• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

5. Manfaat Penelitian

1.4 Jenis-Jenis Penerjemahan Lisan…

1.6.2 Faktor Non-Teknis

Penerjemahan lisan merupakan proses komunikasi yang melibatkan tiga komponen penting yang masing-masing memegang peranan dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga komponen tersebut adalah penutur, penerjemah, dan pendengar. Cara penutur menyampaikan pesan akan mempengaruhi cara penerjemah dalam menyampaikan pesan sasaran dan cara penyampaian penerjemah akan mempengaruhi respon pendengar dalam menangkap pesan tersebut. Dengan demikian, ketiga komponen tersebut dapat dikategorikan sebagai faktor non-teknis yang memberi pengaruh terhadap suatu proses penerjemahan lisan.

Dari ketiga komponen penting tersebut, faktor dari penerjemah lisan lah yang paling banyak mendapat sorotan. Kompetensi penerjemah lisan diyakini membawa dampak yang cukup signifikan pada keberhasilan suatu kegiatan penerjemahan lisan. Dalam penerjemahan lisan konsekutif khususnya, penerjemah lisan diharapkan

mempunyai memori yang kuat, pemahaman spontan, dan konsentrasi yang tinggi, mengingat dalam prakteknya penerjemah lisan hanya diberi waktu yang sangat singkat untuk menangkap seluruh isi pesan dari tuturan pembicara. Paparan mengenai kompetensi penerjemah lisan ini akan dibahas lebih lengkap di sub bab berikutnya.

Dalam kaitannya dengan penutur atau pembicara, Namy (dalam Nababan, 2004: 54) menyebutkan beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dan dinilai membawa pengaruh terhadap proses penerjemahan lisan seperti: siapa pembicaranya, apa kebangsaannya, apa dan bagaimana latar belakang budayanya, bagaimana “dunia pikirannya”, apa yang diharapkannya dari pertemuan atau dialog itu, apa posisi pemerintahannya dalam negosiasi itu, apa dan bagaimana pandangan pribadinya. Selain itu, kemampuan si penutur dalam berbicara, termasuk di dalamnya intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh, menjadi hal yang juga patut untuk dipertimbangkan.

Komponen terakhir yang juga turut berpengaruh dalam suatu proses penerjemahan lisan adalah pendengar. Latar belakang budaya dan asal komunitas pendengar perlu mendapatkan perhatian dari penerjemah dan penutur guna menunjang keberhasilan penerjemahan lisan. Nababan (2004: 65) menyebutkan beberapa pertimbangan mengenai faktor pengaruh dari pendengar yang tidak boleh dikesampingkan, diantaranya:

 Siapa pendengarnya? Apakah mahasiswa, diplomat, pengusaha, pekerja?  Apa kebangsaanya?

 Apa yang dia harapkan dari konferensi itu?  Apa dan bagaimana latar belakang budayanya?  Apa bahasa ibunya?

 Apakah bahasa yang didengarnya adalah bahasanya sendiri?

 Perlukah penerjemah lisan menyesuaikan bahasanya dengan bahasa para

pendengar agar mereka dapat memahaminyadengan baik?

 Seberapa baik pengetahuannya tentang pokok permasalahan atau topik

yang didengarnya?

 Apakah mereka memerlukan penjelasan tambahan?

 Apakah penerjemah lisan perlu menjelaskan yang dimaksud dengan istilah

tertentu?

1.7 Kompetensi Penerjemah Lisan

Kompetensi penerjemah lisan merupakan sistem dasar pengetahuan dan ketrampilan yang dibutuhkan seseorang dalam menerjemahkan. Pengertian ini berpijak pada definisi umum ‘kompetensi’ oleh PACTE (2000: 100) yang menyatakan bahwa kompetensi merupakan “the underlying system of knowledge and skills that enable someone to do particular thing.” Dalam kaitannya dengan hal ini, Schaffner dan Adab (2000) menambahkan bahwa kompetensi penerjemah lisan menuntut dikuasainya dua pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif (pengetahuan tentang penerjemahan dan pengetahuan prosedural (pengetahuan tentang cara menerjemahkan). Kedua pengetahuan ini digunakan sebagai landasan dalam menentukan parameter kompetensi penerjemah lisan. Selain itu, penguasaan dua atau

lebih bahasa merupakan syarat mutlak bagi seseorang yang ingin menggeluti bidang penerjemahan lisan.

Sebagai bentuk khusus kompetensi komunikatif, sama halnya dengan penerjemah tulis, kompetensi penerjemah lisan terdiri atas beberapa kompetensi, diantaranya menurut Neubert (2000: 6) terdapat: (1) kompetensi kebahasaan, (2) kompetensi bidang ilmu atau subject matter, (3) kompetensi kultural, dan (4) kompetensi transfer. Kompetensi kebahasaan menuntut penguasaan sistem fonologi, morfologi, tata bahasa, dan leksikal bahasa sumber dan bahasa sasaran, mengingat fungsinya sebagai fondasi utama bagi kompetensi-kompetensi yang lain. Kompetensi berikutnya merupakan akses perolehan informasi yang terkait dengan bidang ilmu yang sedang ditangani penerjemah lisan. Penguasaan bidang ilmu itu akan sangat membantunya dalam mengalihkan pesan bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Penerjemahan lisan sangat terikat dengan unsur budaya pembicara dan partisipan. Di sinilah letak pentingnya kompetensi kultural. Seorang penerjemah lisan harus akrab dengan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman.

Kompetensi terakhir meliputi taktik dan strategi menerjemahkan tuturan sumber ke dalam tuturan sasaran. Sebagai bagian dari kompetensi transfer, seorang penerjemah lisan juga dituntut untuk memiliki kemampuan menyimak dan bertutur. Menurut Nababan (2004: 50), ketrampilan menyimak dari suatu masyarakat tutur akan sangat membantu seorang penerjemah lisan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang disebabkan oleh perbedaan aksen ataupun dialek. Sedangkan ketrampilan bertutur mencakup ketrampilan mengatur suara dan menyampaikan tuturan sasaran

dengan jelas, lancar, dan dengan kecepatan yang sesuai. Selain itu, profesi ini juga menuntut seseorang untuk pandai menguasai diri sendiri, baik dari segi emosi maupun mental. Seperti sudah diungkapkan sebelumnya, peran penerjemah lisan selain menerjemahkan, dia juga bertindak sebagai pembicara utama. Oleh karena itu, seorang penerjemah lisan harus mampu menunjukkan perilaku seorang pembicara publik yang baik ketika sedang bertugas, “A good interpreter must be a trained public speaker,” demikian dinyatakan oleh Pöchhacker ( 2004: 125).

Ditambahkan oleh Shuttleworth & Cowie (1997: 28), seorang penerjemah lisan, khususnya penerjemah lisan konsekutif, wajib menguasai sejumlah ketrampilan seperti: pemahaman dan penguasaan bahasa sumber dengan baik, kemampuan mencatat dengan cepat dan cermat, memiliki pengetahuan umum yang luas dan lengkap, memiliki memori yang kuat dan kemampuan mengingat yang bagus, dan memiliki kepercayaan diri yang bagus terkait dengan profesinya sebagai pembicara di depan publik. Menegaskan pada poin terakhir, Weber (1984: 28) menambahkan agar penerjemah lisan senantiasa mengasah kemampuan untuk meningkatkan kecepatan pengalihan pesan.

Masih dalam kaitannya dengan kompetensi penerjemah lisan, Suryawinata (2003: 27) juga memaparkan sejumlah kriteria yang wajib dimiliki oleh seorang penerjemah lisan, diantaranya: (1) menguasai bahasa sumber dan bahasa sasaran, (2) mengenal budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran, (3) menguasai topik atau masalah dalam wicara yang diinterpretasikan, (4) kemampuan untuk memahami bahasa lisan, (5) kemampuan untuk mengungkapkan gagasan secara lisan, (5) kemampuan untuk mendengarkan, mencatat, dan mengungkapkan isi informasi pada

saat yang bersamaan, dan (6) kemampuan untuk mengambil keputusan secara cepat (langsung).

1.8 Strategi dan Teknik Penerjemahan Lisan

Strategi penerjemahan lisan merupakan langkah atau tindakan yang bisa diambil seorang penerjemah lisan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya masalah bahkan mengatasinya ketika masalah tersebut muncul. Berikut disajikan beberapa strategi yang harus dikuasai dan dipersiapkan oleh seorang penerjemah lisan, sebelum dan pada saat bertugas. Strategi ini disajikan berdasarkan pengalaman seorang penerjemah lisan profesional yang bekerja di sebuah proyek milik perusahaan asing di Indonesia serta pendapat dari beberapa pakar penerjemahan lisan.

Dokumen terkait