• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR KERUSAKAN DAGING

Dalam dokumen Penyiapan dan Penanganan Pascapanen Daging (Halaman 57-60)

Kegiatan Belajar 4 Faktor-faktor Penyebab Kerusakan Daging

A. FAKTOR KERUSAKAN DAGING

Faktor kerusakan daging meliputi: faktor kondisi awal daging, faktor klinis/patologik daging, faktor penanganan daging, dan faktor sanitasi. Berbagai faktor yang menyebabkan kerusakan daging dapat terjadi pada asal hewan dan kondisi hewannya serta dapat timbul selama proses pemotongan hewan dan penanganan hasil dagingnya. Faktor-faktor penyebab kerusakan daging perlu dikenali dan difahami untuk mengendalikan terjadinya kerusakan daging.

Beberapa faktor kerusakan daging tidak akan sampai betul-betul menyebabkan kerusakan daging karena sebagian besar dalam proses produksi daging di Indonesia masih dilakukan langsung untuk segera dipasarkan, tidak mengalami penyimpanan lama. Namun, apabila produksi dagingnya untuk diekspor atau untuk pengiriman antar pulau memerlukan perhatian yang lebih serius terhadap faktor penyebab kerusakan daging. Terhadap

faktor kerusakan dari malpraktik pemotongan hewan dan asal daging selundupan harus dilakukan penanganan yang serius.

Dalam Bab ini dibahas: (1) Faktor kondisi awal kerusakan daging, (2) Faktor klinis atau patologik, (3) Faktor penanganan daging, dan (4) Faktor

sanitasi.

1. Faktor Kondisi Awal Kerusakan Daging

Faktor kondisi awal daging meliputi: mutu awal rendah, pemalsuan daging, dan malpraktik pemotongan hewan. Komoditas daging dengan mutu awal rendah cenderung cepat mengalami kerusakan, karena perubahan-perubahan sifatnya sudah berlangsung sebelum proses pemotongan. Hewan yang kurus, kecapaian, atau kurang penenangan sebelum pemotongan cenderung menghasilkan mutu daging rendah dan cepat mengalami kerusakan daging. Termasuk juga daging penyelundupan pada umumnya, mutunya sudah menurun karena lama dalam transportasi. Di pasar tradisional sering terjadi karkas ayam yang disuntik air di bawah kulit, meskipun tampak luarnya gemuk, tetapi mutu dagingnya sangat rendah dan segera akan rusak atau bau.

Praktik pemalsuan daging sering terjadi, seperti daging rusa, banteng, atau kuda dijual sebagai daging sapi. Hewan-hewan ini dipotong secara gelap (tidak melalui prosedur seperti pemotongan di RPH), sifat dagingnya berbeda dengan daging sapi, dan proses perubahannya akan makin menjauhi sifat-sifat daging sapi.

Pada komoditas daging ayam sering terjadi pemotongan ayam sudah mati (daging ayam “TIREN”). Malpraktik pemotongan hewan demikian bila langsung dipotong akan menghasilkan daging yang sudah dikontaminasi mikroba dari air.

2. Faktor Klinis atau Patologik

Faktor klinis/patologik kerusakan daging terjadi akibat gejala klinis yang ringan dan waktu pemeriksaan hewan hidup sebelum dipotong tidak terdeteksi penyakitnya. Hal ini sering terjadi pada penyakit ringan, terutama pada penyakit parasitologik seperti pada infeksi cacing pita, cacing tambang, dan protozoa. Demikian pula dapat terjadi pada penyakit kronik seperti TBC atau penyakit baru mulai seperti antrax dan penyakit mulut dan kuku.

Malpraktik perdagangan hewan terjadi pada sapi atau kerbau yang digelontor air banyak-banyak ke lambungnya dengan maksud menambah berat hewan. Demikian pula hewan yang disuntik air di bawah kulit akan

menghasilkan daging bermutu rendah dan cepat mengalami kerusakan. Hewan-hewan dari malpraktik ini jika dipotong, hasil dagingnya akan jelas penampakan kerusakannya dan juga mengalami kerusakan tenunan dagingnya. Namun, biasanya hewan-hewan demikian tidak langsung dipotong atau apabila langsung dipotong dilakukan secara gelap (klandestin) sehingga tidak terdeteksi oleh petugas kesehatan daging dan dapat beredar di pasar.

3. Faktor Penanganan Daging ( Meat Handling )

Faktor penanganan daging yang dapat merusak daging meliputi faktor pengelolaan penyimpanan, parameter penyimpanan, dan penanganan kasar. Pengelolaan penyimpanan daging jumlah banyak dalam gudang memerlukan prosedur FIFO dan pengendalian parameter penyimpanan. Penggudangan harus mengikuti prosedur FIFO (First In First Out), artinya ke luar masuknya daging dalam gudang harus antri. Unit yang masuk dulu harus ke luar dulu, tidak boleh ada unit daging yang ke luar gudang mendahului unit depannya. Kesalahan dalam pengendalian penyimpanan dapat merusak daging.

Pengendalian parameter penyimpanan yaitu suhu, kelembaban (RH), dan aliran udara yang merata. Penyimpanan daging pada salah suhu atau penyimpanan terlalu lama, dapat merusak daging. Kesalahan penyimpanan ini dapat terjadi karena tidak mengikuti prosedur atau kesalahan SOP, dapat pula terjadi karena pekerjanya kurang profesional, misalnya teledor. Penyimpanan pada suhu terlalu rendah sampai daging membeku memang dagingnya menjadi awet. Tetapi kalau dikeluarkan dari tempat penyimpanan harus mengalami masa penghangatan (thawing) yang memakan waktu dan menghasilkan tenunan daging yang mengalami kerusakan struktur. Akibatnya, daging akan mudah mengalami kerusakan dan mudah ditumbuhi mikroba.

Suhu penyimpanan terlalu tinggi juga cepat merusak, terutama akan cepat ditumbuhi mikroba. Kelembaban udara dalam gudang yang terlalu rendah akan menurunkan kadar air daging dan merusak daging menjadi berkulit keras dan berwarna gelap. Kelembaban terlalu tinggi mendapat resiko ditumbuhi jamur kalau penyimpanannya lama. Aliran udara dalam gudang bermaksud meratakan suhu dan RH. Apabila aliran terlalu kencang akan menyebabkan pengeringan daging dan terlalu pelan akan menyebabkan RH tidak merata, ada daerah RH terlalu tinggi dan daerah RH terlalu rendah, dua-duanya dapat merusak daging.

Penanganan kasar pada daging dapat terjadi pada waktu memasukkan dan mengeluarkan dari gudang atau dalam transportasi daging. Penanganan kasar

pada daging mudah terjadinya kerusakan, terutama pada karkas utuh atau daging kemasan yang kurang kuat. Pengangkutan karkas sapi dan kerbau yang tanpa peralatan, alat transportasi, dan prosedur yang benar akan dapat merusak karkas karena lecet, luka, sobek, atau terkontaminasi mikroba.

4. Faktor Sanitasi

Sanitasi di perusahan industri adalah menciptakan kondisi bersih atau menjaga kebersihan lingkungan tempat proses produksi. Kondisi lingkungan yang tidak bersih akan menjadi sumber pencemaran mikroba atau senyawa kimia yang membahayakan keamanan produk. Bahan pangan yang tidak aman akan merusak produk atau menyebabkan penyakit bagi konsumen. Sanitasi di tempat produksi dan penanganan daging segar bertujuan mencegah terjadinya kontaminasi mikroba dan senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan daging. Upaya sanitasi tempat produksi dan penanganan daging segar dilakukan dengan pembersihan atau pencucian ruang dan peralatan di RPH yang digunakan untuk proses produksi dan gudang penyimpanan dan alat transportasi dalam penanganan daging. Pembersihan dengan menjauhkan sumber pencemaran, dan pencucian menggunakan air bersih untuk mencuci sarana dan peralatan yang kotor. Untuk membunuh mikroba, dalam mencuci peralatan dan tempat produksi, air pencuci dibubuhi senyawa antiseptik dan untuk mengefektifkan pencucian ditambahkan bahan deterjen. Sanitasi juga diupayakan dengan tindakan dan sikap bersih dari para pekerja proses produksi dan penanganan daging, dengan kebiasaan mencuci tangan, pakaian bersih, dan bekerja rapi.

Dalam dokumen Penyiapan dan Penanganan Pascapanen Daging (Halaman 57-60)

Dokumen terkait