• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FAKTOR-FAKTOR PERGESERAN IDEOLOGI FEMINISME

5.1 Faktor Pendidikan

Latar pendidikan telah nyata turut memengaruhi serta membuka cakrawala pemikiran para pengarang perempuan. Faktor terdidiknya para pengarang perempuan ini membuat pola pikir mereka pun menjadi lebih terbuka dan semakin membuat mereka mengetahui akan banyak hal, termasuk ideologi feminisme. Menurut Alwi, dkk (2007: 263) pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata tingkah laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga dianggap memberdayakan seseorang sehingga pada akhirnya bisa terbebas dari belenggu kebodohan dan rendah diri. Semakin tinggi pendidikan akademis seorang perempuan, boleh dikatakan semakin intelek pemikiran sesorang tersebut. Dia tidak hanya melakukan seputar

aktivitas domestik di rumah, namun biasanya perempuan model ini menjadi sosok perempuan mandiri dan memiliki karier yang tidak hanya sebagai ibu rumah tangga semata.

Dalam cuplikan novel Karmila berikut dapat disaksikan bagaimana pendidikan turut memengaruhi pemikiran perempuan.

”Bukan soal uang. Aku ingin kuliah lagi. Titik. Fani mesti kauambil.” ”Oke, engkau kuliah lagi. Tapi anak ini toh boleh tetap di sini? Ibumu pasti tidak keberatan mengurusnya, sebab kalau aku tidak salah, selama ini pun Ibu yang merawatnya... (Karmila, hlm. 100).

Adapun pada Angkatan 2000, dalam novel Geni Jora dapat pula disaksikan tokoh Kejora berikut yang memiliki kecerdasan serta memiliki pendidikan tinggi.

Kubuka seratus halaman, seribu, sejuta, bahkan semilyar halaman dari buku-buku dunia, kitab-kitab abadi dan pidato-pidato, kuliah para guru, para ustadz dan para dosen. Sebagai murid, sebagai santriwati, sebagai mahasiswi, aku duduk menghadapi mereka satu per satu. Kupasang pendengaran dan kupusatkan penglihatan. Kuserap pengetahuan dengan otak dan fuadku (GJ: 32).

Pada novel Saman dapat pula disaksikan pendidikan dari salah seorang tokoh perempuan yang bernama Yasmin Moningka seperti berikut.

Yasmin adalah yang paling berprestasi dan paling kaya di antara teman terdekat saya. Kami menjulukinya the girl who has everything. Ia kini menjadi pengacara di kantor ayahnya sendiri, Joshua Moningka & Partners. Namun ia kerap bergabung dalam tim lembaga hukum untuk orang-orang yang miskin atau tertindas. Ia juga sudah mendapat izin advokat yang tak semua lawyer punya (Saman: 24).

Pada kedua cuplikan novel di atas terlihat faktor pendidikan yang tinggi membuat Karmila, Kejora, dan Yasmin memiliki citra sebagai perempuan modern

yang berpikiran luas meski dalam Karmila dikisahkan tokoh Karmila merasa terganggu jika ia harus kuliah sekaligus mengurus anak akibat perkosaan Feisal. Ia tidak ingin ketika sedang belajar sang anak meminta perhatiannya.

Sang pengarang, Marga Tjoa, seperti yang sudah menjadi pengetahuan umum merupakan seorang dokter selain tentunya seorang novelis yang produktif. Pendidikan yang diterimanya semasa di bangku kuliah serta pengalaman dan pergaulannya dalam masyarakat tentu membuat ia mengetahui berbagai persoalan yang melanda di masanya, termasuk pula permasalahan yang dialami perempuan.

Adapun pengarang lain seangkatan Marga adalah Maria A. Sardjono, seorang lulusan Magister Ilmu Filsafat yang juga seorang pengarang produktif. Seperti yang diketahui, Maria juga selalu menuliskan kisah cinta yang tidak terlalu ”berat” dibaca sehingga karya-karya ciptaannya bisa dikatakan hampir senada dengan Mira W atau Marga T.

Pengarang perempuan Angkatan 1970 yang juga aktif menulis karya-karyanya yang bermutu dan bernilai sastra tentu saja Nh. Dini. Dalam perjalanan pendidikannya, boleh dikatakan pengarang kelahiran Semarang ini tidak mendapatkan pendidikan yang terlalu tinggi seperti halnya dengan Maria, Marga T, atau Mira W. Nh. Dini tidak sempat mengenyam pendidikan sampai sarjana. Meski demikian, kecerdasan, bakat, serta pengalamannya berkeliling dari satu negara ke negara lain semasa menjadi istri diplomat membuat Dini berhasil mencdiptakan karya-karya yang baik, terutama jika berbicara tentang perempuan.

Sedangkan pada cuplikan Geni Jora, dapat dilihat gadis yang bernama Kejora merupakan gadis dengan sosok yang cerdas dan memiliki bakat pemberontak sejak masih kecil. Ketika sudah mengecap ilmu sampai di perkuliahan, terang saja pemikirannya bertambah maju dengan segudang ide-ide feminisme yang membuncah di dada. Sifat pemberontak Kejora mencerminkan kecerdasan dan keberanian menentang segala yang tidak disukainya. Hal ini belum tergambar pada Karmila. Meski pada awalnya ia tidak ingin mengasuh puteranya, namun dengan bahasa cinta yang dimainkan Feisal membuat Karmila bukan hanya mau mengasuh anaknya melainkan juga berhasil membuat Karmila mencintai Feisal.

Namun sedikit disayangkan, Abidah sebagai pengarang Geni Jora menciptakan tokoh Kejora seakan tanpa cela dan nyaris sempurna. Berparas cantik, berasal dari keluarga berkecukupan, berpikiran cerdas, dan bisa menaklukkan laki- laki, seperti itulah gambaran umum Kejora. Pada contoh kutipan di atas, dapat disimpulkan begitu cerdasnya Kejora sehingga ia selalu meraih prestasi yang baik dan juga menjadi santriwati kesayangan salah satu ustadz di pesantren tersebut.

Abidah sebagai mantan santriwati dan juga lulusan IAIN Sunan Kalijaga dirasa sangat mumpuni untuk mengisahkan cerita-cerita dengan tema yang populer di masyarakat. Faktor pendidikan tentu sangat berpengaruh dalam perkembangan pikiran Abidah sebagai seorang pengarang yang konsisten menceritakan pergulatan perempuan yang hendak melepaskan diri dari belenggu sistem patriarki yang pada kenyataannya pernah dilihat dan dialami sendiri oleh pengarang.

Begitu pula dengan pengarang lain, seperti Ayu Utami yang menciptakan tokoh Yasmin. Tokoh ini merupakan salah satu tokoh perempuan yang memiliki pendidikan tinggi dan status sosial yang baik di masyarakat. Sebagai seorang perempuan yang pintar dan memiliki kekayaan membuat karier Yasmin selalu cemerlang. Tokoh perempuan ini juga diceritakan mampu menaklukkan tokoh Saman dalam hal seksualitas sedangkan tokoh Saman yang notabene seorang laki-laki tidak mampu berbuat banyak ketika berhadapan dengan Yasmin.

Yasmin, mungkin persetubuhan kita memang harus hanya dalam khayalan. Parsanggamaan maya. Aku bahkan tidak tahu bagaimana memuaskan kamu.

Saman, tahukah kamu, malam itu, malam itu aku yang aku inginkan adalah menjamah tubuhmu, dan menikmati wajahmu ketika ejakulasi. Aku ingin datang ke sana. Aku ajari kamu. Aku perkosa kamu.

Yasmin, Ajarilah aku. Perkosalah aku.. (Saman: 195).

Jika dikaitkan dengan pendidikan dari sang pengarang, Ayu Utami merupakan lulusan Sarjana Sastra Rusia, Universitas Indonesia yang tentunya tidak diragukan kualitas keilmuannya. Fakultas Sastra juga dikenal dengan banyaknya kritikus sastra.

Adapun pengarang perempuan lain yang mewakili Angkatan 2000 adalah Dewi Lestari. Beliau seorang alumnus Universitas Parahyangan, Bandung, Jurusan Ilmu Politik yang juga termasuk perempuan cerdas dan multitalenta karena selain penulis, Dewi juga dikenal sebagai penyanyi dan pencipta lagu.

Dokumen terkait