• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : PERILAKU KONSUMEN TERHADAP SISA PENGEMBALIAN

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen

Konsumen dalam melaksanakan putusan belinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor internal dan faktor eksternal. Dibawah ini akan di uraikan apa saja yang tergolong kepada faktor internal dan faktor eksternal tersebut ;

1. Faktor Internal a. Kesadaran hukum

Faktor internal yang mempengaruhi perilaku konsumen terhadap sisa pengembalian uang pecahan yang tidak dikembalikan kepada konsumen adalah kesadaran hukum.

Kesadaran hukum adalah kesadaran diri sendiri tanpa tekanan, paksaan, atau perintah dari luar untuk tunduk pada hukum yang berlaku. Dengan berjalannya kesadaran hukum di masyarakat maka hukum tidak perlu menjatuhkan sanksi. Sanksi hanya dijatuhkan pada warga yang benar-benar terbukti melanggar hukum101

Sedangkan menurut H.C. Kelmen secara langsung maupun tidak langsung kesadaran hukum berkaitan erat dengan kepatuhan atau ketaatan hukum, yang dikonkritkan dalam sikap tindak atau perikelakuan manusia. Masalah kepatuhan

. Kesadaran hukum masyarakat akan haknya dalam penetapan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang terlebih kepada sikap acuh dari masyarakat meskipun telah jelas bahwa haknya sebagai konsumen di abaikan oleh pelaku usaha.

101

Akhinayasrin,“Pengertian Kesadaran Hukum”,

hukum tersebut merupakan suatu proses psikologis (sifatnya kualitatif) dapat dikembalikan pada tiga proses dasar, yakni Compliance, Identification, Internalization. Demikian pula menurut Soerjono Soekanto menyatakan bahwa kesadaran hukum adalah suatu percobaan penerapan metode yuridis empiris untuk mengukur kepatuhan hukum dalam menaati peraturan. Sebenarnya merupakan kesadaran akan nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebetulnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian terhadap hukum102

Berdasarkan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum adalah kesadaran dimana hukum itu merupakan pelindung bagi kepentingan manusia, sehingga sesuatu norma baru dapat disebut sebagai hukum apabila norma tersebut memenuhi kesadaran hukum kebanyakan orang. Oleh karena itu, suatu produk hukum yang tidak sesuai dengan kesadaran hukum kebanyakan orang akan kehilangan kekuatan mengikat

.

103

b. Kebutuhan .

Setiap orang mempunyai kebutuhan dan motif yang sama tetapi memiliki cara bereskpresi yang berbeda. Hal ini penting bagi pemasar karena dengan demikian bisa lebih dimengerti dan diantisipasi perilaku konsumsi. Kebutuhan adalah esensi dari konsep pemasaran modern. Bagaimana orang memenuhi kebutuhan itu perlu disimak oleh pemasar, karena hal tersebut memiliki makna yang lebih dalam dari pada sekedar konsep pemasaran modern104

Iklan potongan harga 50% (lima puluh persen) yang di display dengan huruf besar disebuah toko mungkin akan memicu konsumen untuk merasakan adanya

.

102

Busyra Azheri, “Meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat (Bagian I)”, http://gagasan hukum.wordpress.com/2012/03/29/meningkatkan-kesadaran-hukum-masyarakat-bagian-i/, diakses tanggal 4 Mei 2012.

103

Ibid

104

kebutuhan membeli produk saat itu. Kebutuhan yang datang dari dalam diri seseorang disebut sebagai kebutuhan fisiologis atau biologis (innate needs). Misalnya kebutuhan akan makanan, air, udara, pakaian, rumah. Kebutuhan tersebut sering juga disebut sebagai kebutuhan primer (primary needs). Produk tersebut dibutuhkan konsumen untuk mempertahankan hidupnya. Selain kebutuhan primer, ada juga kebutuhan sekunder atau motif. Kebutuhan sekunder atau kebutuhan yang diciptakan (acquired needs) adalah kebutuhan yang muncul sebagai reaksi konsumen terhadap lingkungan dan budayanya. Kebutuhan tersebut biasanya bersifat psikologis karena berasal dari sikap subjektif konsumen dan dari lingkungan konsumen105

2. Faktor Eksternal

.

a. Faktor Kebudayaan

Budaya, kebudayaan adalah “akal budi, pikiran manusia yang memiliki peradaban”106

105

Ibid, hlm. 36

. Akal budi, keyakinan, nilai-nilai, perilaku dan obyek-obyek materi yang dianut dan digunakan oleh komunitas/masyarakat tertentu. Budaya memiliki lima dimensi, yaitu dimensi materialialistik, institusi sosial, hubungan antara manusia dengan alam semesta, estetik, dan bahasa. Budaya merupakan sesuatu yang dipelajari dari lingkungan seseorang. Budaya adalah milik bersama suatu masyarakat atau komunitas dan budaya juga dinamis, artinya dapat berubah. Dalam setiap budaya terdapat nilai-nilai dasar yang mendominasi perilaku, konsep diri ideal dan sosial, perioritas hidup dan sebagai konsumen, berperan dalam pilihan produk. Nilai-nilai ini juga tercermin dalam memproduksi produk.

106

M.B. Ali, dan T. Deli, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung : Penabur Ilmu, 2000), hlm. 96

Produk mempunyai fungsi, bentuk dan arti. Ketika konsumen membeli suatu produk, mereka berharap produk tersebut menjalankan suatu fungsi membersihkan pakaian dalam hal detergen atau memberikan nutrisi dalam hal makanan. Konsumen terus membeli produk hanya bila harapan mereka akan produk yang menjalankan fungsi tersebut dipenuhi dengan sangat baik107

b. Faktor Sosial

. Dengan demikian, penetapan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang berlaku ditepis oleh budaya msyarakat dalam mengkonsumsi barang dana/atau jasa menitikberatkan kepada fungsi dari produk atau barang yang dipasarkan oleh pelaku usaha.

Selain faktor budaya, perilaku konsumen di pengaruhi oleh faktor-faktor sosial, seperti kelompok acuan, keluarga, peran, dan status sosial. Kelompok acuan terdiri dari semua kelompok yang memiliki pengaruh langsung atau tidak langsung terhadap sikap atau perilaku orang tersebut. Keluarga merupakan organisasi pembelian konsumen yang paling penting dalam masyarakat dan para anggota keluarga menjadi kelompok acuan primer yang paling berpengaruh. Peran dan status sosial seseorang menunjukkan kedudukan orang itu dalam setiap kelompok sosial yang ia tempati. Peran meliputi kegiatan yang diharapkan akan dilakukan oleh seseorang. Masing-masing peran menghasilkan status108

107

Nugroho, J. Setiadi, Perilaku Konsumen: Perspektif Kontemporer Pada Motif, Tujuan dan keinginan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003), hlm. 263-264

.

108

Santo Jia,“Faktor Sosial dan Faktor Budaya yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen”,

Kelas sosial adalah bentuk lain dari pengelompokan masyarakat ke dalam kelas atau kelompok yang berbeda. Kelas sosial akan mempengaruhi jenis produk, jenis jasa, dan merek yang dikonsumsi konsumen. Kelas sosial juga mempengaruhi pemilihan toko, tempat pendidikan, dan tempat berlibur dari seorang konsumen109

Misalnya seorang yang memiliki peran sebagai direktur dan status yang lebih tinggi dari pegawai kantor, tentu ia akan memilih berbelanja di pasar modern ketimbang di pasar tradisional, karena kesesuaian antara kebutuhan dan kelebihan berbelanja di pasar modern yang menyediakan pilihan produk yang bermacam ragam, kenyamanan dalam berbelanja dibanding berbelanja di pasar tradisional. Bukan menjadi masalah meskipun pelaku usaha menetapkan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang yang pada akhirnya uang pengembalian yang tidak dikembalikan kepada konsumen.

.

c. Faktor Hukum

Salah satu faktor rendahnya tingkat kesadaran hukum para konsumen untuk mempertahankan hak-haknya adalah karena sangat kurangnya sosialisasi, baik sebelum diundangkan maupun setelah diundangkannya UUPK. Banyak konsumen korban yang enggan untuk melakukan tindakan hukum, dan ternyata bukan hanya warga masyarakat biasa saja yang enggan bahkan mahasiswa dan para pegawai negeri sipil yang bergelar S1, bahkan S2 banyak yang belum mengetahui adanya Undang-undang Perlindungan Konsumen ini110

109

Riyanti Prasetijo, dkk, op.cit, hlm. 218

.

110

Rendahnya kepercayaan warga masyarakat terhadap perlindungan konsumen, ditambah dengan rasa tidak yakin bahwa melalui UUPK hak-hak mereka yang dilanggar dapat dipulihkan, juga berpengaruh terhadap kesadaran hukum konsumen Indonesia111

d. Kebijakan Pemerintah

.

Kebijakan pemerintah merupakan hal yang sangat mempengaruhi perilaku konsumen, terlebih dalam hal perilaku konsumen terhadap penetapan harga barang yang tidak berdasarkan nilai mata uang. Mengenai hak-hak konsumen secara tegas diatur di dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, meskipun demikian kebijakan pemerintah khususnya terhadap pelaku usaha yang menetapkan harga barang yang mengabaikan hak-hak konsumen harus di tindak tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Suatu kaidah hukum meskipun diatur secara sistematis dan baik dalam peraturan perundang-undangan atau ketentuan-ketentuan lainnya akan menjadi kaidah mati (the dead norm) apabila penerapannya tidak mampu memenuhi tuntutan rasa keadilan atau memberi manfaat lain kepada masyarakat.

C. Perilaku Menyimpang dan Kepatuhan Hukum