• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penentu Pangan dan Gizi

Dalam dokumen Pergub RAD PG 2015 2019 (Halaman 47-50)

BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI

A. Faktor Penentu Pangan dan Gizi

Faktor penentu permasalahan pangan dan gizi berasal dari berbagai faktor yang kompleks dan saling berhubungan. Upaya perbaikan gizi melalui intervensi spesifik yang dilakukan secara langsung terhadap sasaran yang rawan akan efektif apabila cakupannya ditingkatkan. Meningkatkan cakupan intervensi spesifik gizi hingga 90% diperkirakan dapat menyelamatkan 900.000 jiwa di 34 negara dengan beban gizi tertinggi, termasuk Indonesia (Lancet, 2013). Namun demikian perbaikan status gizi hanya melalui intervensi spesifik gizi tidak cukup, karena lebih dari 70 persen perbaikan masalah gizi ditentukan oleh program sensitif gizi. Dengan demikian sangat penting untuk melibatkan multi sektor dalam melaksanakan percepatan perbaikan gizi. Pelibatan berbagai sektor tentu akan meningkatkan pencapaian target indikator dibandingkan dengan bekerja sendiri. Intervensi spesifik dan sensitif memegang peranan penting dan sebagian besar merupakan bagian dari program kerja nasional di berbagai K/L dan perangkat daerah. Namun belum sempurnanya desain program dan belum optimalnya kualitas pelayanan menyebabkan rendahnya dampak pelaksanaan program yang berjalan terhadap perbaikan gizi. Dengan demikian, diperlukan adanya pendekatan multi sektor (Lancet, 2013).

Pada tahun 2012,The World Health Assemblymembuat resolusi 65.6 yang mendorong rencana implementasi komperhensif (Comprehensive Implementation Plan) untuk gizi ibu, bayi, dan anak yang terdiri dari enam target gizi global tahun 2025, yaitu: 1) penurunan 40% anak pendek dan sangat pendek; 2) penurunan 50% anemia pada wanita usia subur; 3) penurunan 30 persen bayi lahir dengan BBLR; 4) peningkatan ASI eksklusif sampai paling sedikit 50%; dan 6) menurunkan dan mempertahankanwastingpada balita kurang dari 5%. Resolusi tersebut menargetkan fokus utama perbaikan gizi pada usia renta yang berfokus pada 1.000 HPK (ICN II, 2014).

Selanjutnya pada bulan November 2014 berlangsung International Conference on Nutrition 2 (ICN2) di Roma (FAO, 2014). Pertemuan ini mendorong pelaksanaan Comprehensive Implementation Plan (CIP) dan target gizi rencana aksi global WHO untuk mencegah dan mengendalikan prevalensi penyakit tidak menular tahun 2013-2020 (yaitu menghentikan kenaikan obesitas, kelebihan berat badan, dan diabetes, serta penurunan 30 persen konsumsi garam). Kerangka aksi ICN2 menyadari lambatnya kemajuan dalam perbaikan gizi dan tantangan terbesar yang dihadapi adalah implementasi kebijakan yang koheren dan koordinasi yang lebih baik dengan seluruh sektor terkait. Dari 60 rekomendasi, 7 diantaranya berhubungan dengan pembentukan lingkungan yang memungkinkan untuk intervensi efektif melalui penyusunan dan revisi rencana aksi nasional gizi yang selaras dengan kebijakan kementerian/lembaga yang berdampak pada gizi. Kurang dari separuh (24) rekomendasi berhubungan dengan sektor kesehatan atau spesifik gizi, sedangkan 36 rekomendasi lainnnya berhubungan dengan sektor non-kesehatan, yaitu 16 (seperempat) rekomendasi berhubungan dengan pangan (pertanian, perdagangan, dan keamanan pangan), dan dengan perlindungan sosial dan akuntabilitas masing-masing 3 rekomendasi. Seiring dengan akan dimulainya tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang termasuk diantaranya tujuan gizi, Indonesia harus berusaha untuk mencapainya melalui upaya yang lebih komprehensif.

Dalam melaksanakan rencana aksi maka intervensi spesifik difokuskan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan yaitu selama masa kehamilan sampai anak berusia 2 tahun. Namun demikian karena status gizi ibu pra-hamil juga berpengaruh terhadap perkembangan dan

pertumbuhan janin, maka wanita usia subur, termasuk remaja perempuan, perlu dimasukkan sebagai suatu hal yang sangat penting dalam mempersiapkan 1.000 HPK. Pada gambar 4.1 intervensi spesifik yang dapat dilakukan pada sasaran prioritas.

Sumber : Lancet, 2013

Gambar 4.1

Intervensi Gizi Spesifik pada Target 1000 HPK

Remaja perempuan sebagai calon ibu perlu mengetahui informasi yang memadai mengenai kesehatan reproduksi dan hubungannya dengan status gizi ibu, dan juga perlu dipersiapkan secara psikologis mengenai kehamilan dan persiapannya, sehingga dapat mempertimbangkan kapan sebaiknya hamil dan berapa jarak kelahiran anaknya yang terbaik. Oleh karena pentingnya pengaruh status gizi ibu pra-hamil dan saat hamil, maka intervensi yang perlu dilakukan adalah penyuluhan mengenai konsumsi energi protein yang cukup, suplementasi zat gizi mikro yaitu tablet besi-folat dan kalsium, serta penghentian atau perlindungan dari asap rokok. Perlindungan penyakit, seperti infeksi malaria dan kecacingan, dan pencegahan obesitas saat hamil juga penting dilaksanakan. Bagi bayi baru lahir, perlu diperkenalkan praktik inisiasi menyusu dini (IMD) dalam satu jam pertama pasca lahir, dan pemberian vitamin K. Saat usia bayi dan anak-anak, intervensi spesifik yang perlu dilakukan terdiri dari pemenuhan zat gizi dan pencegahan serta perlindungan penyakit. Upaya terkait pemenuhan gizi yang dilakukan terdiri dari pemberian ASI eksklusif sampai 6 bulan, pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI) yang sesuai, suplementasi vitamin A setiap 6 bulan sejak anak umur 6 bulan sampai umur 60 bulan, serta multi mikronutrien dalam bentuk bubuk tabur gizi (taburia). Sementara itu dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit, upaya yang dilakukan mencakup penanganan kurang gizi akut, pemberian Zn dan pemberian makan yang benar bagi penderita diare, sanitasi dan akses memadai terhadap air bersih, pencegahan dan penanganan malaria, kecacingan, dan obesitas pada anak (Lancet, 2013).

Remaja Perempuan

WANITA USIA SUBUR dan Ibu

Hamil

Neonatal Baduta Balita

Pelayanan prakonsepsi: Keluarga berencana Menunda usia kehamilan pertama Memperpanjang jarak kelahiran Memperhatikan kondisi psikososial •Suplementasi besi-folat •Suplementasi Ca •Suplementasi energi dan protein yang seimbang

•Suplementasi yodium

•Berhenti merokok

Pencegahan dan penanganan penyakit

Pencegahan malaria pada wanita Penanganan kecacingan pada ibu •Menunda cord clamping •Iniasiasi menyusu dini •Pemberian vitamin K •Suplementasi vitamin A •Perawatan metode kangguru

Pencegahan dan penanganan penyakit

Manajemen kekurangan gizi dan gizi buruk:

Terapi Zn untuk penderita diare

WASH

•ASI eksklusif

sampai 6 bulan dan melanjutkan

pemberian ASI

sampai 2 tahun

•Pemberian MP ASI setelah usia 6 bulan

•Suplementasi Zn •Suplementasi Fe •Suplementasi vit A •Pemberian makan gizi seimbang •Suplementasi Vit A •Suplementasi Fe

Sumber : Modifikasi Lancet 2013 “Executive Summary of The Maternal and Child Nutrition

Gambar 4.2

Kerangka Pendekatan Multi-Sektor

Upaya perbaikan gizi melalui intervensi spesifik yang dilakukan secara langsung terhadap sasaran yang rawan akan efektif apabila cakupannya ditingkatkan. Untuk meningkatkan cakupan intervensi gizi diperlukan adanya dukungan dari sektor lainnya yang dalam hal ini disebut sebagai intervensi sensitif. Permasalahan yang diselesaikan oleh selain sektor kesehatan adalah permasalahan mendasar yang mempengaruhi penyebab langsung kurang gizi, seperti kemiskinan, kerawanan pangan, akses terhadap pelayanan kesehatan (jaminan sosial), sanitasi dan akses terhadap air bersih, pendidikan anak usia dini, pemberdayaan perempuan, pendidikan di dalam kelas, dan perlindungan anak.

Untuk meningkatkan ketahanan pangan diperlukan upaya untuk menjamin ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenfaatan pangan oleh masyarakat, apabila salah satu dari ketiga aspek tersebut tidak berfungsi, maka pemerintah perlu melakukan tindakan intervensi. Upaya yang dilakukan untuk menjamin ketersediaan pangan dapat berupa bantuan/subsidi saprodi, kebijakan harga pangan, dan kebijakan cadangan pangan pemerintah. Untuk meningkatkan keterjangkauan perlu dilakukan intervensi dalam aspek distribusi berupa penyaluran pangan bersubsidi, penyaluran pangan untuk keadaan darurat dan operasi pasar untuk pengendalian harga pangan. Sementara dalam aspek konsumsi dapat dilakukan pemberian makanan tambahan untuk kelompok rawan pangan/gizi buruk, pemberian bantuan tunai untuk meningkatkan kemampuan mengakses pangan.

Kemampuan ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang menggambarkan daya beli masyarakat terhadap kebutuhannya, terutama kebutuhan pangan yang cukup dan aman. Mengatasi kemiskinan artinya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengakses pangan yang aman, dan bergizi, namun selain itu juga diperlukan adanya pola asuh dan pemberian makan yang tepat yang ditentukan oleh pengetahuan orang tua, terutama ibu. Faktor lain yang

harus diperhatikan adalah akses terhadap layanan kesehatan yang salah satunya dilakukan melalui program jaminan kesehatan sosial, sanitasi yang baik yang dapat menurunkan kejadian infeksi, dan lingkungan yang aman. Apabila hal ini berjalan dengan baik dampaknya sensitif terhadap perbaikan gizi.

Selain itu terdapat faktor pemungkin yang mempengaruhi keberhasilan intervensi gizi spesifik yang dilakukan. Di antaranya adalah evaluasi yang tepat dalam pelaksanaan program, adanya strategi advokasi yang dilaksanakan dengan baik, koordinasi horizontal dan vertikal yang kuat, akuntabilitas serta regulasi insentif dan peraturan perundang-undangan, kepemimpinan, investasi untuk peningkatan kapasitas, serta mobilisasi sumber daya lokal.

Permasalahan gizi merupakan persoalan multi-dimensi dan multi-sektor yang membutuhkan solusi pendekatan multi-sektor dan tidak hanya oleh sektor kesehatan saja. Apabila intervensi gizi spesifik dan sensitif dilaksanakan dengan baik oleh semua sektor yang terlibat, ditambah dengan adanya dukungan faktor pemungkin, maka akan dicapai gizi dan perkembangan optimal pada anak yang dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi, meningkatkan perkembangan kognitif, sosio-emosional, meningkatkan prestasi dan kapasitas belajar, sehingga anak tumbuh menjadi manusia yang berkualitas pada usia dewasa, menurunkan risiko obesitas dan penyakit tidak menular, serta meningkatkan kapasitas kerja dan produktivitas. Manfaat yang dicapai pada siklus kehidupan tersebut muaranya adalah pada peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Untuk mencapai output yang ditetapkan perlu dilakukan intervensi melalui program kesehatan maupun non kesehatan yang diejawantahkan melalui berbagai kegiatan. Intervensi yang dilakukan mencakup intervensi gizi spesifik dan sensitif yang didukung oleh faktor pemungkin.

Dalam dokumen Pergub RAD PG 2015 2019 (Halaman 47-50)

Dokumen terkait