• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Untuk mengetahui Implementasi PNPM Mandiri Perkotaan di Kelurahan Koto Panjang

1.5. Kerangka Teori 1.Partisipasi 1.Partisipasi

1.5.2. Kebijakan Publik

1.5.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Implementasi Kebijakan

Menurut George Edward III (dalam Tangkilisan;2003) ada empat faktor yang berpengaruh terhadap kebersihan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan,yaitu faktor sumber daya,birokrasi,komunikasi,dan disposisi.

1) Faktor sumber daya (resources)

Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan,karena bagaimanapun jelas dan kosistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijukan,jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijkan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara eektif,maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan bisa efektif.Sumber-sumber penting dalam implementasi kebijkana yang dimaksud antara

lain mencakup;staf yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan untuk bisa melaksanakan tugas,perintah,dan anjuran atasan/pimpinan.

2) Struktur Birokrasi

Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasi suatu kebijakan sudah mencukupi dan para implementator mengetahui apa dan bagaimana cara melakukanya,serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukanya,implementasi bisa jadi masih belum efektif,karena ketidak efesienan struktur birokrasi yang ada.

3) Faktor Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaanya,harapan atau pengalamanya kepada orang lain (The Liang Gie,1976).Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting,karena dalam setiap proses kegiatan yang melibatkan unsure manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “bgaimanapun hubungan yang dilakuka”.

4) Faktor Disposisi (sikap)

Disposisi ini diartikan sebagai sokap para pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan.Dalam implementasi kebijakan,jika bingin berhasil secara efektif dan efesien,para implementator tidak hanya harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan dan mempunyai kemampuan untuk implementasi kebijakan tersebut,tetapi mereka juga harus mempunyai kemauan untuk mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Menurut Mazmanian dan Sabatier(1983) keberhasilan implementasi rencana dipengaruhi oleh otonomi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut dan kompleksitas dari rencana itu sendiri.

Efektivitas suatu implementasi ditentukan oleh 6 kondisi yaitu :

1. Adanya perundang-undangan atau intruksi pemerintah yang memberikan tanggung jawab tentang suatu kebijakan yang jelas dan kosisten atau menentukan pedoman bagi penyelesaian berbagai konflik yang akan dicapai.

2. Dengan perundanf-undangan tersebut dimungkinkan pendayagunaan suatu teori yang tepat dapat menemukan faktor-faktor utama dalam kaitan sebab akibat yang mempengaruhi tujuan kebijaksanaan yang hendak dicapai dan juga memberikan wewewnang seta kendali yang strategis bagi pelaksanaan atas kelompok-kelompok sasaran untuk mencapai hasil yang diharapkan.

3. Perundang-undangan itu dapat membetuk proses implementasi sehingga dapatr memaksimalkaan kemungkinaan keberhasilan pihak pelaksanaa dan kelompok sasaran.

4. Pemimpin badan atau institussi pelaksana memilki kapsitas kecakapan manjerial dan politis,rasa pengabdian dan tanggung jawab pada upaya pencapain sasaran yang digariskan sesuaai dengan peraturan yang berlaku.

5. program tersebut mendapat dukungan tokoh utama dari pihak legislative atau eksekutif,sedangkn lembaga yudikatif bersifat netraal.

6. Tingkat prioritas sasaran-sasaran yang hendak dicapai tidak berubah meskipun munculnya kebijakan public yang saling betentangan atau dengan terjadinya perubahan kondisi social ekonomi yang mengurangi kekuatan teori keterkaitan sebab akibat yang mendukung peraturan atau kekuatan dukungan politis (Mazmanian,1983).

Dalam implementasi kebijkan bukan sajka masalah komunikasi,informasi,respon masyarakat tetapi juga pendanaan,waktu,jadwal kegiatan untuk mendukung tim atau organisasi pelaksana dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya (wahab,1991).

Salah satu kendala yang menentukan efektivitas rencana program adalah lemahnya mekanisme pengendalian pembangunan (Development control).Hal ini di sebabkan oleh berbagai hal,antara lain karena pemerintah daerah seringkali tidak mempunyai akses terhadap rencana-rencana pembangunan sektoral yang dibuat dan ditentukan oleh pusat.Selain itu juga karena rencana-rencana yang telah disusun bisa berubah total akibat adanya investasi berskala besar yang tidak diduga sebelumnya.

1.5.3. Kemiskinan

Menurut Peter Townsend dalam Usman (2004 : 125), paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif. Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret dimana ukuran tersebut biasanya berorientasi pada kebutuhan hidup dasar minimum anggota masyarakat seperti sandang, pangan dan papan. Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu dimana dasar asumsinya adalah bahwa kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain.

Konsep kemiskinan ini biasanya diukur berdasarkan pertimbangan anggota masyarakat tertentu dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup. Lalu konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardstick, dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard karena kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, bisa jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin.

Menurut United Nations Development Programme (UNDP), Kemiskinan memiliki wujud yang majemuk, termasuk rendahnya tingkat pendapatan dan sumber daya produktif yang menjamin kehidupan berkesinambungan; kelaparan dan kekurangan gizi; rendahnya tingkat kesehatan; keterbatasan dan kurangnya akses kepada pendidikan dan layanan-layanan pokok lainnya, kondisi tak wajar dan kematian akibat penyakit yang terus meningkat; kehidupan bergelandang dan tempat tinggal yang tidak memadai; lingkungan yang tidak aman; serta diskriminasi dan keterasingan sosial. Kemiskinan juga dicirikan oleh rendahnya tingkat partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dalam kehidupan sipil, sosial dan budaya

Menurut Friedman dalam Suharto (2004 : 6), kemiskinan adalah ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuasaan sosial. Basis kekuasaan sosial meliputi : modal produktif atau asset (tanah, perumahan, alat produksi, kesehatan) ; sumber keuangan (pekerjaan, kredit) ; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan untuk mencapai kepentingan bersama (koperasi, partai politik, organisasi sosial) ; jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa ; pengetahuan dan keterampilan ; dan informasi yang berguna untuk kemajuan hidup.

Ada tiga ciri yang menonjol dari kemiskinan di Indonesia menurut Badan Pusat Statistik (BPS), yaitu :

1. Banyak rumah tangga yang berada di sekitar garis kemiskinan nasional, yang setara dengan PPP AS$1,55-per hari, sehingga banyak penduduk yang meskipun tergolong tidak miskin tetapi rentan terhadap kemiskinan.

2. Ukuran kemiskinan didasarkan pada pendapatan, sehingga tidak menggambarkan batas kemiskinan yang sebenarnya. Banyak orang yang mungkin tidak tergolong miskin dari segi pendapatan dapat dikategorikan sebagai miskin atas dasar kurangnya akses terhadap pelayanan dasar serta rendahnya indikator-indikator pembangunan manusia.

3. Mengingat sangat luas dan beragamnya wilayah Indonesia, perbedaan antar daerah merupakan ciri mendasar dari kemiskinan di Indonesia.

Dokumen terkait