• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengarohi Tindakan Aborsi

Abortus provocatus berkembang pesat dalam masyarakat Indonesia, hal ini disebabkan banyaknya faktor yang memaksa pelaku dalam masyarakat guna melakukan hal tersebut. Pelaku merasa tidak mempunyai pilihan lain yang lebih baik disamping melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan hukum dan moral yaitu melakukan aborsi. Faktor yang mendorong pelaku dalam melakukan tindakan abortus provocatus, antara lain:

1. Kehamilan sebagai akibat hubungan kelamin di luar nikah. Pergaulan bebas di kalangan anak muda menyisakan permasalahan yang cukup besar. Angka kehamilan di luar nikah meningkat tajam. Hal ini disebabkan anak muda saat ini belum begitu mengenal arti pergaulan bebas yang aman, kesadaran yang amat rendah tentang kesehatan. Minimnya pengetahuan tentang reproduksi dan kontrasepsi maupun hilangnya jati diri akibat terlalu berhaluan bebas seperti negara-negara barat tanpa dasar yang kuat (sekedar ikut-ikut saja).

Hamil di luar nikah jelas merupakan suatu aib bagi wanita yang bersangkutan, keluarganya maupun masyarakat pada umumnya. Masyarakat tidak menghendaki kehadiran anak haram seperti itu di dunia. Akibat adanya tekanan psikis yang diderita wanita hamil maupun keluarganya, membuat wanita tersebut mengambil jalan pintas untuk menghilangkan sumber atau penyebab aib tersebut, dengan cara aborsi.

2. Alasan-alasan sosial ekonomis. Kondisi masyarakat yang miskin (jasmani maupun rohani) biasanya menimbulkan permasalahan yang cukup kompleks.

Karena terhimpit ekonomi itulah mereka tidak sempat memperhatikan hal-hal lain dalam kehidupan mereka yang bersifat sekunder, kecuali kebutuhan utamanya mencari nafkah. Banyak pasangan usia subur miskin kurang memperhatikan masalah-masalah reproduksi. Para wanita tidak menyadari kalau usia subur juga menimbulkan permasalahan lain tanpa alat-alat bukti kontrasepsi. Kehamilan yang terjadi kemudian tidak diinginkan oleh pasangan yang bersangkutan dan diusahakan untuk digugurkan dengan alasan mereka sudah tidak mampu lagi membiayai seandainya anggota mereka bertambah banyak.

3. Alasan anak sudah cukup banyak. Alasan ini sebenarnya berkaitan juga dengan sosial-ekonomi. Terlalu banyak anak sering kali memusingkan orang tua. Apalagi jika kondisi ekonomi keluarga tersebut ekonominya pas-pasan.

Ada kalanya apabila terlanjur hamil mereka sepakat untuk menggugurkan kandungannya dengan alasan sudah tidak mampu mengurusi anak yang sedemikian banyaknya. Daripada sianak yang akan dilahirkan nanti terlantar dan hanya menyusahkan keluarga maupun orang lain, lebih baik digugurkan saja.

4. Alasan belum mampu punya anak. Banyak pasangan-pasangan muda yang tergesa-gesa menikah tanpa persiapan terlebih dahulu. Akibatnya, hidup keluarga tersebut pas-pasan, hidup menumpang mertua, dan sebagainya.

Padahal salah satu konsekuensi dari perkawinan adalah lahirnya anak.

Lahirnya anak tentu saja akan memperberat tanggung jawab orang tua yang masih kerepotan mengurusinya hidupnya sendiri. Oleh karena itu, mereka biasanya mengadakan kesepakatan untuk tidak mempunyai anak terlebih

dahulu dalam jangka waktu tertentu. Jika terlanjur hamil dan betul-betul tidak ada persiapan untuk menyambut kelahiran sang anak, mereka dapat menempuh jalan pintas dengan cara menggugurkan kandungannya.

Harapannya, dengan hilangnya embrio atau janin tersebut, dimasa-masa mendatang mereka tak akan terbebani oleh kehadiran anak yang tentu saja membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk merawatnya sampai dewasa.

5. Kehamilan akibat diperkosa. Perkosaan adalah pemaksaan hubungan kelamin (persetubuhan) seorang pria kepada seorang wanita. Konsekuensi logis dari adanya perkosaan yaitu terjadinya kehamilan. Kehamilan pada korban ini oleh seorang wanita korban perkosaan yang bersangkutan maupun keluarganya jelas tidak diinginkan. Disamping trauma pada perkosaan itu sendiri, korban perkosaan juga mengalami trauma terhadap kehamilan yang tidak diinginkan.

Hal inilah yang menyebabkan si korban menolak keberadaan janin yang tumbuh di rahimnya. Janin dianggap sebagai objek mati, yang pantas dibuang karena membawa sial saja. Janin tidak diangap sebagai bakal manusia yang mempunyai hak-hak hidup.68

Aborsi dalam bidang kedokteran, terjadi karena adanya beberapa penyebab yang dialami oleh wanita:

1. Hasil konsepsi memiliki cacat atau kelainan pertumbuhan. Adapun faktor terjadinya kelainan tersebut adalah kelainan genetik atau kromosom, area yang buruk ketika hasil fertilisasi sudah melekat, janin yang sudah terpengaroh oleh zat yang mengancam dan berisiko seperti sudah terkena radiasi, obat-obatan, alkohol, tembakau dan infeksi virus.

68 Suryono Ekotama, dkk, Abortus Provokatus bagi Korban Perkosaan. Perspektif Viktimologi Kriminologi dan Hukum Pidana.(Yogyakarta, Andi, 2001), hlm 81

2. Kelainan yang terjadi pada plasenta. Adanya hambatan pembentukan pembuluh darah pada plasenta karena adanya penyakit darah tinggi yang akut.

3. Wanita hamil yang menderita penyakit kronis seperti tifus, anemia, keracunan, infeksi virus toxoplasma dan radang paru-paru.

4. Adanya kelainan pada organ kelamin wanita yang hamil tersebut seperti terdapat gangguan pada mulut rahim, kelainan yang terjadi pada bentuk rahim, dan kelainan bawaan dari rahim itu sendiri.69

Alasan lain wanita melakukan aborsi disebabkan

1. terdorong oleh politik pemerintah dalam pembatasan penduduk (contoh Cina), 2. pemilihan jenis kelamin,

3. program mewujudkan generasi unggulan,

4. karena mengidap satu penyakit, atau disebut alasan eugenic, 5. karena tidak sahnya si anak,

6. kegagalan kontrasepsi,

7. karena khawatir karier atau pola hidupnya terganggu dengan kemunculan anak,

8. tekanan ekonomi atau beban pemenuhan pendidikan dan kasih sayang, karena pemerkosaan.70

E. Sanksi Hukum Dalam Kasus Aborsi Menurut Hukum Pidana Islam Para fuqaha sepakat bahwa aborsi setelah ditiupkannya roh adalah haram dan merupakan kejahatan, akan tetapi apabila diketahui dengan pasti bahwa mempertahankan kehamilan setelah ditiupkannya roh akan mengakibatkan

69 0Hesti Kurniasih, dkk, Buku Saku Kebidanan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal, Cetakan Pertama, (Jakarta: Trans Info Media, 2017), hlm, 16.

70 Marzuki Umar Sa‟abah, PerilakuSeks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm 87

meninggalnya ibu, maka kaidah umum syari‟at memerintahkan untuk mengambil risiko yang paling ringan, maka tidak ada jalan lain kecuali dengan melakukan tindakan aborsi, karena ibu adalah kehidupan yang telah nyata dan mempunyai garis kehidupan dan sudah mempunyai hak dan kewajiban.71 Aborsi setelah ditiupkan roh yang sengaja dilakukan bukan dalam keadaan darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu merupakan kejahatan terhadap nyawa, dalam hukum Islam menurut para fuqaha pelakunya wajib dikenakan sanksi yaitu membayar diyat jika janin keluar dalam keadaan hidup lalu kemudian mati, atau membayar Ghurrah.72

Islam memiliki hukum mengenai praktik aborsi yang dilakukan wanita hamil. Aborsi yang dilakukan ketika usia kandungan sudah mencapai 120 (serratus dua puluh) hari atau empat bulan yakni sesudah roh ditiupkan, ahli fiqih sepakat berpendapat bahwa hukumnya adalah haram.73

Kalangan ulama figh berbeda pendapat dalam menetapkan hukum terhadap aborsi yang dilakukan sebelum ditiupkan roh. Hal ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Dibolehkan secara mutlak tanpa dikaitkan dengan uzur sama sekali. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama mazhab Zaidiyah, sebagian mazhab Hanafi, dan sebagian mazhab Syafi‟i.

2) Dibolehkan apabila ada uzur, dan makroh hukumnya apabila tanpa uzur. Uzur yang dimaksudkan adalah mengeringnya air susu ibu ketika kehamilan sudah mulai kelihatan, sementara sang ayah tidak mampu membiayai anaknya untuk

71 Yusuf Qordhowi dkk, Ensiklopedi Muslimah Modern, (Jakarta: Pustaka Iman, 2009), hlm.304

72 Ibid

73 Sapiudin Shidiq. Fikih Kontemporer, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2016), hlm 50.

menyusu kepada wanita lain apabila anaknya lahir nanti. Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian mazhab Hanafi dan sebagian mazhab Syafi‟i.

3) Makroh secara mutlak apabila belum ditiupkan roh. Pendapat ini dikemukakan oleh mazhab Maliki.

4) Haram melakukan aborsi, sekalipun belum ditiupkan roh, karena air mani apabila telah menetap dalam rahim, meskipun belum melalui masa 40 (empat puluh) hari, tidak boleh dikeluarkan. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama mazhab Maliki dan mazhab Zahiri.74

Ulama figh sepakat bahwa melakukan aborsi terhadap kandungan yang telah menerima roh hukumnya haram. Mereka mengemukakan alasan sebagaimana keumuman makna dalam firman Allah QS. al-Isra‟ (17): 31 dan 33, serta QS. al-An‟am (6): 151, sebagaimana yang telah dikemukakan. Para ulama juga sepakat tentang sanksi hukum bagi wanita yang melakukan aborsi setelah ditiupkannya roh, yaitu dengan membayar gurrah (budak laki-laki atau wanita).

Demikian pula jika yang melakukannya orang lain dan sekalipun suami sendiri.

Di samping membayar gurrah, sebagian ulama figh di antaranya mazhab Zahiri, bahwa pelaku aborsi juga dikenai sanksi hukum kaffarat, yaitu memerdekakan budak dan jika tidak mampu wajib berpuasa dua bulan berturut-turut, dan apabila masih tidak mampu juga, wajib memberi makan fakir miskin 60 orang.75

Aborsi yang dilakukan apabila ada uzur yang benar-benar tidak mungkin dihindari, yang dalam istilah figh disebut keadaan “darurat”, seperti apabila janin dibiarkan tumbuh dalam rahim akan berakibat kematian ibu. Ulama sepakat bahwa aborsi dalam hal ini hukumnya mubah. Kebolehannya ini guna

74 Fatmawati, Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam (Meluruskan Problema Perempuan di Mata Publik), Jurnal Al-Maiyyah, Volume 9 No. 1 Januari-Juni 2016, hlm 7-8

75 Ibid, hlm 9

menyelamatkan nyawa sang ibu. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah, bahwa Rasulullah Saw., menganjurkan agar orang jangan berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain. Kaidah figh juga mengatakan bahwa apabila terdapat dua hal yang merugikan, padahal tidak mungkin dihindari keduanya, maka harus ditentukan pilihan kepada yang lebih ringan kerugiannya.76

Bentuk sanksi yang diberlakukan terhadap pelaku abortus dalam hukum pidana Islam, antara lain:

1. Ghurrah

Ghurrah adalah hukuman denda, yang berkaitan dengan kompensasi karena menghancurkan kehidupan seorang anak dalam rahim. Tapi apabila istilah ini dibawa dalam kehidupan kontemporer, agaknya ini lebih tepat diartikan sebagai pembayaran sejumlah uang sebagai denda berdasarkan vonis pengadilan. Pendapat ini didasarkan pada kaedah yang menyatakan bahwa syariat Islam sesuai untuk semua, disamping praktik perbudakan sendiri tidak dijumpai lagi dalam kehidupan sekarang. Para ulama figh berbeda pendapat tentang siapa yang menanggung hukuman denda akibat perbuatan abortus. 77 b. Kaffarat

Kaffarat berarti penebusan dosa atau taubat (karena satu dosa). Mazhab Syafi'i dan Hanbali, kaffarat yang perlu dibayarkan dalam kasus serangan terhadap janin bersama pembayaran diyah kamilah (uang tebusan lengkap). Tetapi mazhab Hanafi mengatakan bahwa bilamana janin terpisah dari tubuh ibunya dalam keadaan hidup dan kemudian meninggal akibat serangan terhadapnya,

76 Ibid, hlm 9

77 Rasyidin Imran, Op.Cit, hlm 119

maka kaffarat-nya menjadi wajib, tetapi tidak menjadi kewajiban yang penting pada orang yang telah melakukan serangan terhadap janin. Abdul Qadir 'Audah, mengemukakan pendapatnya bahwa setiap orang yang terlibat dalam praktik aborsi harus berbagi membayar diyah dan kaffarat.78

Hukuman bagi pelaku aborsi, dibedakan sesuai dengan akibat dari perbuatan pelaku. Adapun akibat dari perbuatan pelaku adalah:

1. Gugurnya kandungan dalam keadaan meninggal apabila gugurnya janin dalam keadaan meninggal, maka hukuman bagi pelaku adalah diat janin, yaitu ghurrah (hamba sahaya) yang nilainya lima ekor unta. Hal ini sesuai dengan sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW hukuman ghurrah ini berlaku baik yang dibunuh itu janin wanita maupun janin laki-laki, dengan perhitungan untuk janin laki-laki 1/20 diat laki-laki, dan untuk janin wanita adalah 1/10 diat kamilah untuk wanita.79Dengan demikian untuk pembunuhan atas janin yang disengaja menurut pengikut mazhab Malikiyah maka diatnya diperberat (mughalladzah), yaitu harus dibayarkan dengan hartanya sendiri.

Sedangkan untuk tindak pidana aborsi, karena tidak sengaja maka diatnya diperingan yakni bisa dibayarkan oleh keluarganya. Apabila janin tersebut kembar dua dan kelipatannya, maka diatnya berlipat. Misalnya janin dalam kandungan ibu kembar dua maka hukumannya dua ghurrah yakni diatnya sepuluh ekor unta, jika si ibu meninggal ditambahkan diat untuk ibu.

2. Gugurnya janin dalam keadaan hidup, tetapi kemudian meninggal akibat perbuatan pelaku. Para ulama dalam hal ini berbeda pandangan, ada yang menyatakan bahwa perbuatan pelaku merupakan unsur disengaja dan ada yang

78 Ibid, hlm 121

79 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 225

menyatakan bahwa perbuatan pelaku tidak disengaja. Bagi ulama yang menyatakan ada unsur disengaja maka hukumannya diqishas, sedangkan yang menyatakan tidak disengaja, maka hukumannya diat kamilah. Diat kamilah untuk janin berbeda sesuai dengan perbedaan jenisnya, untuk laki-laki yakni seratus ekor unta sedangkan untuk wanita separohnya yaitu 50 ekor unta.

Apabila janinnya kembar dan seterusnya maka diatnya kelipatannya dari itu.80 3. Gugurnya janin dalam keadaan hidup terus atau meninggal karena sebab lain Apabila janin gugur dalam keadaan hidup dan tetap bertahan dalam hidupnya atau kemudian meninggal, disebabkan karena yang lain, maka hukumannya adalah hukuman ta’zir. Hukuman ini diberikan karena meninggalnya janin bukan karena perbuatan dari pelaku. Namun hukuman untuk pembunuhan atas janin yang sudah terpisah dari ibunya adalah hukuman mati karena jarimah yang terjadi adalah melenyapkan nyawa manusia.

4. Janin tidak gugur atau gugur setelah meninggal ibu. Keadaan ini hukuman bagi pelaku adalah ta’zir. Ketentuan ini berlaku apabila tidak ada petunjuk yang pasti bahwa bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku mengakibatkan meninggalnya janin, atau menggugurkannya, dan meninggalnya ibu tidak ada kaitannya dengan hal ini.

5. Tindak pidana mengakibatkan luka pada ibu, menyakitinya, atau menyebabkan kematiannya Apabila perbuatan pelaku tidak hanya menggugurkan kandungan, melainkan menimbulkan akibat pada ibu baik luka potong, atau bahkan meninggal, maka akibat tersebut harus dipertanggungjawabkan sesuai keadaan dari si ibu. Jika mengakibatkan

80 Ibid, hlm 225

meninggalnya ibu dalam hal ini ghurrah hukumannya untuk janin, juga berlaku hukuman diat bagi ibu. Misal pelaku memukul ibu dan pukulan tersebut tidak meninggalkan bekas luka melainkan menggugurkan janinnya dalam keadaan mati, maka pelaku dikenakan hukuman ta’zir untuk pemukulan terhadap ibu dang hurrah untuk pengguguran kandungan ibu.81

F. Sanksi Hukum Dalam Kasus Aborsi Menurut Hukum Pidana Indonesia