Kepribadian anak terus menerus berkembang dimanapun ia berada dan terus menerus menerima rangsangan dan pengaruh dari dunia luarnya, baik berwujud benda-benda, alam geografis, manusia-manusia, kejadian-kejadian dan sebagainya. Tetapi faktor lingkungan ini tidak dapat disamakan dengan faktor pendidik, meskipun keduanya sama-sama mempunyai pengaruh kepada anak didik. Pengaruh dari pendidik ialah pengaruh yang mengandung unsur tanggung jawab, sedangkan pengaruh lingkungan hanya pengaruh belaka dan tidak terkandung unsur tanggung jawab.
Tentu saja dalam hal ini anak didik akan beruntung bila ia kebetulan mendapat pengaruh yang baik dari milieu (lingkungan) sekitarnya.
Tetapi sebaliknya anak akan mengalami nasib buruk apabila kebetulan mendapatkan pengaruh yang tidak baik. Sebab anak didik senantiasa kontak (berhubungan) dengan lingkungan, dimana terdapat hal-hal yang baik atau yang jelek itu. Dan milieu tidak bertanggung jawab bila anak berkembang menjadi bejat dan tidak pula bangga bila anak berkembang menjadi manusia hebat.
Pada umumnya faktor lingkungan itu terdiri dari dari unsur-unsur:
1. Yang berwujud benda mati, seperti meja, kursi, lukisan dinding dan sebagainya.
2. Yang berwujud manusia, seperti anggota keluarga, teman bermain, guru, tetangga, teman sekolah dan lain-lain sebagainya.
3. Yang berwujud kesenian, adat istiadat, agama, sikap hidup dan lain-lain.
4. Yang berwujud tempat/alam geografis, seperti tempat tinggal, iklim, alam sekitar dan lain-lain.
Kesemuanya memberi pengaruh pada perkembangan anak didik serta meninggalkan kesan bagi jiwa anak sampai ia dewasa.
Semua unsur-unsur yang terdapat dalam lingkungan seperti disebutkan di atas, akan ditemukan anak sepanjang perjalanan hidupnya.
Pada umumnya semua unsur tersebut berpusat di tiga tempat yaitu:
keluarga (rumah tangga), sekolah dan masyarakat. Sehingga ketiga tempat ini sering disebut dengan “Tripusat Pendidikan”. Bagaimana anak mendapat pengaruh dari ketiga tempat tersebut, berikut ini akan diuraikan satu persatu.
1. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan bagian dan inti dari masyarakat. Di dalamnya anak pertama kali mengenal dunia dan kehidupan. Dalam lingkungan keluarga, pengaruh utama datangnya dari ibu bapak yang sifatnya kodrati, dimana orang tua pada asasnya mempunyai gezaq (wibawa) karena anak bergantung pada keduanya.
Karena sifat ketergantungan anak dan adanya wibawa, maka praktis pendidikan di rumah tangga lebih berdaya-guna (efisiensi) dan berhasil guna (efektif) dengan syarat adanya kesadaran dan kemampuan orang tua. Di sekolah, anak tidak tergantung hidupnya kepada guru, tetapi antara anak dan guru terdapat hubungan yang sifatnya paedagogis.
Karena lingkungan rumah tangga langsung bertanggung jawab terhadap anak, maka orang tua mempunyai tugas yang luas sekali terhadap pendidikan dan pemenuhan kebutuhan anak yaitu kebutuhan biologis (makan, minum, kesehatan, dan perlindungan lainnya), membina budi pekerti sejak kecil dan menanamkan norma kemasyarakatan, melatih anak dengan pekerjaan-pekerjaan tertentu sesuai dengan kondisi rumah tangga itu sendiri, memberikan pengetahuan-pengetahuan tertentu, ibu bapak memerlukan bantuan guru-guru di sekolah demi melengkapi didikan yang diberikan di rumah tangga.
Mengingat anak itu hidup di lingkungan rumah tangga sepanjang hari dan tahun, waktunya lebih banyak digunakan di lingkungan rumah tangga, maka corak perkembangannya lebih banyak diwarnai oleh perlakuan yang diterimanya di lingkungan rumah tangga. Rumah tangga adalah lingkungan pertama bagi anak, keluarga memberi percontohan sikap anak terhadap orang lain, benda-benda dan kehidupan pada umumnya.
Anak menjadikan orang tuanya sebagai model penyesuaian dirinya dengan kehidupan. Bila orang tua tidak dapat dipakai untuk ukuran penyesuaian diri anak dengan sebaik-baiknya, maka hal ini akan menimbulkan problem kejiwaan anak sebagaimana problem tingkah laku pada orang tuanya.
Suatu rumah tangga yang kehidupannya teratur, rapi dan terpelihara secara normal, dapat menjamin dengan sebaik-baiknya bagi kesehatan mental dalam pertumbuhan anak. Dapat disimpulkan bahwa keluarga/
rumah tangga merupakan lingkungan pendidikan pertama yang menjadi pangkal atau dasar hidup anak di kemudian hari. Pendidikan keluarga ini sangat besar pengaruhnya atas hidup anak, akan dapat pula menentukan haluan hidup di waktu dewasanya dalam masyarakat. Normal tidaknya kehidupan di rumah tangga membawa kondisi yang sama pula kepada perkembangan anak sampai-sampai kepada penyakit jiwapun dapat dilihat faktor penyebabnya kebanyakan dari lingkungan keluarga.
2. Lingkungan Sekolah
Sekolah adalah lingkungan kedua tempat anak melatih dan menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukanlah sekedar tempat untuk menuangkan ilmu pengetahuan ke otak anak didik, tetapi sekolah juga berfungsi untuk mendidik dan membina kepribadian anak didik, di samping memberikan pengetahuan kepadanya. Karena itu adalah menjadi kewajiban sekolah pula untuk ikut memberikan bimbingan
kepada sianak dalam menyelesaikan dan menghadapi kesukaran-kesukaran hidup anak.
Pendididkan dan pembinaan kepribadian anak-anak yang telah dimulai dari rumah tangga, dilanjutkan dan disempurnakan di lingkungan sekolah. Banyak kesukaran-kesukaran yang akan dihadapi oleh anak-anak ketika mulai masuk sekolah, masuk ke dalam lingkungan baru yang sudah mulai berbeda dengan lingkungan rumah tangganya.
Sekolah mempunyai peraturan-peraturan yang harus dipatuhi dan larangan-larangan yang perlu diindahkan oleh anak. Disini gurulah yang mempunyai peranan sebagai ganti orang tua. Sikap dan perlakuan dari pihak guru menjadi bahan atau sumber yang cenderung anak meniru dan meneladaninya. Ajarannya didengar dan dipatuhi serta pribadinya ditiru dan diteladani.
Sesungguhnya tugas sekolah dalam memberikan pendidikan kepada anak tidak ringan. Guru juga harus dapat menjamin kebutuhan-kebutuhan jiwa anak didik. Anak yang kelihatan bodoh, pemalas, suka mengganggu teman, tidak mau tunduk kepada peraturan-peraturan sekolah dan sebagainya, kemungkinan sifat-sifat itu dibawa anak dari lingkungan keluarganya. Maka tugas sekolah adalah membimbing dan meluruskannya.
Orang tua harus diajak berdiskusi, mengatur ekstra kurikulum yang dapat mengarahkan perkembangan jiwa anak, serta mengatur/membina hubungan pergaulan antara sesama anak.
Karena itu sekolah seharusnya menjadi sumber nilai-nilai yang baik, menjadi sumber akhlak mulia, menjadi tempat untuk menggembleng anak menjadi manusia yang benar-benar dewasa dari segala segi.
3. Lingkungan Masyarakat
Selain lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, maka tempat anak hidup adalah di lingkungan masyarakat. Di lingkungan masyarakat itu, anak akan berkenalan dengan norma-norma dan kebudayaan masyarakat
lingkungannya, proses itu adalah merupakan usaha membentuk sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan keinginan lingkungan masyarakatnya itu.
Memang pada tahap pertama, seorang anak mempelajari pola-pola sikap dan tingkah laku dari orang tuanya dan anggota keluarganya yang lain. Lambat laun setelah ia berkembang lebih matang, ia akan memperluas hubungan pergaulannya keluar lingkungan rumah tangganya, tetangga-tetangganya dan masyarakat sekitarnya. Meskipun anak telah memasuki sekolah, ia pun selalu mengadakan kontak dengan lingkungan masyarakatnya setelah ia kembali dari sekolah.
Dari hasil pergaulannya dengan lingkungan masyarakatnya, akan ditemukan bermacam-macam norma dan sistim nilai. Ada nilai yang baik dan dapat menunjang perkembangannya secara positif, dan ada pula yang sama sekali berlawanan dengan apa yang diajarkan di lingkungan keluarganya. Seringkali anak bahkan terpengaruh dengan hal-hal yang buruk di masyarakat serta dapat membuat ia terprosok kepada kebejatan moral.
Maka disinilah perlunya penanaman norma yang sungguh-sungguh di rumah tangga sebagai perisai bagi anak untuk menghadapi tantangan yang ditemukannya di masyarakat. Karena tantangan dan pengaruh buruk itu banyak sekali sumbernya, misalnya melalui film, mode pakaian, pergaulan muda mudi, kebudayaan asing yang merusak, pengaruh teman bergaul dan banyak lagi sumber-sumber lainnya. Terhadap pengaruh-pengaruh ini semua, orang tua bersama guru dan tokoh/
cendekiawan di masyarakat harus bekerjasama mencegah agar anak terhindar dari pengaruh-pengaruh buruk dan sebagainya. Misalnya untuk membatasi pengangguran anak/pemuda dengan menyalurkan ke lapangan kerja yang sesuai, mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan yang berguna seperti olahraga, organisai pramuka, kesenian, gerakan sosial, upacara hari besar atau menyediakan teman bacaan dan sebagainya.