• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

5. Pilihlah satu anggota kelompok untuk presentasi!

6. Presentasikan hasil kerja kelompok secara bergiliran, dengan waktu masing-masing +5 menit!

7. Berikan tanggapan/klarifikasi dari presentasi kelompok lain!

Uraian Materi

FAKTOR PENDUKUNG LAIN DALAM PELAKSANAAN

KONSELING ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Pelaksanaan konseling terhadap ABK dapat berhasil tidak hanya semata-mata karena kemampuan dari konselor dan konseli serta restu Tuhan, melainkan banyak pendukung lain selain aspek fasilitas. Beberapa kali telah disinggung dalam pembahasan-pembahasan di awal, salah satunya seperti peran orang tua. Seperti yang telah diketahui, bahwa pelaksanaan konseling ini bukan hanya terjadi di sekolah-sekolah ABK atau ketika seorang psikolog untuk ABK diminta membantu anak yang bersangkutan, melainkan masih banyak aspek lain yang berbeda kondisinya. Faktor-faktor pendukung lain dalam pelaksanaan konseling ini sangat penting juga untuk dibahas karena ini akan mempermudah, memperlancar, dan akan ada banyak tim dalam melakukan kegiatan baik ini; karena memang pada dasarnya manusia adalah mahluk social yang membutuhkan bantuan satu sama lain. Berikut adalah beberapa urutan dari faktor-faktor lain yang membantu proses pelaksanaan ABK:

1. Orang tua

Peran terpenting selain elemen yang telah disebutkan dari buku ini adalah peran orang tua ABK atau wali yang bersangkutan. Mengapa hal ini penting, karena orangtua dapat menjadi konselor kedua ketika konselor yang menangani anak ini tidak bersamanya, orang tua dapat menggantikannya. Meskipun naluri orang tua itu kuat dan penuh dengan kasih sayang, tetapi jika tidak dibekali dengan edukasi yang cukup, maka rasanya akan sia-sia. Hal yang dapat dilakukan di bagian ini adalah, konselor memberikan panduan dan bimbingan kepada orang tua agar lebih telaten menghadapi anaknya, serta memberikan wawasan bagaimana untuk memberikan perlakuan agar tidak membuat anak tetap diperlakukan normal seperti saudara lainnya yang non ABK, namun masih ada

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

perlindungan dan pemberian perilaku khusus. Sehingga anak tidak manja namun tetap merasa masih aman bila bersama orang tua. 2. Keluarga

Faktor selanjutnya adalah keluarga. Sebenarnya faktor kedua ini bisa jadi secara langsung berpengaruh melalui sikap yang diaplikasikan kepada orang tua di rumah; tetapi sayangnya tidak semua anggota keluarga dapat melakukan segala apa yang telah diminta oleh orang tua dan mampu memahami keadaan. Disinilah konselor bekerja lagi sebelum melakukan perhatian yang fokus kepada klien ABK. Di Indonesia, atau mungkin bebrapa keluarga lain di penjuru tempat ini, biasanya tidak terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya; kadangkala terdapat juga paman, bibi, sepupu, kakek, nenek, dan saudara lain yang tinggal serumah. Mereka-mereka ini perlu diberikan edukasi1 dalam persoalan ini agar dapat membantu proses pelaksanaan konseling. Alasan lain mengapa konselor harus memberikan edukasi ini secara langsung karena secara manusiawi, orang akan lebih menghormati orang lain yang baru dikenal dan dia datang dengan terhormat, daripada menghormati anggota keluarganya sendiri. Kekuatan orang ke tiga memang sangatlah kuat dan oleh sebab itu perlu dimanfaatkan agar klien bisa mendapatkan perlakuan yang suportif.

3. Lingkungan/masyarakat sekitar

Faktor ke tiga ini memang kurang bisa dikontrol oleh konselor yang menangani kliennya karena jangkauannya memang sangatlah luas dan beragam; semakin sering klien berinteraksi/ sekedar berkumpul dengan banyak orang maka semakin luas juga jangkauannya. Faktor masyarakat adalah elemen alamiyah yang pasti akan selalu ada dan ini tidak bisa dikontrol oleh konselor seperti dua poin sebelum faktor ini. Dengan kondisi demikian, masyarakat di sekeliling ABK ini ada yang menghargai keadaannya atau pun sebaliknya. Di sini penguatan dan persiapan mental harus sering-sering dimatangkan. Baik ABK fisik maupun mental, mereka

1Dapat berupa pemberian edukasi singkat atau lanjut, tergantung situasi dan kondisi yang ada.

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

mempunyai kepekaan dan perasaan. Jangan pernah berfikir bahwa ABK kelainan mental tidak bisa minder atau tersinggung.

4. Lingkungan sekolah:

Membahas aktivitas konseling terhadap ABK tidak terlepas dari dunia pendidikan karena memang ABK juga anak yang membutuhkan pendidikan yang sejajar, karena memang ini adalah hak yang wajib didapatkan olehnya. Namun berhubung tidak semua ABK sekolah dan berada di lingkungan yang suportif, maka konselor harus memperhatikan bagian ini agar dapat membekali kliennya ketika mereka berada di sekolah. Berikut adalah faktor-faktornya:

a. Guru pengajar

Tidak perlu di pungkiri lagi, guru di Indonesia, bahkan di sekolah-sekolah formal/non-formal di penjuru tempat lain pernah bahkan sering melakukan tindakan pelecehan terhadap ABK yang berupa perkataan atau perbuatan sehingga menurunkan derajat siswa ABK. Biasanya setelah guru melakukan itu di kelas, dilanjutkan tertawa berjamaah dengan teman-temannya sekelas. Hal ini justru akan membuat siswa ABK merasa semakin dijatuhkan dan seperti tidak berguna berada di lingkungan itu. Oleh karena itu, konselor harus sering-sering membrikan penguatan kepada klien dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan melakukan terapi. Selain itu, konselor juga harus sering-sering mengetahui informasi keadaan klien, saat dia tidak bersama kliennya. Sehingga adapt memberikan tindakan dan langkah-langkah pencegahan. Mungkin setelah mengetahui jika kliennya mendapat perlakuan kurang baik di sekolah, konselor dapat mendiskusikannya dengan pihak sekolah dan atau secara langsung berbicara kepada guru yang bersangkutan. Tentunya meminta izin terlebih dahulu dengan kepala sekolah.

Dalam permasalahn lain, ketika faktor guru ini terjadi apabila terdapat sekolah yang meberikan layanan terhadap anak berkebutuhan khusus. Katakana saja misalkan sekolah inklusi, atau sekolah terpadu. Maka guru di sini adalah

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

faktor utama (sebagai konselor bayangan) dan sebagai faktor lain. Guru ketika di kelas merupakan menjadi percontohan sikap yang paling sentral dan sangat gampang di contoh. Sehingga aktivitas guru ketika di sekolah harus juga supportif agar dapat membantu memberikan pengembangan terhadap siswanya yang ABK. Biasanya permasalahan ini dapat didiskusikan lebih lanjut dengan kepala sekolah dan jajaran sekolah yang lainnya.

b. Kepala sekolah dan jajarannya

Di fakor sebelumnya sempat disinggung tentang memberikan laporan kepada kepala sekolah ketika konselor menangan klien ABK-nya yang bersekolah dengan siswa non-ABK. Itu merupakan tindakan yang tepat, bukan berlebihan karena apabila hal buliying terus-terusan dibiarkan maka itu juga termasuk melanggar undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang pelecehan dan kekerasan terhadap anak serta melanggar hak asasi manusia. Berikut merupakan kutipan UUD 45 Ayat (2) Pasal 28B menentukan bahwa:”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”; dan Pasal 28G ayat (1) bahwa:”Setiap orang bebas atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya”. Sehingga, tindakan yang dilakukan bukanlah hal berlebihan, karena telah berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia.

Fungsi lain dari faktor kepala sekolah beserta jajarannya adalah ketika dibutuhkannya jasa seorang konselor untuk turun tangan memberikan pelayanan di sekolah jenis apa pun. Entah nantinya konselor akan mendampingi siswa yang membutuhkan pelayanan, atau hanya gurunya yang diberikan arahan oleh konselor, biasanya tergantung oleh kepala sekolah beserta jajarannya.

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

Di sini konselor harus mempinta izin dan menunjukkan bagaimana prosedural yang benar agar terdapat hasil yang mufakat dan siswa pun menjadi terbantu akibat adanya pelayanan ini. Karenanya, sebelum melakukan aktivitas konseling, siswa harus dilakukan asesmen terlebih dahulu, yang mana akan membutuhkan catatan-catatan penting untuk menguak sejarah dan latarbelakang siswa yang akan ditanganinya.

c. Guru BK

Faktor lain yang turut andil dalam pelaksanaan konseling adalah guru BK di sekolah. Ketika seorang ABK yang mendapat pelayanan dengan konselor yang diundang oleh orangtuanya, sikap guru BK di sekolah juga mempengaruhi dalam perkembangannya, karena guru tersebut juga akan melaksanakan tugasnya di sekolah. Dengan adanya fasilitas seperti ini, konselor dapat bertitip pesan agar memberikan aktivitas tertentu2 yang sekiranya dapat membantu meneruskan aktivitas konselor dengan klien di luar sekolah.

d. Teman-teman di sekolah

Faktor yang terlahir adalah teman sekolah. Untuk kategori ini, dapat berarti teman yang sama-sama ABK, atau pun teman non-ABK. Hal ini juga penting dalam pelaksanaan konseling terhadap ABK. Keadaan klien yang berada dengan teman-temannya yang sejenis dapat membantu klien untuk lebih percaya diri dalam berkespresi. Kondisi seperti ini dapat juga dimanfaatkan dengan memberikan tantangan kepada klien agar dapat menjadi leader atau paling tidak pusat perhatian yang positif. Bisa jadi klien ditunjukkan bakatnya di depan teman-temannya sehinga mereka juga dapat saling termotivasi.

Namun ketika keadaannya adalah klien ABK yang ditangani bersekolah dengan teman-teman yang ada di sekolah umum, tidak ada salahnya konselor juga menemani

2Aktivitas bersifat ringan dan tidak merepotkan yang bersangkutan. Aktivitas tertentu ini dapat bersifat singkat maupun jangka panjang.

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

di sekolah, yang tentunya tidak selalu berada di samping klien tersebut. Di saat-saat istirahat atau momen lain, konselor dapat menjadi selingan bagi klien dalam aktivitasnya. Bisa juga konselor menjadi sosok yang memberikan semangat, pendorong, atau hanya sekedar bercerita ringan dengan klien. Agar terjadi hubungan yang harmonis dan sekalian mendidik3 teman-teman sebayanya di kelas, konselor juga boleh mengajak teman-temannya untuk bercerita, bergurau, melakukan permainan, atau melakukan aktivitas menyenangkan lainnya. Fungsinya adalah pertama agar klien yang ditangani tidak canggung dengan teman-temannya, kedua agar teman-temannya itu terbuka dan mampu merangkul klien yang merupakan seorang ABK. Dari sini mereka akan terjadi perubahan psikologi dan menjadi faktor lain, yang awalnya merusak menjadi sebaliknya.

Rangkuman

1. Faktor-faktor pendukung lain dalam pelaksanaan konseling ABK juga sangat penting karena akan mempermudah, memperlancar, dan akan ada banyak tim dalam melakukan kegiatan baik ini; karena memang pada dasarnya manusia adalah mahluk sosial yang membutuhkan bantuan satu sama lain.

2. Faktor pendukung lain dalam pelaksanaan konseling ABK antara lain: orang tua, keluarga, masyrakat, dan lingkungan sekolah.

Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan masing-masing faktor pendukung lain dalam pelaksanaan konseling ABK!

3Melakukan pembinaan secara tidak langsung. Dalam praktiknya, konselor tidak memberikan pengertian, ceramah, atau memberikan bacaan kepada temannya. Tetapi hanya cukup dengan aktivitas ringan, maka emosi mereka akan terbangun dan akan menjadi teman baik yang saling melindungi dan menyayangi satu sama lain.

Faktor Pendukung Lain dalam Konseling ABK

2. Carilah contoh mengenai peran faktor lain tersebut daalam mendukung pelaksanaan konseling ABK!

Daftar Pustaka

Adz-Dzaky, Hamdani Bakron. 2006. Konseling dan Psikoterapi Islam. Yogyakarta. Fajar pustaka

Arnaldi, Melani. (2011a).Effectivity method intervenes Melani’s metacognitive for learning disability of children in Indonesia. Procedia

Social and Behavioural Sciences, 29,164-169.

Arnaldi, Melani. (2011b). Cognitive process to parameter assessment learning disability of children. Procedia Social and Behavioral Science. 29, 170-178.

McLoughlin, J.A., & Lewis, R.D. (1986). Assessing Special Students (2nd

ed.). Colombus, Ohio: Merrill.

Mumataz F. Jafari. 1992. Presented at national seminar on Islamic counseling, IIUM. Counseling Values and Objectives: A Comparasion of Western and Islamic Counseling.

Nz, Shinta Alfani’ma. (2011). Definisi anak berkebutuhan khusus.

http://pendidikanabk.blogspot.com/2011/10/definisi-anak-berkebutuhan-khusus.html. Diakses pada 12 Maret 2013.

Saputro, D. (2009). ADHD (Attention Deficit/Hyperactivity Disorder). Jakarta : Sagung Seto

TAUFIQ, 2010, online : http://taufiqbk.blogspot.com/2010/02/pendekatan-individu-untuk-konseling.html

Wallace, G & Larsen, S C (1978, Educational Assessment of Learning Problem: Testing for Teaching, Boston: Allyn and Bacon, Inc.)

Persiapan dan Pemahaman Konseling ABK

Paket 10

PERSIAPAN DAN PEMAHAMAN KONSELING