• Tidak ada hasil yang ditemukan

Salah satu faktor yang menghambat kelancaran dan efektivitas birokrasi publik adalah tidak profesionalnya aparatur birokrasi publik dalam menjalankan fungsi dan tugas, tidak profesionalnya aparatur birokrasi publik Indonesia dapat dilihat dari banyaknya temuan para pakar dan pengalaman pribadi masyarakat di lapangan tentang pelayanan publik yang diselenggarakan birokrasi. Lambannya birokrasi dalam merespon aspirasi publik serta pelayanan yang terlalu prosedural (red tape) merupakan sedikit contoh diantara sekian banyak ketidakberesan dalam dunia birokrasi publik Indonesia.

Menurut Siagian, (2004:164) faktor-faktor yang menghambat terciptanya aparatur yang profesional antara lain lebih disebabkan oleh profesionalisme aparatur yang sering terbentur dengan tidak adanya iklim yang kondusif dalam dunia birokrasi untuk menanggapi aspirasi masyarakat dan tidak adanya kesediaaan pemimpin untuk memberdayakan bawahan.

Pendapat tersebut meyakini bahwa sistem kerja birokrasi publik yang berdasarkan juklak dan juknis membuat aparat menjadi tidak responsif serta juga karena tidak berperannya pemimpin sebagai pengarah (katalisator) dan pemberdaya bagi bawahan.

Menurut Tjokrowinotono, (2006:193) menyatakan bahwa profesionalisme tidak hanya cukup dibentuk dan dipengaruhi oleh keahlian dan pengetahuan agar aparat dapat menjalankan tugas dan fungsi secara efektif dan efisien, akan tetapi juga turut dipengaruhi oleh filsafat-birokrasi, tata-nilai, struktur, dan prosedur-kerja dalam birokrasi.

Mewujudkan aparatur yang professional diperlukan political will (kemauan politik) dari pemerintah untuk melakukan perubahan besar dalam organisasi birokrasi publik agar dapat bekerja secara profesional dan responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan publik. Perubahan tersebut meliputi perubahan dalam filsafat atau cara pandang organisasi dalam mencapai tujuan yang dimulai dengan merumuskan visi dan misi yang ingin dicapai dan dijalankan oleh organisasi, membangun struktur yang flat dan tidak terlalu hirarkis serta prosedur kerja yang tidak terlalu terikat kepada aturan formal.

Sedangkan menurut Numberi, (2000:100) sebagai upaya untuk merespon aspirasi publik yang juga sebagai bagian dari perubahan lingkungan maka perlu diambil tindakan sebagai berikut:

Serangkaian tindakan yang perlu ditempuh pemerintah untuk merespon aspirasi publik dan perkembangan lingkungan dengan serangkaian tindakan efisiensi yang meliputi pemghematan struktur organisasi, penyederhanaan prosedur, peningkatan profesionalisme aparatur menuju peningkatan pelayanan publik.

Upaya untuk mewujudkan hal tersebut maka diperlukan penerapan manajemen modern untuk penataan kelembagaan sebagai salah satu kecenderungan global. Berdasarkan pandangan Osborne dan Plastrik, (2007:16) dijelaskan bahwa untuk membangun dan melakukan tranformasi sistem organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efisiensi, dan kemampuan melakukan inovasi maka harus dicapai melalui: perubahan tujuan, sistem insentif, pertanggung-jawaban, struktur kekuasaan dan budaya sistem serta organisasi pemerintah.

Menurut pendapat tersebut dapat dinyatakan bahwa untuk melakukan perubahan dalam organisasi dan meningkatkan profesionalisme aparatur maka penting untuk meredefinisikan kembali apa yang hendak di capai oleh organisasi, membangun sistem penggajian yang yang mengedepankan nilai keadilan serta membangun struktur organisasi yang memungkinkan untuk terjadinya proses pengambilan keputusan yang cepat.

Secara keseluruhan dengan mendasarkan kepada kenyataan yang ada pada dunia birokrasi yang diperkuat oleh argumen dan temuan para teorisi seperti di atas maka di tarik kesimpulan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi profesionalisme aparatur antara lain yaitu budaya organisasi yang timbul dan mengkristal dalam rutintas birokrasi, tujuan organisasi, struktur organisasi, prosedur kerja dalam birokrasi, sistem insentif dan lain lain.

a. Visi-Misi Organisasi

Keberadaan visi-misi sangat diperlukan bagi organisasi untuk menentukan arah dan tujuan dari sebuah organisasi. Menurut (Utomo, 2006:38) yang dimaksud dengan “visi” adalah cita-cita dimasa depan yang ada dalam pemikiran para pendiri sebuah organisasi dan yang dimaksud “misi” merupakan upaya-upaya konkrit yang ditempuh untuk mewujudkan visi tersebut. Menurut (Ancok, 2000:12) yang dimaksud dengan “visi-misi organisasi adalah harapan tentang masa depan organisasi yang realistik, dapat dicapai dan menarik yang dijabarkan dalam misi sebagai pernyataan untuk apa organisasi dibangun. Sedangkan ciri efektif dari visi yang efektif adalah terfokus, jelas, mengandung sesuatu hal yang mulia serta peluang sukses untuk mencapainya cukup besar.

Keberadaan visi diperlukan untuk setiap organisasi guna menentukan cita-cita yang ingin dicapai namun cita-cita tersebut hendaknya bersifat realistik dan tidak terlalu normatif. Berdasarkan pandang Siagian, (2004:168) menyatakan sebagai berikut visi merupakan bintang penuntun bagi bagi suatu organisasi termasuk negara yang didirikan untuk tujuan tertentu, tidak perlu dipersoalkan siapa yang menetukan tujuan tersebut akan tetapi bagaimana menumbuhkan persepsi yang sama dari semua pihak dalam organisasi tersebut untuk mencapai tujuan tersebut dengan menetapkan misi sebagai langkah-langkah utama yang harus diemban dalam rangka pencapaian tujuan tersebut.

Visi-misi yang baik tentunya merupakan hasil dari suatu kebersamaan dalam organisasi dan juga menyesuaikan terhadap kemampuan individu serta kemampuan finansial yang dimiliki organisasi. Agar visi-misi organisasi tidak

menjadi sekedar hiasan dinding serta lemari organisasi maka harus disosialisasikan kepada aparatur untuk diaplikasikan kedalam pelaksanan tugas dan fungsi organisasi. Berdasarkan pandangan Salusu, (2006:91) dijelaskan bahwa misi yang baik mengekspresikan produk atau pelayanan apa yang dihasilkan, kebutuhan apa yang ditanggulangi, sasaran dari pelayanan, bagaimana kualitas pelayanan tersebut, dan apa yang diinginkan oleh organisasi dalam masa depan.

Menurut Osborne dan Gaebler, (2002:133) terdapat beberapa keunggulan organisasi yang digerakkan oleh misi adalah organisasi yang digerakkan oleh misi “lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel dan lebih mempunyai semangat ketimbang organisasi yang digerakan oleh peraturan

Berdasarkan mendasarkan pemikiran kepada pendapat para pakar di atas, maka disimpulkan arti penting keberadaan visi-misi bagi organisasi untuk menentukan tujuan apa yang hendak dicapai oleh organisasi pada masa depan.

b. Struktur Organisasi

Struktur bagi suatu organisasi sangat berguna untuk memperjelas dan memahami tugas dan fungsi masing masing bagian dalam suatu organisasi struktur, tugas masing masing bagian dalam organisasi menjadi jelas. Struktur yang baik adalah struktur yang beroreintasi kepada visi-misi organisasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan kinerja organisasi dan profesionalisme jajaran di dalamnya.

Menurut Gibson, (2005:101) dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan struktur organisasi sebagai pola dan kelompok pekerjaan dalam suatu organisasi. Berdasarkan pandangan Wright dkk, (2006:188) dijelaskan bahwa yang dimaksud

dengan struktur organisasi adalah sebagai bentuk cara dimana tugas dan tanggung jawab di alokasikan kepada individu, dimana individu tersebut di kelompokkan ke dalam kantor, departemen, dan divisi. Struktur organisasi hendaknya selalu menyesuaikan dengan perkembangan kebutuhan publik dan lingkungan hal tersebut bertujuan untuk terciptanya kinerja organisasi yang efektif dan proses kerja yang cepat.

Struktur organisasi yang terlalu hirarkis hanya akan memperlambat proses kerja dan cenderung tidak efisien terdapatnya berbagai macam tugas dalam organisasi yang harus diselesaikan menuntut kemampuan dan keahlian aparatur. Struktur yang membagi tugas organisasi dalam kelompok kelompok bukan berarti struktur menjadi terkotak-kotak. Adanya pengotakan hanya sebagai alat untuk menunjukkan bahwa suatu kegiatan dan pekerjaan dalam organisasi berinduk pada kotak tersebut. yang menjadi pertanyaan adalah “ketika kotak atau bagan dalam organisasi tersebut dipecah kedalam kotak-kotak yang lebih kecil” sehingga hanya memperpanjang hiraki dalam organisasi yang dapat berdampak kepada kelambanan organisasi dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaan.

Sebagai upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang desentralis diperlukan organisasi yang bersifat ramping (flat) yang dengan menggabungkan bagian bagian yang memiliki banyak kemiripan dalam tugas dan fungsi, dimana organisasi yang ramping serta didukung dengan desentralisasi kewenangan membuat organisasi menjadi fleksibel dalam memberi respon, lebih cepat beradaptasi dengan perubahan, lebih efektif dan inovatif, serta lebih komitmen kepada tujuan. Struktur ideal dalam merespon perubahan lingkungan adalah

struktur yang memberikan ruang bagi anggota organisasi untuk langsung berhadapan dengan konsumen dan dapat mengambil keputusan tanpa melalui proses hirarkis yang terlalu panjang. Sebagaimana yang dikatakan oleh Negak, (2004:239) bahwa struktur organisasi yang yang beroreintasi kepada masyarakat dapat menggalakkan inovasi yang dapat dilakukan dengan cara meminimalkan hirarki, keseimbangan yang cukup antara organisasi yang di standarkan serta beroreintasi kepada pasar (market oriented).

Selanjutnya Ancok, (2004:97) menjelaskan bahwa untuk menghadapi tantangan kedepan di perlukan desentralisasi kewenganan kepada daerah, membangun struktur organisasi yang ramping dimana dengan terjadinya desentralisasi kewenangan dan struktur yang ramping memungkin bagi organisasi untuk beroreintasi kepada masyakarat.

Berdasarkan pendapat dan penjelasan diatas maka dapat dinyatakan bahwa struktur organisasi agar memberikan kontibusi positif bagi profesionalisme aparaturnya adalah struktur yang memungkinkan bagi terjadinya pendelegasian wewenang dari pimpinan puncak kepada manajemen lini tengah untuk mensikapi setiap pekerjaan masing-masing bagian secara mandiri tanpa harus melalui proses pengambilan keputusan yang terlalu panjang dan menunggu instruksi atasan. Adanya pendelegasian wewenang dan pembagian tugas yang jelas dan tegas mampu membuat aparat menjadi lebih profesional dan bertanggung gugat kepada masyarakat.

c. Kepemimpinan

Kepemimpinan dalam organisasi memiliki peran penting untuk mencapai tujuan organisasi melalui kepemimpinan organisasi dapat mengerahkan segala sumber daya untuk mencapai tujuan. Kepemimpinan yang responsif sangat diperlukan untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi kinerja organisasi dan menggerakan bawahan. Kepemimpinan menurut Bernard, (dalam Gibson, 2005:5) adalah agen perubahan, orang yang perilakunya akan lebih mempengaruhi perilaku dan kinerja bawahan. Sedangkan kepemimpinan menurut Terry (dalam Thoha, 2009:227) adalah aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang agar diarahkan mencapai tujuan organisasi.

Dimana pengaruh dan kemampuan pemimpin dalam pendapat tersebut sangat dominan bagi tercapainya tujuan organisasi. Pemimpin dengan otoritas yang dimiliki mampu untuk memimpin bawahan serta mengorganisir bawahan dan meminimalisir perbedaan kepentingan (conflict interest) antara ambisi individu, maupun kelompok dalam mencapai tujuan organisasi. Pendapat senada juga diutarakan oleh Kartono, (2008:163) bahwa kepemimpinan merupakan kemampuan mendorong dan mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu guna mencapai tujuan bersama dimana kepemimpinan tersebut harus memenuhi kompetensi tertentu agar proses pencapaian tujuan organisasi menjadi lebih mudah kompetensi tersebut meliputi, akseptansi/penerimaan dari kelompok dan pemilikan keahlian khusus pada satu situasi khusus.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa kemampuan seorang pemimpin untuk menempatkan dirinya sebagai agen perubahan bagi

organisasi yang dapat mempengaruhi perilaku dan berdampak terhadap peningkatan kinerja organisasi. Kepemimpinan bagi sebagian ahli terjadi dan terbentuk dengan sendirinya dan sebagian lain menyatakan bahwa kepemimpinan dibentuk melalui lingkungan.

Menurut Karjadi, (2009:17) terdapat berbagai teori tentang kepemimpinan antara lain adalah Teori bakat, Bahwa kepemimpinan diawali dari bakat individu akan tetapi bakat tersebut harus dikembangkan dengan melatih diri dalam sifat-sifat dan kebiasaan tertentu dengan berpedoman kepada suatu teori tentang sikap mental yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Teori lingkungan, bahwa waktu, periode, tempat, situasi dan kondisi tertentu sebagai akibat dari pada suatu peristiwa penting, akan menampilkan seorang pemimpin yang dikehendaki oleh lingkungannya pada waktu tertentu. Teori hubungan kepribadian dengan situasi, Bahwa kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kepribadian yang menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang dihadapi berupa tugas dan pekerjaan yang dihadapi, orang-orang yang dipimpin, keadaan yang mempengaruhi pekerjaan serta orang-orang yang harus menjalankan pekerjaan tersebut.

Sedangkan menurut Philip Crosby (dalam Gibson, 2005:56) menyatakan bahwa kepemimpinan tidak hanya terbentuk begitu saja, akan tetapi kepemimpinan dapat dipelajari, dimana seseorang sebenarnya dapat belajar untuk menjadi eksekutif dan karakteristik terpenting untuk menjadi seorang pemimpin adalah sifat terbuka, konstan dan belajar terus-menerus.

Berdasarkan kepemimpinan terdapat berbagai bentuk kepemimpinan antara lain: Kepemimpinan demokratis yang dikaitakan dengan kekuatan personel dan

terdapatnya partisipasi bawahan dalam permasalahan organisasi. Kepemimpinan otokratis didasarkan kepada kekuatan posisi dan penggunaan otoritas. Perbedaan mendasar antara kedua gaya kepemimpinan terletak pada kepemimpinan demokratis terdapat kerja-sama dalam bekerja, kepemimpinannya dihormati dan disegani, kedisiplinan tertanam dengan kesukarelaan, tanggung-jawab ada ditangan seluruh anggota, dan komunikasi bersifat dua arah serta semangat kooperatif yang tinggi (Kartono, 2008:167). Terbentuknya kepemimpinan yang ideal dan demokratis tersebut tentunya tidak terlepas dari kompetensi tertentu, menurut Gibson dkk, (2005:11) bahwa kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin setidak tidaknya memenuhi 3 (tiga) unsur berikut inteligensi, kemampuan pengawasan, kepribadian dan karakter fisik.

Sedangkan menurut pendapat (Utomo dan Abidin, 2008:92) lain persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin adalah vitalitas fisik dan stamina, intelijensi dan kearifan, rasa tanggung-jawab yang besar, semangat tinggi dalam meraih kesuksesan, aspiratif, kemampuan beradaptasi dan fleksibilitas, berkompetensi dalam bidangnya.

Terpenuhinya kompetensi tersebut dalam diri seorang pemimpin sedikit banyak akan memberikan arti positif bagi iklim kerja yang kondusif dalam pencapaian tujuan organisasi. Tipe kepemimpinan demokratis merupakan tipe kepemimpinan yang ideal dan terbaik menurut Sayless dan Strauss (dalam Kartono, 2008:121) dijelaskan dalam kepemimpinan pada suatu organisasi secara umum terbagi 2 (dua) bentuk komunikasi:

1. Komunikasi satu arah (one way communication).

Keuntungannya adalah terjadinya komunikasi secara cepat dan efisien, berlangsung top down dapat melindungi kesalahan pemimpin, sedangkan kelemahan dari model ini dimana kepemimpinan bersifat otoriter, dapat menimbulkan ketidak jelasan serta kesalah pahaman pada bawahan.

2. Komunikasi dua arah (two way communication).

Keuntungannya seperti perintah atasan dapat dengan mudah dipahami secara akurat, iklim kerja menjadi demokratis. tingkat kesalah-pahaman bawahan terhadap perintah atasan dapat di minimalisir.

Berdasarkan dua model komunikasi tersebut dapat dinyatakan bahwa model komunikasi dua arah sangat relevan untuk membangun suasana kerja yang kondusif dan berdampak positif bagi peningkatan produktivitas organisasi. Berdasarkan penjelasan di atas maka yang dimaksud dengan kepemimpinan yang demokratis adalah kepemimpinan yang memungkinkan dan memberikan ruang bagi bawahan untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan organisasi dan kepemimpinan yang mau mendengarkan masukan dan kritikan dari bawahan sehingga terjadi komunikasi yang sifatnya 2 (dua) arah atau (two way communication) sedangkan ciri-ciri dari kepemimpinan otokratis adalah kebalikan dari kepemimpinan yang demokratis.

d. Penghargaan

Penghargaan atau kompensasi merupakan tujuan dari setiap individu dalam bekerja guna memenuhi kebutuhan hidup bagi individu tersebut maupun keluarga. Untuk mendapatkan penghargaan yang layak dan mencukupi seseorang mau bekerja keras demi terpenuhinya kebutuhan tersebut setiap organisasi menyediakan bentuk penghargaan kepada karyawan sebagai bentuk hasil dari apa yang diberikan oleh individu terhadap organisasi. Menurut Maslow (dalam Warsito dan Abidin, 2008:35) yang terkenal dengan sebutan teori Maslow`s Needs dijelaskan bahwa terdapat unsur-unsur tertentu yang membuat individu

melakukan pekerjaan apa saja untuk pemenuhan kebutuhannya dan membuat dirinya menjadi dinamis dan berkembang yakni:

1. Kebutuhan fisiologis (the phsysiological needs) seperti sandang, pangan, papan dan lain-lain

2. Kebutuhan rasa aman (the savety needs) seperti perlindungan diri, keluarga, pekerjaan tetap, jaminan hari tua

3. Kebutuhan sosial (the social needs) seperti diterima dalam pergaulan masyarakat

4. Kebutuhan harga diri (the esteem needs) untuk pemenuhan egonya seperti memiliki mobil bagus, berpakaian bagus, rumah bagus, memiliki gelar 5. Kebutuhan aktualisasi diri (self actualizing needs) kepuasan untuk

mengembangkan potensi yang ada dalam diri, berkreasi serta berinovasi

Berdasarkan pemberian penghargaan kepada pegawai seperti pemberian gaji harus mengedapankan nilai-nilai keadilan seperti adanya ratio gaji yang diterima oleh seorang atasan dengan bawahan. Diungkapkan oleh Effendi, (2000:78) adalah dengan ratio gaji sebesar 12 berbanding 1 antara pimpinan tertinggi dengan jajaran terendah.

Pemberian kompensasi kepada karyawan dikenal teori-teori antara lain adalah Teori keadilan (equity theory) dimana individu-individu membuat perbandingan sosial dalam menilai imbalan dan status mereka sendiri, antara lain dengan memperbandingkan rasio input (input ratio) dalam dirinya seperti pendidikan, keahlian, pengalaman, tanggung jawab dan kondisi kerja dengan (outcomes) atau imbalan yang diterimanya. Teori pengharapan (expectancy theory) dimana individu-individu membandingkan gaji yang diharapkan dengan gaji yang diterima dalam teori ini tolak ukur untuk melihat pengharapan individu dilakukan dengan (1) persepsi individu bahwa kinerja dihargai, (2) imbalan yang diberikan berdasarkan produktivitas individu, (3) menghargai gaji yang akan memotivasi individu untuk bekerja (Simamora, 2005:418-419). Berdasarkan teori dan

pendapat para pakar di atas maka dalam penulisan ini mengadopsi sebagian dari berbagai teori di atas, antara lain adalah terdapatnya rasio gaji yang jelas antara bawahan dan atasan (Effendi, 2000:97-43), terdapatnya rasio antara input individu dengan output yang diterima (teori keadilan), terdapatnya penghargaan tambahan bagi individu berdasarkan prestasi (teori pengharapan), (Simamora, 2005:95).

Kebutuhan dengan berbagai macam bentuk dan jenisnya telah memotivasi individu untuk berkompetisi meraih yang terbaik bagi dirinya dalam suatu lingkungan dimana individu tersebut bekerja. Penghargaan sebagai manifestasi dan perwujudan usaha individu terbagi kedalam dua bentuk seperti yang dijelaskan oleh Barnes, (2007:190) penghargaan yang diberikan kepada karyawan berbentuk; Penghargaan keuangan, berupa insentif yang bersifat jangka pendek dan terdiri dari gaji ditambah bonus jangka panjang yang mencakup pembagian keuntungan organisasi, dan lainnya. Tunjangan tambahan bagi pegawai, seperti adanya jaminan asuransi diri dan keluarga, biaya pengobatan yang dibantu, uang pensiun, mobil, cuti, dan lainnya. Penghargaan non keuangan yang bersifat intrinsik (intrinsic rewards) itu melekat/inheren pada aktivitas itu sendiri, seperti penghargaan terhadap motivasi pegawai yang berasal dari dirinya untuk bekerja yang memuaskan baginya. Imbalan yang diberikan berupa pemberian tanggung jawab lebih besar lagi, partisipasi dalam mengambil langkah organisasi, serta ruang dimana pegawai dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki. Sedangkan yang bersifat ektrinsik (extrinsic rewards) seperti memberikan pujian oleh manajemen puncak secara langsung kepada pegawai, promosi jabatan, serta fasilitas kantor yang memuaskan.

Dokumen terkait