memiliki koefisien sebesar 0,0477 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,000175 lebih kecil dari

taraf nyata α = 5%. Hal ini menunjukkan bahwa lag jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia berpengaruh terhadap harga riil bawang merah di Indonesia sehingga perubahan dari jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia akan memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia. Peningkatan jumlah konsumi bawang merah di Indonesia sebesar 1.000 ton maka harga riil bawang merah di Indonesia meningkat sebesar 47,7 Rp/kg. Jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya yang disebabkan oleh bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri olahan makanan. Adanya penimbunan yang dilakukan oleh distributor dan pedagang besar dapat menyebabkan jumlah persediaan bawang merah di Indonesia tidak dapat memenuhi jumlah konsumsi bawang merah di Indonesia. Adanya kesenjangan (gap) antara jumlah konsumsi dan jumlah stok yang ada menyebabkan harga riil bawang merah di Indonesia dapat mengalami peningkatan (Rachmat et al 2012).

3) Selisih Harga Riil Bawang Merah Internasional Tahun t dengan t-1

Variabel selisih harga riil bawang merah internasional memiliki nilai koefisien sebesar 5,1707 dengan nilai probabilitas t-stat sebesar 0,1936 lebih kecil dari taraf nyata 20%. Hal ini menunjukkan bahwa selisih harga riil bawang merah internasional tahun t dengan t-1 berpengaruh terhadap harga riil bawang merah di Indonesia sehingga perubahan dari harga riil bawang merah internasional akan memengaruhi harga riil bawang merah di Indonesia. Peningkatan harga riil bawang merah internasional sebesar 1.000 US$/Ton menyebabkan harga riil bawang merah di Indonesia meningkat sebesar 5.170,7 Rp/kg. Harga riil bawang merah internasional mempunyai korelasi yang positif dengan harga riil bawang merah di Indonesia. Hal ini dikarenakan ketika harga riil bawang merah internasional yang masuk mengalami penurunan maka harga riil bawang merah di Indonesia pun akan mengalami penurunan. Tujuannya adalah agar bawang merah di Indonesia dapat bersaing dengan bawang merah impor dari segi harga jual (Stato, 2007).

4) Lag Harga Riil Bawang Merah di Indonesia

Variabel lag harga riil bawang merah di Indonesia memiliki nilai probabilitas sebesar 0,1023 berpengaruh nyata pada taraf nyata α = 10%, kondisi ini menunjukkan bahwa harga riil bawang merah di Indonesia memerlukan

tenggat waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri dalam merespon perkembangan situasi ekonomi bawang merah domestik dan dunia.

c. Uji Ekonometrika

Hubungan antara variabel eksogen dan variabel endogen dilakukan pengujian terhadap model yaitu, uji normalitas, uji autokorelasi, uji multikolinearitas, dan uji heteroskedastisitas. Hasil uji normalitas didapatkan nilai Jarque-Bera sebesar 26,34% lebih besar dari taraf nyata α = 5%, artinya kenormalan data telah terpenuhi.

Hasil uji autokorelasi didapatkan nilai Durbin Watson statistik sebesar 1,512 dengan rumus statistik dh didapatkan nilai statistik Durbin-h sebesar 0,4349 dengan demikian model regresi tidak mengalami pelanggaran asumsi autokorelasi karena nilai Dh berada diantara -1,96 sampai 1,96 (-1,96 ≤ hhitung ≤ 1,96). Untuk perbandingan, uji autokorelasi dapat juga dilakukan dengan melakukan uji LM- test. Hasil pengujian LM-test diketahui bahwa nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0,9069 lebih besar dari α = 5%, artinya tidak ada gejala autokorelasi pada model.

Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White. Hasil dari uji White didapatkan bahwa nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0,1825 lebih

besar dari taraf nyata α = 5%, artinya model sudah terbebas dari gejala

heteroskedastisitas.

Pengujian multikolinearitas dengan melihat nilai Variance Inflation Factors

(VIF) yang menunjukkan bahwa tidak ada nilai VIF dari variabel-variabel bebas dalam model ini yang lebih dari 10. Hasil dari pengujian VIF dapat disimpulkan bahwa tidak adanya kasus multikolinearitas yang serius dalam model.

Berdasarkan keempat pengujian ini dapat dibuktikan bahwa model yang digunakan tidak melanggar asumsi metode OLS, sehingga dapat disimpulkan bahwa model ini baik untuk digunakan dalam menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi harga bawang merah di Indonesia. Adapun hasil uji statistik dan ekonometrika dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8, dan 9.

Dokumen terkait