• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN PUSTAKA

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

Persepsi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu: (a) perhatian yang selektif, (b) ciri-ciri rangsang, (c) nilai-nilai dan kebutuhan individu, dan (d) pengalaman terdahulu (Irwanto, 2002; Walgito, 2004). Masing-masing faktor dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Perhatian yang selektif

Setiap individu berinteraksi dengan lingkungan. Interaksi ini mempengaruhi individu untuk menerima rangsang dari dunia sekitar. Rangsang atau stimulus yang diterima individu sangatlah beragam, sehingga individu perlu memilih untuk memusatkan perhatian pada rangsang tertentu saja. Perhatian sebagai langkah mempersiapkan persepsi merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu terhadap suatu obyek atau sekumpulan obyek. Perhatian terhadap suatu objek antara lain tergantung dari intensitas obyek itu sendiri (Walgito, 2004: 98). Individu menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya setiap saat. Meskipun demikian ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya. Individu memusatkan perhatiannya pada rangsang tertentu saja. Dengan demikian objek atau

gejala-gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamat (Irwanto, 2002: 96-97).

Perhatian mempengaruhi persepsi. Ada begitu banyak rangsang atau stimuli di sekitar manusia dan ia tidak dapat menerima semua stimuli itu. Hal ini berarti manusia perlu selektif dalam menerima stimuli. Perhatian akan mengarahkan manusia memusatkan diri hanya pada sebagian stimuli yang mungkin dapat diterima pada suatu waktu. Dengan kata lain, persepsi manusia mengenai sesuatu tidak pada semua bagian melainkan hanya sebagian saja sesuai dengan pusat perhatiannya. Dalam pelayanan bimbingan klasikal ada begitu banyak hal yang dapat bermanfaat bagi siswa. Manfaat yang diperoleh bergantung juga pada hal yang menarik perhatian siswa yang bersangkutan. Siswa sendiri harus menangkap manfaat pelayanan bimbingan klasikal baginya; untuk ini perhatiannya ikut menentukan.

b. Ciri-ciri rangsang

Dalam melakukan persepsi, rangsang yang diterima harus kuat sampai melewati ambang rangsang, minimal dapat diterima oleh individu (Walgito, 2004: 46). Rangsang yang berubah-ubah lebih mudah diterima oleh individu daripada rangsang yang statis. Rangsang dengan ukuran besar dan

diterima secara berulang-ulang akan lebih mudah diterima individu. (Irwanto, dkk, 1988: 76).

c. Nilai-nilai dan kebutuhan individu

Davidoff (Walgito, 2004: 89) mengemukakan bahwa persepsi itu bersifat individual, sehingga persepsi individu yang satu dengan yang lain dapat berbeda. Perbedaan ini ditentukan oleh nilai dan kebutuhan individu itu sendiri. Nilai dan kebutuhan individu mempengaruhi individu dalam menerima rangsang. Rangsang yang dapat memenuhi kebutuhan individu akan lebih mudah diperhatikan.

Perhatian individu terhadap rangsang turut ditentukan oleh sejauh mana rangsang itu bernilai dan disesuaikan dengan kebutuhannya. Individu akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang lebih bernilai baginya daripada rangsang yang kurang bernilai. Setiap individu memiliki prioritas nilai. Prioritas nilai bagi setiap individu berbeda-beda. Karena itu persepsi individu dapat berbeda-beda sesuai dengan prioritas nilai. Individu juga akan lebih menaruh perhatian kepada rangsang yang sesuai dengan kebutuhannya daripada rangsang yang kurang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu, perhatian individu terhadap rangsang bersifat subyektif, berbeda antara individu yang satu dengan yang lainnya (Irwanto, 2002: 97).

d. Pengalaman terdahulu.

Perhatian individu terhadap rangsang dapat ditentukan oleh pengalaman individu yang sebelumnya yang berhubungan dengan rangsang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi individu dalam mempersepsi dunianya (Irwanto, 1994: 97). Perhatian individu ditentukan juga oleh pengetahuan individu sebagai hasil pengalaman terdahulu. Pengetahuan hasil pengalaman terdahulu dapat berupa pengetahuan bersifat kognitif (mengetahui sesuatu berguna/bermanfaat atau tidak berguna/tidak bermanfaat). Pengetahuan yang bersifat kognitif menjadi dasar untuk bertindak/melakukan sesuatu.

B. Pelayanan Bimbingan Klasikal 1. Pengertian Bimbingan

Bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan. dan merencanakan masa depan (Depdikbud, 1994: 1). Menurut Wijaya (1988: 90) bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada siswa yang dilakukan secara terus menerus supaya mereka dapat memahami dirinya dan sanggup mengarahkan diri serta bertindak wajar, sesuai dengan keadaan dan tuntutan sekolah, keluarga, dan masyarakat.

Rochman (Winkel dan Hastuti, 2004: 29) mendefinisikan bimbingan sebagai proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu yang bersangkutan dapat memahami dirinya, sehingga individu sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.

Sugihartono (1982: 5) mendefinisikan bimbingan sebagai berikut:

Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu atau sekelompok individu dari semua jenis dan umur, baik yang telah memiliki masalah maupun yang belum memiliki masalah agar individu atau sekelompok individu tersebut dapat mengatasi dan mencegah kesulitannya dengan kemampuan sendiri sehingga tercapai kebahagiaan hidupnya baik sebagai makhluk sosial maupun individual.

Pengertian itu menunjukkan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada semua individu baik yang memiliki masalah maupun yang tidak memiliki masalah dalam hidupnya, sehingga dapat mengatasi dan menghindari permasalahannya untuk mencapai kebahagiaan hidupnya.

Bimbingan merupakan usaha bersama antara guru pembimbing atau konselor dengan siswa. Konselor membantu siswa untuk mengenal, memahami, menerima dirinya dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan yang dibutuhkannya

agar mampu menyesuaikan diri dan melihat dirinya, mampu mengambil keputusan sendiri dalam berbagai hal sehingga dapat mengarahkan dan mewujudkan diri sendiri.

2. Bimbingan Klasikal

Menurut Winkel (1997: 519) bimbingan klasikal merupakan sarana untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalamannya di sekolah bagi dirinya sendiri. Pelayanan bimbingan klasikal dilaksanakan dengan mengadakan sejumlah kegiatan bimbingan, yang disesuaikan dengan topik-topik bimbingan berdasarkan kebutuhan siswa.

Pada dasarnya bimbingan klasikal merupakan bentuk dan sarana pelayanan bimbingan yang diberikan konselor di dalam kelas dengan menyajikan materi yang telah disiapkan sebelumnya untuk menunjang perkembangan optimal masing-masing siswa, yang diharapkan dapat mengambil manfaat dari pengalaman pendidikan bagi dirinya sendiri (Winkel dan Hastuti, 2004).

Bimbingan klasikal juga disebut Classroom- Guidance

atau pelayanan bimbingan pada jam-jam tertentu (ditentukan dalam jadwal) oleh seorang konselor yang masuk kelas untuk memberikan pelayanan bimbingan berupa pembahasan masalah yang tidak termasuk dalam silabus pelajaran lain, misalnya: cara

belajar yang baik, cara memilih jurusan atau fakultas, cara bergaul, cara mendewasakan diri.

Pelayanan bimbingan klasikal yang diberikan kepada siswa memuat berbagai bidang bimbingan. Menurut Prayitno (1997: 65 – 68) bidang-bidang bimbingan klasikal tersebut adalah:

a. Bidang Bimbingan Pribadi.

Pelayanan bidang bimbingan pribadi bertujuan membantu siswa untuk dapat mengenal, memahami dan mengembangkan dirinya sendiri menjadi orang yang lebih baik dari sebelumnya dan memiliki pribadi yang teguh dan beriman serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manntap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani.

b. Bidang Bimbingan Sosial.

Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat berkomunikasi yang baik dengan orang lain, hidup bersosialisasi terhadap lingkungan sekitar dan etika pergaulan sosial yang berdasarkan budi pekerti luhur.

c. Bidang Bimbingan Belajar.

Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat melakukan kegiatan dan kebiasaan belajar yang baik. Siswa lebih percaya diri dalam menghadapi ujian dengan baik sehingga dapat mengembangkan diri untuk mempersiapkan masa depan.

d. Bidang Bimbingan Karier.

Pelayanan bimbingan di bidang ini bertujuan membantu siswa untuk dapat mengenal berbagai macam sekolah lanjutan dan pekerjaan dalam mengembangkan karier di masa depan.

Dokumen terkait