• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruh

Pada saat proses merencanakan investasi dilakukan, manajer keuangan juga secara simultan harus melaksanakan perencanaan pendanaan yang akan digunakan untuk membiayai investasi tersebut. Semakin besar atau semakin banyak investasi yang akan dilakukan, maka akan semakin besar pula dana yang dibutuhkan. Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan. Memang akan sangat ideal apabila perusahaan dapat menggunakan dana internal untuk membiayai seluruh kegiatan investasinya, namun pada kenyataannya investasi membutuhkan dana yang besar dan seringkali dana internal tidak mencukupi untuk mendanai rencana investasinya (Syahyunan, 2013:137). Untuk menyiasati masalah tersebut, perusahaan dapat mencari pendanaan yang bersumber dari luar perusahaan untuk mendukung rencana investasi yang akan dilakukan, misalnya dengan melakukan pinjaman berupa utang.

Tugas setiap manajer keuangan adalah menentukan struktur modal optimal yaitu struktur modal yang akan meminimalkan biaya modal sehingga akan

memaksimalkan keuntungan perusahaan. Terdapat beberapa teori tentang struktur modal antara lain:

2.1.6.1.1. Agency cost

Menurut teori ini, struktur modal disusun sedemikian rupa untuk mengurangi konflik antar berbagai kelompok kepentingan. Konflik pertama dapat terjadi antara pemegang saham (pemilik perusahaan) dan kreditor. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik perusahaan melakukan investasi pada proyek-proyek berisiko tinggi untuk meningkatkan keuntungan yang dampaknya merugikan kreditor dimana kreditor masih menerima bunga yang tetap berapapun keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Untuk menghindari kerugian semacam ini, kreditor biasanya melindungi diri dengan perjanjian-perjanjian pada saat penandatanganan pemberian kredit (Hutabarat:2010).

Konflik kedua terjadi antara pihak manajemen dengan pemilik perusahaan. Jika manajemen tidak mempunyai saham di perusahaan, maka keterlibatan manajer akan semakin berkurang. Dalam situasi tersebut manajer akan cenderung mengambil tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Konflik tersebut bisa dipecahkan jika manajemen mempunyai saham di perusahaan. Dalam kondisi tersebut, kepentingan manajer dengan pemegang saham akan menyatu sehingga pihak manajemen dapat bekerja dengan lebih hati- hati untuk mencegah terjadinya kerugian.

Konflik agensi juga dapat terjadi apabila perusahaan mempunyai free cash flow yang terlalu banyak. Free cash flowadalah arus kas lebih yang dibutuhkan

untuk mendanai semua proyek yang memiliki nilai netto sekarang saat didiskonto pada biaya modal yang relevan. Arus kas bebas yang besar akan mengarah pada perilaku manajer yang salah dan pengambilan keputusan yang buruk bukan demi kepentingan pemegang saham perusahaan. Konflik ini dapat diatasi melalui penggunaan utang dalam struktur modal. Tingkat utang yang tinggi akan menciptakan insentif bagi pihak manajemen untuk bekerja lebih efisien. Dengan memperhitungkan posisinya di dalam perusahaan dan kewajiban arus kas untuk membayar utang, dapat dinyatakan bahwa “kaki pihak manajemen diikat dekat api” agar mereka lebih berhati-hati dalam membuat keputusan dan memunculkan insentif agar tidak menghabiskan dana untuk berbagai keperluan yang bersifat pemborosan (Horne, 2001:245).

2.1.6.1.2.Trade-off Theory

Menurut teori ini, semakin besar penggunaan utang, maka akan semakin besar keuntungan yang akan dihasilkan dari penggunaan utang tersebut (leverage gain), tetapi biaya financial distress dan agency cost juga akan meningkat.

Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Kesimpulan dari teori ini adalah: penggunaan utang akan meningkatkan nilai perusahaan, tetapi hanya sampai pada titik tertentu. Setelah titik tersebut, penggunaan utang justru akan menurunkan nilai perusahaan karena kenaikan keuntungan dari penggunaan utang tidak sebanding lagi dengan kenaikan biaya financial distress dan agency cost. Titik balik tersebut disebut dengan struktur modal optimal yang menunjukkan jumlah utang optimal yang sebaiknya diterima perusahaan (Sjahrial, 2009:203)

2.1.6.1.3.Pecking Order Theory

Menurut Syahyunan (2013:228), dalam pecking order theory tidak terdapat struktur modal yang optimal. Secara spesifik, perusahaan mempunyai urutan-urutan preferensi (hierarki) dalam memilih sumber penggunaan dana untuk membiayai investasinya, yaitu:

1. Perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan operasional perusahaan.

2. Jika pendanaan eksternal dibutuhkan, maka perusahaan akan pertama kali memilih sumber pendanaan dari sekuritas yang paling aman, yaitu obligasi, kemudian saham preferen, dan yang terakhir saham biasa.

3. Terdapat kebijakan dividen yang konstan, yaitu perusahaan akan menetapkan jumlah pembayaran dividen yang konstan, tidak terpengaruh seberapa besar keuntungan atau kerugian yang dialami perusahaan tersebut.

4. Untuk mengantisipasi kekurangan persediaan kas karena adanya kebijakan dividen yang konstan, fluktuasi tingkat pengembalian, dan kesempatan investasi, maka perusahaan akan mengambil portofolio investasi yang lancar tersedia.

2.1.6.1.4. Teori informasi yang tidak simetris

Teori ini diajukan oleh Gordon Donalson yang menyatakan bahwa informasi yang tidak simetris adalah kondisi dimana suatu pihak memiliki informasi yang lebih banyak daripada pihak lain. Menurut teori ini, pihak manajemen perusahaan lebih mengetahui banyak tentang kondisi perusahaan saat

ini dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang dibandingkan investor di pasar modal. Selain itu, terdapat kecenderungan bahwa jika perusahaan memiliki prospek keuntungan yang cerah, manajemen tidak akan menerbitkan saham baru untuk mendapatkan sumber pendanaan, melainkan menggunakan laba ditahan. Sementara jika prospek keuntungan perusahaan kurang baik, maka manajemen cenderung untuk menerbitkan saham baru untuk memperoleh pendanaan (Horne, 2001:207).

Salah satu rasio yang digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mendanai kegiatan usahanya adalah dengan menggunakan rasio

leverage(Syahyunan, 2013:92). Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio (DER). Menurut Syamsudin (2000:54), debt to equity ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara jumlah utang yang digunakan oleh perusahaan terhadap modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan. Rasio ini biasanya digunakan untuk mengukur financial leverage suatu perusahaan. Debt to equity ratioyang tinggi menunjukkan bahwa suatu perusahaan menggunakan lebih banyak utang dari pada modal sendiri untuk mendanai kegiatan investasinya.

2.1.6.2.Profitabiltas

Profitabilitas mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan yang diperoleh dalam hubungannya dengan penjualan maupun investasi. Laba yang besar dapat digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan dan memperluas kegiatan investasinya. Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat

profitabilitas adalah return on investment (ROI). Return on Investment (ROI)

adalah pengukuran kemampuan perusahaan secara keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia dalam perusahaan.

2.1.6.3. Likuiditas

Likuditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kebutuhan jangka pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang dimilkinya. Aktiva lancar umumnya meliputi kas, sekuritas, piutang usaha dan persediaan, sedangkan kewajiban lancar terdiri atas utang usaha, wesel tagih jangka pendek, utang jangka pendek, akrual pajak dan beban-beban akrual lainnya (Brigham dan Houston, 2006:95). Salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas adalah

current ratio (CR). Current Ratio mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya (jatuh tempo kurang dari satu tahun) dengan menggunakan aktiva lancar. Semakin tinggi current ratio berarti semakin besar aset lancar yang dimiliki perusahaan dan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban finansial jangka pendeknya (Sartono, 2001:116).

Dokumen terkait