• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAYA TARIK EKOWISATA

1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Program

Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai Barlett Test of Sphericity adalah 1,251≥0,90 pada signiikansi 0,000<α(0,05) yang berarti ada korelasi yang sangat signiikan antar parameter pengamatan. Hasil perhitungan Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy (KMO) sebesar 0,858 yang menurut Sharma (1996 dalam Bendesa, 2010) termasuk meritorious (sangat baik) sehingga layak untuk dilanjutkan analisisnya. Semua nilai Measure of Sampling Adequacy (MSA) dalam matrik anti-image >0,5 yang berarti model sangat baik. Analisis faktor menghasilkan enam faktor baru dengan eigenvalue >1 dimana keenam faktor baru yang terbentuk tersebut mampu menjelaskan 70,118% dari total varian parameter yang memengaruhi keberhasilan program.

3.2.1 Faktor 1: Adopsi nilai lokal dalam konservasi sebagai penunjang usaha ekonomi hijau

Faktor ini memiliki nilai Eigen Value sebesar 9,803 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 40,848%. Faktor ini terdiri atas tiga parameter masing-masing berturut-turut yaitu X7 (adanya aturan adat

awig-awig dan perarem dalam pelarangan penangkapan ikan dengan bom ikan dengan factor loading sebesar 0,778) diikuti oleh X10 (adanya peluang usaha dibidang ekonomi yang ditimbulkannya bagi masyarakat lokal dengan factor loading sebesar 0,729), dan X6 (Adanya aturan adat awig-awig dan

perarem dalam pelarangan pengambilan terumbu karang dengan factor loading sebesar 0,628). Peran adopsi nilai lokal dalam kesuksesan program sangat vital. Pengelola program menginternalisasi nilai-nilai konservasi disertai pengenaan sanksi adat bagi warga yang melanggar aturan atau kesepakatan bersama yang telah diputuskan seperti larangan menangkap ikan dengan bom dan larangan mengambil terumbu karang (Suryadiarta dan Setiawan, 2014). Kedua aturan adat ini menjamin terhindarnya terumbu karang dari perusakan sehingga mendukung program. Implementasi aturan ini di lapangan diawasi oleh Pecalang Segara (tenaga pengamanan Desa Adat Pemuteran yang khusus menjaga keamanan perairan laut dan pantai).

3.2.2 Faktor 2: Pemanfaatan sumberdaya lokal dalam konservasi

Faktor ini memiliki nilai Eigen Value sebesar 1,920 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 7,998%. Faktor ini terdiri atas empat parameter yaitu X2 (adanya dukungan dana dari berbagai pihak dengan factor loading sebesar 0,802) diikuti oleh X3 (kondisi perairan pantai yang tenang dan terlindung di teluk dengan factor loading sebesar 0,697), X4 (tersedianya bibit terumbu karang lokal sehingga tidak perlu adaptasi terlalu ekstrimdengan factor loading sebesar 0,672), dan X5 (adanya aturan adat awig-awig dan perarem dalam pelarangan penangkapan ikan dengan racun sianida (potas) dengan factor loading sebesar 0,619).

Sumberdaya lokal seperti adanya kerjasama dengan antara pengelola program (Yayasan Karang Lestari) dengan Desa Adat Pemuteran. Kerjasama ini menyangkut pemanfaatan pos pengawasan sebagai pusat kegiatan konservasi sumberdaya perairan laut Desa Pemuteran dan transplantasi terumbu karang menggunakan teknologi biorock sejak tahun 2012 sampai sekarang. Kerjasama berikutnya dengan kelompok pengusaha pariwisata di Pemuteran sejak tahun 2011 sampai sekarang dengan membantu pembiayaan program karena mereka menyadari keberlanjutan usaha pariwisatanya sangat tergantung kepada kesuksesan dan keberlanjutan program konservasi terumbu pkarang tersebut (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

Keberhasilan program juga didukung oleh ketersediaan lingkungan pantai dengan perairan laut yang tenang sehingga tidak akan merusak struktur terumbu karang buatan yang akan dipasang di dalam air. Demikian juga pembibitan atau penanaman jenis-jenis terumbu karang berasal dari jenis terumbu karang yang diambil di sekitar perairan pemuteran sendiri sehingga tidak memerlukan aklimatitasi (penyesuaian suhu, kondisi perairan) yang terlalu besar. Hal ini akan menambah peluang hidup dari terumbu karang tersebut (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

16 | Kuta, 29-30 Oktober 2015

3.2.3 Faktor 3: Pengembangan menuju ekowisata berbasis konservasi dan efesiensi energi

Faktor ini memiliki nilai Eigen Value sebesar 1,640 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 6,835%. Faktor ini terdiri atas tiga parameter yaitu X20 (adanya kesadaran dan usaha pemanfaatan bahan buangan/limbah untuk didaur ulang agar menghemat energi dengan factor loading sebesar 0,791) diikuti oleh X16 (timbulnya pekerjaan yang sekaligus melindungi sumberdaya alam dengan factor loading sebesar 0,790), dan X12 (berkembangnya konservasi menjadi daya tarik ekowisata dengan factor loading sebesar 0,655).

Keberhasilan program sangat ditentukan oleh pengembangannya yang diarahkan secara simultan sebagai daya tarik wisata ekowisata terumbu karang. Hal ini memungkinkan karena kembalinya kehidupan biota laut seperti sediakala sehingga mengundang koloni ikan datang dan menjadikan terumbu karang sebagai rumahnya. Hal ini merupakan pemandangan bawah laut yang sangat eksotis dan mengundang wisatawan yang mempunyai minat khusus berwisata bawah air (snorkeling dan diving) semakin banyak ke Desa Pemuteran. Kondisi ini membuka peluang usaha bagi masyarakat untuk berusaha baik yang ada hubungannya langsung kegiatan ekowisata bahari atau usaha pendukungnya. Masyarakat banyak yang membuka usaha penyewaan alat selam dan snorkeling, menjadi pemandu selam, tansportasi ke titik penyelaman atau wisata lumba-lumba (Suryadiarta dan Setiawan, 2014). Aspek lain yang cukup signiikan menjamin keberhasilan program adalah terciptanya pekerjaan hijau yaitu jenis pekerjaan yang menghasilkan keuntungan ekonomi sekaligus mampu menjaga kelestarian sumberdaya alam seperti paket wisata pemeliharaan dan penanaman terumbu karang (reef gardeners) dan penangkaran penyu (turtle hatchery). Pekerjaan ini mengajak atau merekrut delapan tenaga kerja dari nelayan lokal yang dilatih dan sekarang bekerja penuh untuk perbaikan, dan pemeliharaan terumbu karang, menjaga ketersediaan ikan di ekosistem laut, dan mengedukasi masyarakat lokal dan wisatawan akan restorasi dan konservasi dan perlindungan terumbu karang dan ekosistem laut di Pemuteran secara umum. Bagi wisatawan, paket kegiatan wisata restorasi dan konservasi ini dikenai biaya dari penyewaan peralatan selam atau penyewaan kapal boat (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

3.2.4 Faktor 4: Pemanfaatan sumber energi dengan rendah emisi karbon

Faktor ini memiliki nilai dengan Eigen Value sebesar 1,296 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 5,394%. Faktor ini terdiri atas tiga parameter masing-masing berturut-turut yaitu X24 (adanya usaha jangka panjang untuk mengutamakan sumber energi yang rendah emisi karbon dengan factor loading sebesar 0,779) diikuti oleh X13 (adanya lapangan kerja yang ditimbulkannya bagi masyarakat lokal dengan factor loading sebesar 0,737), dan X23 (adanya kesadaran pengalihan sumber energi karbon ke energi terbarukan pada alat mobilitas (transportasi) dengan factor loading sebesar 0,645).

Keberhasilan program juga didukung oleh mulai sadarnya masyarakat yang terlibat dalam program untuk menggunakan sumber energi yang memiliki emisi karbon rendah misalnya pemanfaatan sumber energi listrik pada Biorock diusahakan menggunakan sumber energi angin dan ombak walaupun sampai saat ini tetap masih didukung dengan sumber energi listrik PLN. Program jangka panjang akan sepenuhnya menggunakan sumber energi terbarukan dengan emisi karbon nol (tidak ada emisi karbon). Pemanfaatan alat mobilitas di laut (perahu) baik bagi keperluan patroli Pecalang Segara, mengantar wisatawan, maupun kegiatan pemeliharaan sehari-hari terumbu karang sudah mulai diusahakan beralih ke bahan bakar gas LPG. Masalah terbesar yang ada saat ini adalah alih teknologi dari energi fosil (minyak solar) ke LPG masih memerlukan waktu penyesuaian.

3.2.5 Faktor 5: Partisipasi yang berkeadilan berbasis kearifan lokal

Faktor ini memiliki nilai Eigen Value sebesar 1,144 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 4,768%. Faktor ini terdiri atas tiga parameter masing-masing berturut-turut yaitu X8 (adanya aturan adat

awig-awig dan perarem dalam pelarangan pengambilan pasir laut dengan factor loading sebesar 0,787) diikuti oleh X15 (adanya kesempatam yang sama bagi semua orang untuk ikut terlibat dengan factor loading sebesar 0,762), dan X9 (adanya aturan adat (awig-awig dan perarem) dalam menjaga kebersihan, kenyamanan dan keamanan kawasan konservasi dengan factor loading sebesar 0,654).

Keberhasilan program sangat ditentukan adanya semangat kerjasama (partisipasi) dari beberapa pemangku kepentingan yang dipelopori oleh: (1) Yayasan Karang Lestari selaku pendiri program, (2) ilmuwan biorock, (3) masyarakat Desa Pemuteran, (4) pemerintah, dan (5) para relawan. Partisipasi ini tentu muncul karena semua elemen mendapat tempat, hak, dan tanggung jawab yang sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.

Yayasan Karang Lestari bertujuan mengeluarkan masyarakat dari budaya merusak menjadi penyelamat lingkungan sekaligus membuka wawasan masyarakat akan potensi besar yang dimiliki Desa Pemuteran yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi melalui pariwisata. Ilmuwan Biorock membantu dalam proses penyediaan teknologi transplantasi terumbu karang di struktur besi yang ditanam di perairan. Masyarakat lokal berpartisipasi sebagai pelaksana, pengaman, dan pelindung program melalui separangkat aturan adat dan lembaga adat yang dilibatkan dalam program. Pemerintah berpartisipasi sebagai pendukung dari sisi kebijakan, perijinan, fasilitasi dan pengawasan program. Para relawan termasuk dunia usaha berpartisiasi sebagai pendukung dan penyedia sumberdaya yang diperlukan baik berupa materi maupun non materi. Partisipasi berkeadilan juga menyangkut dalam partisipasi pemanfaatan hasil program misalnya terlibat dalam usaha ekonomi yang ditimbulkan oleh keberadaan program ekowisata.

3.2.6 Faktor 6: Adopsi teknologi konservasi dengan energi terbarukan dan/atau eisien

Faktor ini memiliki nilai Eigen Value sebesar 1,026 dan mampu menjelaskan total variance sebesar 4,275%. Faktor ini terdiri atas dua parameter yaitu X19 (adanya kesadaran akan keterbatasan sumberdaya termasuk di bidang sumberdaya energi dengan factor loading sebesar 0,642) diikuti oleh X1 (adanya teknologi Biorock dengan factor loading sebesar 0,634).

Pelaksana program sejak awal sudah menyadari dalam jangka panjang ketersedian sumber energi akan semakin terbatas. Usaha yang dilakukan sejauh mungkin menggunakan sumber energi yang ramah lingkungan dan terbarukan seperti penggunaan tenaga listrik tegangan rendah dari pembangkit listrik tenaga surya (solar panel) dan tenaga angin. Pembangkit listrik ini dipasang di lokasi restorasi terumbu karang. Komitmen Yayasan Karang Lestari dalam menggunakan sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan juga ditunjang dengan adanya pembangkit listrik tenaga ombak (tidal wave). Ketiga pembangkit listrik tersebur merupakan wujud pendekatan program konservasi yang menyadari akan keterbatasan sumberdaya termasuk sumberdaya energi. Penerapan teknologi biorock hasilnya sangat mengesankan di mana tingkat pertumbuhan terumbu karang mencapai tiga sampai lima kali lebih cepat dibandingkan jika ditumbuhkan secara alami, meningkatkan daya hidup terumbu karang 16 sampai 50 kali jika dibiakkan secara alami (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

3.3 Persepsi Masyarakat Lokal terhadap Aspek Pendukung

Menurut Azam dan Sarker (2011), selain ke tujuh pilar ekonomi hijau yang sangat vital pengaruhnya terhadap keberhasilan program juga memerlukan aspek pendukungnya untuk menggerakkan sumber daya yang tersedia. Aspek pendukung ini menyangkut regulasi, partisipasi pemangku kepentingan, pembiayaan, edukasi dan pengembangan kapasitas, dan pemasaran dan humas. Berdasarkan hasil penelitian, persepsi responden terhadap aspek pendukung jatuh pada kategori tinggi dengan rata-rata pencapaian skornya 3,83 (76,57% dari skor maksimum) sedangkan capaian skor masing-masing variabel sebagai berikut. .

3.3.1 Persepsi terhadap aspek regulasi dan tata kelola yang baik

Aspek ini jatuh pada kategori berpengaruh tinggi terhadap keberhasilan program dengan rata-rata pencapaian skornya 3,93 (78,52% dari skor maksimum). Parameter X28 (adanya penerapan hukum adat dan sanksinya yang tegas bagi siapa saja yang merusak program konservasi) berpengaruh paling dominan dengan rata-rata pencapaian skor sebesar 4,06 dan rata-rata persentase pencapaian skor terhadap skor maksimal sebesar 81,11%. Dominannya peran aturan adat (awig-awig dan perarem) dalam menjamin keberhasilan program yang didukung oleh regulasi penetapan kawasan konservasi. Regulasi yang dimaksud berkaitan dengan penerapan zonasi perairan lindung, zona wisata dan zona tangkap (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

3.3.2 Persepsi terhadap aspek partisipasi semua pemangku kepentingan

18 | Kuta, 29-30 Oktober 2015

(78,76% dari skor maksimum). Parameter X32 (adanya dukungan masyarakat lokal) dengan rata-rata skor 4,04 (80,89% dari skor maksimu), X35 (sinergi antar semua pemangku kepentingan yang terlibat) dengan rata-rata skor 4,02 (80,44% dari skor maksimum) dan X33 (adanya dukungan dunia usaha lokal) dengan rata-rata skor 4,00 (80,00% dari skor maksimum) semuanya jatuh pada kategori pengaruh tinggi terhadap keberhasilan program. Keberhasilan program disebabkan oleh keterlibatan dan sinergi beberapa pihak diantaranaya Yayasan Karang Lestari, ilmuwan biorock, masyarakat Desa Pemuteran, Desa Adat Pemuteran, Desa Dinas Pemuteran, Pengusaha Pariwisata Pemuteran, Pemerintah, dan beberapa individu sukarelawan. Kemitraan penting Yayasan Karang Lestrai dalam program ini adalah dengan Global Coral Reef Alliance (GCRA) sebuah organisasi nir-laba yang terdiri atas para relawan yang memfokuskan diri pada penelitian dan manajemen pengelolaan terumbu karang di seluru dunia. Ilmuwan GCRA inilah yang mengintroduksi teknologi biorock yang dipakai dalam merestorasi terumbu karang di Pemuteran.

3.3.3 Persepsi terhadap aspek pembiayaan

Aspek ini jatuh pada kategori berpengaruh tinggi terhadap keberhasilan program dengan rata-rata pencapaian skornya 3,72 (74,39% dari skor maksimum). Tiga parameter paling dominan memengaruhi aspek ini yaitu X37 (adanya pembiayaan operasional dari usaha pariwisata) dengan rata-rata skor 3,82 (76,44% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi, X38 (adanya sumber pembiayaan dari Yayasan Karang Lestari) dengan rata-rata skor 3,80 (76,00% dari skor maksimu) kategori pengaruh tinggi, dan X39 (adanya bantuan dana dari pemerintah) dengan rata-rata skor 3,77 (75,33% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi. Awalnya, program digerakkan dan didanai oleh Yayasan Karang Lestari yang didirikan oleh seorang pengusaha pariwisata I Gusti Agung Prana. Penggalian dana secara mandiri juga dilakukan oleh Yayasan Karang Lestari dengan menawarkan program baby coral di mana wisatawan dapat menyumbang sejumlah uang untuk membangun truktur terumbu karang buatan. Usaha pembiayaan datang juga dari donasi dive shop yang beroperasi di Pemuteran. Pendanaan program juga datang dari Dinas Kelautan Buleleng, pengusaha pariwisata, penyewaan boat untuk diving, snorkeling dan ishing.

Dana-dana tersebut umumnya dipergunakan sebagai dana operasional pengawasan daerah restorasi dan konservasi (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

3.3.4 Persepsi terhadap aspek edukasi dan pengembangan kapasitas

Aspek ini jatuh pada kategori berpengaruh tinggi terhadap keberhasilan program dengan rata-rata pencapaian skornya 3,71 (74,30% dari skor maksimum). Tiga parameter paling dominan memengaruhi aspek ini yaitu X42 (adanya pelatihan yang menunjang program konservasi terumbu karang) dengan rata-rata skor 3,87 (77,33% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi, X41 (adanya studi banding ke lokasi proyek lainnya sehingga menambah wawasan bagi pengelola) dengan rata-rata skor 3,70 (74,00% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi, dan X40 (adanya temukarya dan kerjasama dengan program sejenis) dengan rata-rata skor 3,58 (71,56% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi terhadap keberhasilan program.Edukasi dan pengembangan kapasitas ditempuh melalui pelatihan, studi banding, temu karya, seminar atau kegiatan lainnya yang berhubungan diantaranya 1) Training of the trainer ‘Kehidupan Laut dan Pesisir Berkelanjutan di Kab. Buleleng’, 2) Temu koordinasi dengan Pokmaswas wilayah Bali, NTB, NTT dan Banyuwangi, 3) Rapat koordinasi penggalangan, penggerakan dan pembinaan Pokmaswas pada SJS Bali Utara, 4) Temu Pokmaswas tingkat Nasional, 5) Studi banding ke Pokmaswas Windu Samudra dan Pokmaswas Pancasari Tanjung Benoa Bali, dan 6) Lokakarya pengendalian kerusakan ekosistem pesisir dan laut.

3.3.5 Persepsi terhadap aspek pemasaran dan humas

Aspek ini jatuh pada kategori berpengaruh tinggi terhadap keberhasilan program dengan rata-rata pencapaian skornya 3,84 (76,89% dari skor maksimum). Tiga parameter paling dominan memengaruhi aspek ini yaitu X43 (adanya jejaringan komunikasi yang baik) dengan rata-rata skor 4,03 (80,44% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi, X46 (adanya jaringan kerjasama dengan pihak lain yang berjalan baik) dengan rata-rata skor 3,82 (76,44% dari skor maksimum) kategori pengaruh tinggi, dan X45 (adanya promosi atau pemasaran program konservasi sebagai daya tarik wisata) dengan rata-rata skor 3,79 (75,78% dari skor maksimum) yang jatuh pada kategori pengaruh tinggi terhadap keberhasilan

program. Program restorasi terumbu karang di Pemuteran sangat ditunjang oleh keberadaan jaringan komunikasi dan informasi yang sangat baik. Jejaring dibangun melalui kerjasama dengan Global Coral Reef Alliance (GCRA) yang memiliki alamat web http://www.globalcoral.org menjadi media publikasi kegiatan restorasi dan restorasi dan konservasi di belahan dunia lain seperti dari Pemuteran Indonesia, Malaysia, Great Barrier Reef Australia, Maldives, Jamaica, Philipina, Brazil, Belize, Bahama, Marshall Island, Gili Trawangan Indonesia, dan belahan dunia lainnya (Suryadiarta dan Setiawan, 2014). Media ini sekaligus menjadi tautan promosi dan pemasaran daya tarik wisata terumbu karang bagi pemuteran karena terdapat tautan menuju situs web Yayasan Karang Lestari (http://biorockbali.webs.com) yang selain menginformasikan kegiatan restorasi terumbu karang juga banyak menampilkan informasi pariwisata Desa Pemuteran. Program restorasi terumbu karang di Pemuteran juga dibantu publikasinya oleh para pengusaha pariwisata di Pemuteran dengan mentautkan ke situs usahanya misalnya tautan hotel Tamansari (http:// www.tamansaribali.com), Bali Diving Academi (http://scubali.com/diving-in-bali/ diving-in-pemuteran/ #title) Media promosi dan komunikasi yang juga sangat penting mengenai restirasu terumbu karang di Pemuteran tentunya ada di situs biorock yang beralamat di http://www.biorock.org Pemasaran program konservasi yang sekaligus sebagai daya tarik ekowisata terumbu karang banyak menarik wisatawan sehingga berkunjung ke Pemuteran (Suryadiarta dan Setiawan, 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: (1) Faktor-faktor yang memengaruhi keberhasilan program restorasi, konservasi dan ekowisata terumbu karang sebagai implementasi ekonomi hijau di Pemuteran Bali yaitu: a) adopsi nilai lokal dalam konservasi sebagai penunjang usaha ekonomi hijau, b) pemanfaatan sumberdaya lokal dalam konservasi, c) pengembangan menuju ekowisata berbasis konservasi dan efesiensi energi, d) pemanfaatan sumber energi dengan rendah emisi karbon, e) partisipasi yang berkeadilan, dan f) adopsi teknologi konservasi dengan energi terbarukan dan/atau eisien. (2) Persepsi masyarakat lokal terhadap aspek pendukung yang memengaruhi keberhasilan program restorasi, konservasi dan ekowisata terumbu karang sebagai implementasi ekonomi hijau di Pemuteran Bali jatuh pada kategori “berpengaruh tinggi” dengan rata-rata pencapaian skornya 3,83 (76,57% dari skor maksimum)..

REFERENSI

Anonim. (2012). Proil Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pecalang Segara Desa Adat Pemuteran, Kecamatan Gerokgak, Buleleng

Azam, Mehdi dan Tapan Sarker. (2011). Green Tourism in The Context of Climate Change Towards Sustainable Economic Development in The South Asian Region. Journal of Environmental Management and Tourism, Vol.2(3), pp.6-15

Bendesa, I Komang Gde. (2010). Analisis Faktor. Bahan Kuliah S3 Pariwisata. Universitas Udayana Fabinyi, Michael. (2010). The Intensiication of Fishing and the Rise of Tourism: Competing Coastal

Livelihoods in the Calamianes Islands, Philippines. Journal of Human Ecologys, Vol.38, pp415-427

Sarjono, Haryadi dan Winda Julianita. (2011). SPSS VS LISREL Sebuah Pengantar, Aplikasi untuk Riset.

Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Suryadiarta, I Ketut dan I Made Sarjana. (2012). Implementasi Ekonomi Hijau di Bidang Pariwisata: Kasus di Yayasan Karang Lestari Desa Pemuteran, Gerokgak, Buleleng, Bali. Laporan Penelitian. Kerjasana Puslitbang Kebijakan Pariwisata Badan Pengembangan Sumberdaya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf RI dan PS. Agribisnis, FP UNUD.

Suryadiarta, I Ketut dan I Gde Setiawan. (2014). Dari Restorasu Terumbu Karang ke Industri Pariwisata Hijau di Pemuteran Bali: Model Implementasi Ekonomi Hijau di Sektor Pariwisata. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing Tahun Pertama. LPPM Universitas Udayana

20 | Kuta, 29-30 Oktober 2015

Dokumen terkait