• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

F. Faktor Penghambat Dalam Proses Implementas

Setiap kebijakan baik yang dibuat oleh pemerintah pusat maupun kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah tentu memiliki dampak positive dan dampak negative, jika terdapat dampak negative yang dirasa merugikan masyarakat maka tentu saja akan terjadi gelompak penolakan yang akan menjadi salah satu faktor penghambat dalam proses implementasi suatu kebiajakan yang telah dibuat. Tidak terkecuali Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang penataan Pedagang Kaki Lima yang dibuat oleh pemerintah Kota Yogyakarta.

Dalam Perda Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima bisa dikatakan bahwa lebih banyak dampak positive baik bagi pemerintah Kota Yogyakarta maupun para pedagang kaki lima itu sendiri. Namun seperti yang dijelaskan

oleh bapak Sukamto, dalam proses pelaksanannya ada beberapa faktor yang menjadi hambatan untuk mempreroleh proses pelaksanaan yang baik. Adapaun faktor-faktor tersebut adalah :

1. Rendahnya tingkat partisipasi para pedagang kaki lima yang mengikuti kegiatan sosiasliasi dan pembinaan

Dalam setiap kegiatan sosialiasi dan pembinaan yang dilakukan oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, jumlah pedagang kaki lima yang hadir terkadang hanya separuh dari jumlah pedagang kaki lima yang diundang untuk menghadriri acara tersebut. Padahal sosialisasi dan pembinaan yang dilakukan ini sangat penting karena pada kegiatan ini akan menjelaskan apa-apa saja ketentuan yang ada di dalam Peraturan daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Hal ini tentu sangat disayangkan mengingat Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta selalu intens untuk melakukan sosialisasi dengan tujuan para pedagang kaki lima yang ada di Kota Yogyakarta dapat berperan aktif dalam proses implementasi Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima

2. Masih Ada Pedagang Kaki Lima Yang Nekat Melanggar Ketentuan Yang Ada Pada Peraturan daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima

Bagi pedagang kaki lima yang sebelumnnya sudah pernah mengikuti kegiatan sosialisasi dan pembinaan yang dilaksanakan oleh Dinas Ketertiban tentu sedikit banyak sudah mengetahui apa-apa saja hal yang dilarang dalam Perda tersebut seperti contoh yakni larangan untuk berjualan ditempat yang sudah ditentukan yakni (Monumen Serangan Umum 1 Maret, Titik 0 Km Yogyakarta, Taman Makan Pahlawan Kusumanegara). Namun fakta yang terjadi di lapangan pihak Dinas Ketertiban pada saat

melakukan penertiban masih saja menemukan oknum pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tersebut, alasan mereka tetap nekat adalah karena lokasi tersebut merupakan pusat keramaian yang membuat mereka mendapat keuntungan yang lumayan saat berjualan di kawasan tersebut. Hal ini tentu sangat disayangkan, apalagi Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta sudah gencar melakukan sosialisasi terhadap pedagang kaki lima tersebut. Jika kita melihat secara langsung keberadaan para pedagang kaki lima yang berjualan di beberapa tempat yang sudah dilarang seperti di Titik 0 Km, Kawasan Monumen Serangan Umum 1 Maret dan depan Gedung Agung Yogyakarta maka kita akan melihat sesaknya kawasan tersebut ditambah lagi para pedagang kaki lima yang berjualan di kawasan tersebut tidak teratur dalam menggelar lapak dagangannya sehingga hal ini mengakibatkan kawasan tersebut menjadi kurang nyaman.

3. Kurangnya Personil Yang Dimiliki Oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta

Seperti yang dijelaskan oleh bapak Sukamto, minimnya jumlah personil yang dimiliki oleh Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta mengakibatkan kurang efektifnya Pemerintah Kota Yogyakarta dalam melakukan penertiban bagi para pedagang kaki lima yang kedapatan masih berjualan di kawasan yang sebenarnya sudah dilarang oleh Perda Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima. Dengan minimnya jumlah personil maka Dinas Ketertiban tidak bisa secara intensif, hal ini yang mengakibatkan pedagang kaki lima yang sebelumnya sudah pernah terjaring penertiban nekat kembali ke lokasi tempat mereka berjualan sebelumnnya. Jika Dinas Keteretiban Kota Yogyakarta memiliki personil yang memadai tentu mereka akan lebih intens lagi dalam melakukan penertiban, apalagi saat ini jumlah pedagang kaki lima

yang ada di Kota Yogyakarta ada ribuan jumlahnya, hal ini tentu tidak sebanding dengan jumlah personil yang dimiliki oleh Dinas Ketertiban Kota Yogakarta327

4. Kurang aktifnya peran masyarakat dalam menjaga ketertiban

Kurangnya partisipasi masyarakat dalam ikut mensukses kan implementasi Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima juga memberikan dampak negative dalam perjalanan proses implementasi ini sendiri, jika masyarakat memiliki kesadaran untuk menegur para pedagang kaki lima yang berjualan di tempat yang semestinya sudah dilarang, maka pemerintah Kota Yogyakarta akan terbantu dengan peran aktif masyarakat demi terciptanya proses implementasi yang baik. Masyarakat kota Yogyakarta sebenarnya bisa meniru apa yang telah dilakukan oleh warga di Kota Bandung Jawa Barat, dimana mereka akan melaporkan kepada pihak instansi terkait jika mereka menemukan oknum yang melakukan pelanggaran terhadap suatu peraturan daerah

32

Bapak Sukamto (Plh Kepala Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta) Hasil Wawancara Pada Hari Senin 19 Oktober 2015 di Kantor Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta

1

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah disampaikan oleh penulis pada bab sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Implementasi Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Pedagang Kaki Lima di Kota Yogyakarta dan Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 62 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Kaki Lima sudah berjalan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan tertibnya para pedagang kaki lima untuk mentaati apa-apa saja ketentuan yang telah diamanatkan dalam perda tersebut seperti lokasi mereka berjualan, ketentuan dalam berjualan, kewajiban untuk menjaga kersihan lapak dan juga kesadaran untuk mengikuti sosialisasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta

2. Dalam pelaksanaan perda ini pemerintah kota Yogyakarta masih kesulitan dalam hal melakukan penertiban bagi pedagang kaki lima yang masih tetap nekat berjualan di lokasi yang sudah di larang, meskipun demikian di beberapa tempat ada juga pedagang kaki lima yang dengan sadar untuk mentaati sehingga proses implementasi dari perda ini dapat berjalan sesuai dengan harapan

2

B. Saran

Solusi yang penulis berikan supaya proses implementasi perda ini dapat berjalan dengan baik adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Ketertiban harus menambah personil untuk melakukan penertiban sehingga proses implementasi perda ini dapat berjalan sesuai dengan harapan

2. Pemerintah kota Yogyakarta harus menyediakan tempat khusus berjualan bagi para pedagang kaki lima ini sehingga mereka tidak lagi berjualan di sembarang tempat

1

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Amran Muslimin,1986,”Aspek-Aspek Hukum Otonomi Daerah”,Bandung,Alumni Siswanto Sunarno, 2005,”Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia”, Sinar

Grafika, Jakarta

Bagir Manan,1994,”Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD

1945”,Sinar Harapan, Jakarta

Jazim Hamidi & Kemilau Mutik,2011,”Legislative Drafting”, Total Media, Jakarta

Lukman Santoso AZ,2015,”Hukum Pemerintahan Daerah Mengurai

Problematika Pemekaran Daerah Pasca Reformasi Di Indonesia”,Pustaka Pelajar,Yogyakarta

Mukti Fajar & Yulianto Achmad,2010,”Dualisme Penelitian Hukum Normatif

Dan Empiris”,Pustaka Pelajar,Yogyakarta

Ni’matul Huda, 2009,”Hukum Pemerintahan Daerah”,Nusa Media,Bandung

Septi Nur Wijayanti & Iwan Satriawan,2009”Hukum Tata Negara Teori &

Prakteknya Di Indonesia”, FH UMY, Yogyakarta,

Sijorul Munir, 2013,”Hukum Pemerintahan Daerah Di Indonesia. Konsep, Azaz

2

Widjajanti,Retno,2000, “Penataan Fisik Kegiatan Pedagang Kaki Lima Pada

Kawasan Komersial di Pusat Kota (Studi Kasus : Simpang Lima Semarang)”.

Tesis Tidak Diterbitkan, Bidang Khusus Perencanaan Kota Program Magister Perencanaan Wilayah Dan Kota Program Pasca Sarjana Institut Tekhnologi Bandung

Zainuddin Ali,2009,”Metode Penelitian Hukum”,Sinar Grafika,Jakarta

Perundang-Undangan :

UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah

UU Nomor 12 Tahun 2011 Tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan jalan

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Pedagang Kaki Lima

Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 62 Tahun 2009 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 26 Tahun 2002 Tentang Penataan Kaki Lima

Internet :

https://id.wikipedia.org/wiki/Pedagang_kaki_lima (Selasa 27 Oktober 2015 jam 12.00 WIB)

3

https://mujibsite.wordpress.com/2009/08/14/sejarah-pedagang-kaki-lima-pkl/ (Selasa 27 Oktober 2015 12.05 WIB)

http://www.hukumpedia.com/twtoha/pembagian-urusan-pemerintahan-menurut- undang-undang-no-23-tahun-2014-tentang-pemerintahan-daerah (Di akses pada tanggal 24 Februari 2016 Jam 19.00 WIB)

http://dinamikahukum.fh.unsoed.ac.id/index.php/JDH/article/viewFile/111/60 )

Dokumen terkait