• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .............................. 34-62

D. Faktor Penghambat dan Pendorong Peranan Muhammadiyah Dalam

pengembangan Islam di Makassar periode KH. Abdullah 1931-1938

1. Faktor penghambat peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam di Makassar periode KH. Abdullah 1931-1938

14 Muhammad Azizan Sabjan dan Noor Shakirah Mat Akhir, Wacana ilmiah Muslim Se-Asean. (Malaysia:Pusat sekretarian Falsafah dan Sains Islam, 2009), h. 352-353.

15

Mustari Bosra (Wakil ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan) Wawancara; Samata, 09 Juli 2017.

54

Dimana ada aksi, di situ ada reaksi, merupakan sunnatullah mewarnai perjalanan hidup manusia sepanjang masa. Kehadiran Muhammadiyah dengan amalan dan cita-cita yang diperjuangkan, tidak diterima oleh semua orang dengan gembira.

Muhammadiyah adalah organisasi pembaharu ajaran Islam yang pada waktu itu Islam mengalami pendangkalan makna dan banyak dicampuri oleh tradisi-tradisi Hindu Budha.

Kalau kita membaca sejarah awal berdirinya Muhammadiyah, tentunya kita akan berfikir bahwa tentunya akan semakin banyak pula tantangan yang menjadi penghambat dalam pengembangan Islam yang akan kita hadapi dan mestinya akan lebih kompleks dari apa yang telah dihadapi oleh KH. Ahmad Dahlan. Ini tentunya menjadi tantangan bagi semua kader Muhammadiyah untuk selalu mendakwahkan ajaran Islam yang sebenar-benarnya melalui organisasi Muhammadiyah.

Kompleksitas tantangan yang menajdi penghambat juga akan dihadapi Muhammadiyah di berbagai daerah, baik Muhammadiyah Wilayah, Daerah, Cabang hingga Ranting. Secara umum, faktor penghambat Muhammadiyah suatu daerah memiliki kesamaan dengan daerah lainnya, termasuk hambatam Muhammadiyah di Makassar terkhusus pada periode KH. Abdullah 1931-1938.

a. Faktor Internal

Sejak berdirinya Muhammadiyah cabang Makassar pada periode KH. Abdullah, Muhammadiyah telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Baik perkembangan dalam hal amal usaha maupun perkembangan secara kuantitas. Perkembangan Muhammadiyah selama ini tetap eksis dalam mengarungi setiap perubahan zaman, perubahan era pemimpin, banyak perubahan-perubahan lainnya.

Tentunya hal ini bukan sesuatu yang mengalami hambatan dan terror yang dilakukan oleh berbagai pihak.

1) Pikiran parsial

Gerakan Muhammadiyah adalah gerakan yang satu dan menyatukan. Artinya setiap warga Muhammadiyah hendaknya memiliki kesamaan dan kesatuan rasa tanggung jawab terhadap persyarikatan. Ranting dan cabang adalah bagian dari daerah. Daerah adalah bagian dari wilayah dan wilayah bagian dari pusat. Sehingga baik ranting, cabang, daerah dan wilayah adalah satu Muhammadiyah. Dan Muhammadiyah adalah wadah perjuangan untuk memperjuangkan agama Allah swt. Maka, sebagai warga Muhammadiyah harus bahu membahu, saling tolong menolong, membesarkan Muhammadiyah dimana pun kita berada. Tidak ada ranting, cabang, daerah, wilayah dan pusat jika gendering panggilan Muhammadiyah dikumandangkan. Semuanya harus tunduk dan patuh kepada satu panggilan dan menanggalkan ego ranting, ego cabang, ego daerah dan ego wilayah.

Yang menjadi salah satu penghambat peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam adalah adanya pemikiran parsial di antara pengurus. Salah satu faktor adalah adanya pengurus yang merasa memiliki amal-amal usaha dibanding pengurus lainnya, sehingga Muhammadiyah kurang bisa memaksimalkan atau memanfaatkan amal-amal usaha untuk kepentingan. Oleh karena itu, Muhammadiyah hendaknya menata ulang tata kelola amal-amal usaha, memperhatikan masa depan pengelola-pengelola amal usaha yang telah berjasa memperjuangkan Muhammadiyah dengan tenaga, pikiran dan waktunya. Muhammadiyah di masa mendatang hendaknya berusaha memberikan jaminan-jaminan sesuai dengan kinerja pengurus. Namun, jiwa perjuangan harus tetap dipertahankan, “Berjasalah tapi jangan minta jasa”.

56

2) Ruh perjuangan

Salah satu aspek yang menjadi kendala dalam penataan persyarikatan Muhammadiyah khususnya cabang Makassar adalah faktor keikhlasan dalam perjuangan menegakkan agama lewat Muhammadiyah. Hal ini karena adanya pengaruh politik praktis yang terkesan “serba duit”. Cara berpikir pragmatis secara tidak langsung berimbas kepada warga Muhammadiyah. Orientasi perjuangan yang seharusnya menjadi ruh persyarikatan tergerus dan mengalami perubahan, bukan lagi orientasi perjuangan namun berubah menjadi orientasi materi (kursi dan jabatan).

Kejayaan dan kebesaran Muhammadiyah tidak tergantung pada banyakanya warga Muhammadiyah, banyaknya amal usaha, banyaknya Profesor dan Doktor, namun Muhammadiyah ini besar ada di tangan warga Muhammadiyah yang berjiwa besar, di tangan mereka yang mukhlis dalam berjuang, di tangan mereka yang berbuat tanpa pamrih, di tangan mereka yang rela berbuat dan bertindak hanya mengharap ridho Allah swt.

3) Kualitas pendidikan dasar dan menengah

Secara umum, pendidikan-pendidikan dasar dan menengah Muhammadiyah cabang Makassar dijadikan pilihan akhir oleh calon siswa. Karena potensi amal usaha di bidang pendidikan kurang tersatukan dan manhaj pendidikan Muhammadiyah yang bervariasi (tidak memiliki kesamaan) sehingga kualitas pendidikan dasar hingga menengah Muhammadiyah kurang terstandarisasi.

Sebagaimana kita ketahui, kiprah Muhammadiyah telah dimulai sebelum Indonesia merdeka. Muhammadiyah telah melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional dan pejuang-pejuang kemerdekaan lewat pendidikan. Muhammadiyah menjadi sumber

inspirasi dunia dalam menjalankan ranah itu. Sekolah Muhammadiyah tumbuh dan berkembang dengan corak khasnya.

Sekolah yang pada awalnya pendiriannya menjadi lembaga unggulan yang tak bisa dipandang sebelah mata. Namun kini kehadiran sekolah Muhammadiyah tersaingi sekolah lain, sehingga sekolah Muhammadiyah kerap dianggap nomor dua. Banyak orang tak lagi memercayakan putra putrinya dididik oleh sekolah Muhammadiyah. Inilah hambatan dalam bidang kultural (pendidikan) untuk bisa kembali menampilkan keunggulan di bidang pendidikan terutama pendidikan tingkat dasar hingga menengah. Hal ini juga karena sumber daya manusia (pendidik dan tenaga kependidikan) yang kurang dikader diberi pelatihan, sehingga tidak memahami seluk beluk pendidikan di Muhammadiyah. Faktor lain yang menjadi permasalahan pendidikan Muhammadiyah adalah masalah infrastruktur yang kurang memadai.16

4) Krisis Ulama

Ulama adalah pewaris para nabi. Merekalah yang sangat berkompeten membicarakan masalah agama. Ulama tercipta karena pemahaman, pengetahuan dan perbuatannya sesuai ajaran Islam. Muhammadiyah ini ada karena peran ulama. Ulama adalah identitas utama Muhammadiyah.

Pergeseran kepercayaan masyarakat dari ulama ke akademisi juga menjadi penyebab terjadinya krisis ulama terutama di daerah-daerah. Faktor lain yang menjadi penyebab krisis ulama di kalangan Muhammadiyah adalah hilangnya model

pendidikan “muallimin” yang telah melahirkan ulama-ulama yang tersebar di

tengah-tengah masyarakat.

16 Ilham Hamid, Fahmi Jalaluddin, dkk. Matahari Pembaharuan di SERAMBI MADINAH

menelusuri tapak sejarah Muhammadiyah kota Makassar, (Makassar: Majelis Pustaka PDM Kota

58

Krisis ini tidak akan pernah berlalu jika hanya disikapi dengan diam, kritik, penyesalan dan lain-lain. Namun, krisis ini bisa berlalu dengan tindakan nyata. Oleh karena itu, Muhammadiyah cabang Makassar telah mengadakan pengkajian-pengkajian di kalangan muballigh Muhammadiyah. Salah satu pengkajian-pengkajian yang dijalankan adalah pengkajian ilmu mawarist, kajian-kajian kitab Subulussalam, Ibanatul Ahkam, Nailul Author dan lain-lain. Meskipun peserta belum maksimal tapi langkah-langkah penyelamatan persyarikatan dengan kaderisasi ulama harus terus berjalan.

Selain kajian kitab-kitab tersebut, pendidikan ulama tarjih pun juga telah dilaksanakan. Dalam hal ini ditangani langusng oleh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah. Kendala utama dalam pendidikan ulama tarjih adalah penguasaan bahasa Arab yang lemah di antara peserta.

5) Dakwah kemasyarakatan

Bersamaan dengan kemajuan zaman dan pengaruh dunia global, maka masyarakat pun mulai beralih kepada penuhanan-penuhanan terhadap diri sendiri, penuhanan terhadap harta benda, penuhanan terhadap jabatan, penuhanan terhadap syahwat dan penuhanan terhadap akal (nalar). Fenomena-fenomena tersebut tentunya menjadi sebuah pekerjaan rumah dalam dunia dakwah. Apalagi maraknya media massa dan media sosial yang gencar mempropagandakan kebencian-kebencian kaum kafir yang terselubung dengan keindahan dan kenikmatan dosa.17

17

Ilham Hamid, Fahmi Jalaluddin, dkk. Matahari Pembaharuan di SERAMBI MADINAH menelusuri tapak sejarah Muhammadiyah kota Makassar, h. 303.

6) Mental pedagang vs mental birokrat

Sebagaimana diketahui pada awal pembentukannya Muhammadiyah di Makassar dikomandani para pedagang, yang kemudian menjadi penopang persyarikatan. Berbekal spirit dan mentalnya mereka menjadi lokomotif dakwah dan penyebaran Muhammadiyah ke seluruh penjuru negeri. Namun kini, etos dagang itu sedikit memudar.

Akhirnya kerja-kerja persyarikatan lebih banyak dipenuhi atribut birokrasi sehingga untuk mengumpulkan pimpinan ataupun pengurus perlu menyesuaikan waktu mereka. Arti pentingnya mental pedagang persyarikatan ini perlu mendapat perhatian dari generasi terkini. Pasalnya, melalui spirit tersebut bangunan sistem ekonomi persyarikatan dapat kembali tegak.

7) Keberpihakan kepada Mustadhafiin

Ciri khas Muhammadiyah adalah keberpihakan kepada kaum miskin dan kaum lemah. Keberpihakan ini didasarkan pada semangat teologi Al-Ma’un. Dalam sejarah sosialnya, Muhammadiyah telah menunjukkan berbagai aktivitas sosial yang berorientasi pada pembelaan dan pemihakan kepada kaum duafa, fukara, masakin dan mustadhafiin.

Muhammadiyah tampak kurang memiliki kepekaan dan responsivitasnya terhadap masalah kaum papa, lemah, miskin dan terpinggirkan. Muhammadiyah, misalnya tidak lagi memiliki kepekaan terhadap persoalan kaum buruh, nelayan, petani serta kaum lainnya yang terpinggirkan. Oleh karena itu tidak heran jika

60

Muhammadiyah belum menjadi tenda sosial kemanusiaan bagi kaum buruh, petani, nelayan serta kaum marginal lainnya.18

b. Faktor eksternal

Adapun yang menjadi faktor eksternal Muhammadiyah yang menjadi penghambat dalam pengembangan Islam pada periode KH. Abdullah, yaitu:

1) Orang-orang yang Muhammadiyah yang pakai pentolan (celana panjang) dituding orang nasrani, serta shalat tanpa kopiah (penutup kepala) disebut kafir. 2) Orang-orang Muhammadiyah yang shalat jum’at dengan sekali adzan dan dengan khotbah bahasa Indonesia atau bahasa daerah dituduh pengrusak agama dan diperkarakan.

3) Orang-orang Muhammadiyah yang tarwih di bulan ramadhan dengan delapan rakaat ditambah witir 3 rakaat dengan sekali salam serta shalat Ied di tanah lapang terbuka dituduh orang yang sesat dan merusak agama.

4) Orang-orang Aisyiyah dan puteri-puterinya yang memakai kudung (jilbab) dikatakan merusak adat bahkan dijuluki dengan gelaran sinis “haji tallettu” artinya haji yang tidak sampai di Mekkah.

5) Orang-orang Muhammadiyah dan Aisyiyah yang mengumpulkan bantuan penyantunan yatim piatu dituduh pula hanya memperalat anak yatim untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya.

6) Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang menggunakan bangku, meja, papan tulis dengan guru-gurunya yang berpentolan dan berdasi dituduh sebagai orang nasrani yang berkedok Islam, tuduhan yang demikian diberikan karena pada

18

Ilham Hamid, Fahmi Jalaluddin, dkk. Matahari Pembaharuan di SERAMBI MADINAH menelusuri tapak sejarah Muhammadiyah kota Makassar, h. 305-306.

waktu itu hanya di sekolah-sekolah nasrani menggunakan alat dan guru yang berpakaian demikian.

7) Orang-orang Muhammadiyah yang tidak bertalkin dan membaca surah yasin di kuburan orang yang baru meninggal dan tidak pula merayakan dengan selamatan dan sesajen kiriman kepada keluarga yang telah meninggal, dituding sebagai pendurhaka kepada leluhur dan merusak agama nabi Muhammad Saw.19

Selain itu, menurut Bapak Mustari Bosra, seringnya terjadi perdebatan dengan ulama tradisional terkait masalah-masalah keagamaan yang dinilai bid’ah, seperti shalat tarwih 20 rakaat, qunut subuh terus-menerus, baca talqin di kuburan, dan lain-lain. Perdebatan dan pertentangan lainnya, terjadi antara Muhammadiyah dengan pejabat parewa sara’ ketika Muhammadiyah mendirikan masjid dan hendak melaksankan shalat jum’at. Menurut adat, dalam satu kampung hanya boleh ada satu masjid dan yang menjadi penyelenggara ibadah di dalam masjid adalah pejabat parewa

sara’, khutbanya pun harus dalam bahasa Arab. Sedangkan bagi Muhammadiyah siapa

saja dapat menjadi Imam, khatib dan memimpin penyelenggaraan ibadah lainnya. Khutbah dapat disampaikan dalam bahasa Melayu atau bahasa daerah yang dimengerti oleh jamaah.

Demikianlah faktor yang menjadi penghambat yang dihadapi oleh Muhammadiyah. Namun, Muhammadiyah tetap saja berkembang dengan pesatnya. Anggota dan amal usahanya terus menerus saja bertambah.

19

Abdul Wahab Radjab, Lintasan Perkembangan dan Sumbangan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan (Jakarta: IPPSDM-WIN, 1999), h. 29-30.

62

2. Faktor pendorong peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam di Makassar periode KH. Abdullah 1931-1938

Adapun yang menjadi faktor pendorong peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam di Makassar pada masa KH. Abdullah, antara lain:

a. Muhammadiyah menata sruktur organisasinya sehingga pengurus Muhammadiyah mengetahui dengan jelas tugas dan fungsinya masing-masing serta menjalankan tanggung jawab yang diembannya.

b. Dilaksanakannya dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan tajdid yang diwujudkan dalam bentuk usaha, program dan kegiatan yang meliputi penanaman keyakinan; pendalaman dan perluasan pemahaman; meningkatkan pengalaman; serta penyebarluasan ajaran Islam dalam berbagai aspek kehidupan.

c. Lingkungan sekitar juga menjadi faktor pendorong kepada persyarikatan Muhammadiyah dalam menjalankan peranannya yaitu, para pendatang yang sesuai dengan aspirasi Muhammadiyah di Makassar pada periode KH. Abdullah memberikan dukungan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan menyeru dan mengajak umat Islam serta warga masyarakat Makassar untuk memahami ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

d. Dalam peranannya Muhammadiyah di Makassar tidak lepas pula dari faktor pendorong yang berupa alat (wadah) yaitu telah didirikannya berbagai masjid. Sehingga dapat digunakan sebagai alat dakwah guna mencapai tujuan pengembangan Islam.20

20 Mustari Bosra (Wakil ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan) Wawancara; Samata, 09 Juli 2017.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pokok permasalahan yang telah di bahas oleh penyusun di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagai organisasi Islam modernis yang ajarannya berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw. dimana gerakannya berlandaskan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai yang terkandung dalam QS. Ali Imran/3 : 104, Muhammadiyah pada periode KH. Abdullah 1931-1938 telah menjalankan perananannya dalam pengembangan Islam di Makassar dengan baik dan sesuai dengan visi misi Muhammadiyah. Ini buktikan dengan banyaknya amal usaha yang telah dilaksanakan; seperti mendirikan lembaga pendidikan, tabligh-tabligh semakin digencarkan, mendirikan lembaga kesehatan dan panti asuhan serta masjid, infrastruktur organisasi semakin lengkap, berkembangnya status Muhammadiyah dari Muhammadiyah grup Makassar menjadi Muhammadiyah cabang Makassar. Selain itu pula yang membuat KH. Abdullah telah menjalankan peranannya sesuai harapan sebagai pimpinan Muhammadiyah pada masanya adalah kongres Muhammadiyah ke-21 yang diadakan di Makassar dinilai sukses dan sangat menarik perhatian serta minat masyarakat Makassar terhadap Muhammadiyah.

2. Eksistensi peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam pada periode KH. Abdullah 1931-1938 di Makassar ini mendapat perhatian besar dari masyarakat Makassar, terbukti dengan didirikannya cabang-cabang Muhammadiyah di luar Makassar dan semakin bertambahnya anggota

64

Muhammadiyah. Selain itu pula, Muhammadiyah pada periode KH. Abdullah berhasil merangkul tiga komponen yang paling berpengaruh masyarakat yaitu bangsawan, ulama dan pedagang.

3. Adapun yang menjadi faktor penghambat peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam di Makassar periode KH. Abdullah 1931-1938 yaitu terdiri dari: Faktor internal (pikiran parsial, ruh perjuangan, kualitas pendidikan dasar dan menengah, krisis ulama, dakwah kemasyarakatan, adanya mental pedagang vs mental birokrat dan keberpihakan kepada Mustadhafiin), dan Faktor eksternal lebih mengarah kepada pandangan buruk masyarakat terhadap cara berpakaian anggota Muhammadiyah, tata cara shalat dan berkhutbah anggota Muhammadiyah, kebiasaan-kebiasaan nenek moyang yang tidak dilaksanakan oleh Muhammadiyah dianggap pendurhaka oleh masyarakat, sekolah-sekolah Muhammadiyah dianggap berkedok nasrani, dan seringnya terjadi perdebatan dengan ulama tradisional terkait masalah keagamaan.

Sedangkan faktor pendorong peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam di Makassar periode KH. Abdullah 1931-1938 yaitu; Terstrukturnya organisasi Muhammadiyah sehingga para pengurus menjalankan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai tanggung jawab yang diembannya, dilaksanakannya dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dengan kegiatan amal usaha yang bermanfaat sehingga mendatangkan nilai positif dari masyarakat Makassar, para pendatang yang sesuai dengan aspirasi Muhammadiyah memberikan dukungan dakwah amar ma’ruf nahi mungkar dan banyaknya

masjid yang telah didirikan menjadi alat dakwah guna mencapai tujuan pengembangan Islam.

B. Implikasi

Terkait dengan hasil penelitian, maka beberapa implikasi dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam pada periode KH. Abdullah harusnya menjadi contoh untuk Muhammadiyah di masa yang akan datang, agar Muhammadiyah menjadi lebih baik dalam mengemban amanah. 2. Eksistensi Muhammadiyah harus lebih ditingkatkan lagi dengan melebarkan

sayapnya hingga ke pelosok-pelosok yang tidak hanya di Makassar saja, tetapi sebaiknya hingga pelosok di luar Sulawesi Selatan.

3. Meminimalisir semaksimal mungkin yang menjadi faktor penghambat peranan Muhammadiyah dalam pengembangan Islam, dan memaksimalkan yang menjadi faktor pendorong Muhammadiyah dalam pengembangan Islam. 4. Hendaknya Muhammadiyah lebih responsivitas dan meningkatkan

kepekaannya terhadap kaum marginal, sehingga tidak hanya berpihak kepada mustadhafiin saja.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jabbar Umar. Peran Muhammadiyah dalam pemberdayaan Civil Society pasca reformasi, Skripsi, Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Walisongo (Semarang 2007). Lib.iain-walisongo.ac.id. Diakses pada Hari Rabu 09 Maret 2016 pada pukul 11.00 WIB.

Adi, Rianto. Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum. Jakarta: Granit, 2010.

Akhir Mat Shakirah Noor dan Sabjan Azizan Muhammad. Wacana ilmiah muslim Se-Asean. Malaysia:Pusat sekretarian Falsafah dan Sains Islam, 2009.

Arifin. Gagasan pembaharuan Muhammadiyah. Jakarta: Pustaka jaya, 1987.

Asikin, Zainal H dan Amiruddin. Pengantar metode penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Azra, Azyumardi. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT Ichtiar baru Van Hoeve, 2005. Bakry, Natsir. Peranan lajnah tarjih Muhammadiyah dalam pembinaan hukum Islam

di Indonesia. Jakarta: CV. Karya Indah, 1985.

Bosra, Mustari dkk. MENAPAK JEJAK: Sejarah gerakan dan biografi ketua-ketua Muhammadiyah Sulawesi Selatan. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2015. Halilurrahman Ahmad. Peranan Muhammadiyah dalam bidang Pendidikan tahun

1912-1950, Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Jember (Jember,2013). http://repository.unj.ac.id:4001/digilib /gdl.php?mo d = browse&op = read&id =- -ahmadhal- 9669. Diakses pada Hari Rabu 29 Maret 2017 pada pukul 09.30 WIB.

Hamdan, Hambali. Ideologi dan Strategi Muhammadiyah. Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2003.

Ibrahim, Johnny. Teori dan metodologi penelitian. Malang: Bayumedia Publishing, 2006.

Jainuri, Achmad. Ideologi Kaum Reformis. Surabaya: LPAM, 2002.

Jalaluddin Fahmi, Hamid Ilham dkk. Matahari pembaharuan di SERAMBI MADINAH menelusuri tapak sejarah Muhammadiyah kota Makassar. Makassar: Majelis Pustaka PDM Kota Makassar & LSQ Makassar, 2015.

Kementrian Agama RI. Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid. Jawa Barat: Sygma CreativeMedia Corp, 2014.

Lubis, Arbiah. Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.

Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996. Nadjamuddin dan Ramly. Ensiklopedi tokoh Muhammadiyah. Jakarta: Best Media

Utama, 2010.

Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam: Sejarah pemikiran dan gerakan. Jakarta: Bulan bintang, 2003.

Nawawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1990.

Radjab Wahab Abdul. Lintasan Perkembangan dan Sumbangan Muhammadiyah di Sulawesi Selatan. Jakarta: IPPSDM-WIN, 1999.

Suandi Edy, Hamid dkk. Rekonstruksi gerakan Muhammadiyah pada era multi peradaban. Yogyakarta: UII Press Yogyakarta, 2000.

Sucipto, Hery. Senarai Tokoh Muhammadiyah: Pemikiran dan kiprahnya. Jakarta: Grafindo, 2005.

Sutarmo. Muhammadiyah Gerakan Sosial Keagamaan Modernis. Yogyakarta : Suara Muhammadiyah, 2005.

Syahlan, Rosyidi. Kemuhammadiyahan untuk perguruan tinggi. Solo: Mutiara, 1982. Widyastuti, Lasa Hs dkk. 100 Tokoh Muhammadiyah yang menginspirasi. Yogyakarta:

68

DAFTAR INFORMAN

 Bapak Dr. KH. Mustari Bosra M. A. (Wakil ketua pimpinan wilayah Muhammadiyah Sulawesi Selatan) di Samata, pada tanggal 06 Juli dan 09 Juli 2017.

Foto KH. Abdullah (Konsulat Muhammadiyah di Makassar periode 1931-1938).

TABEL PROGRAM AKSI MUHAMMADIYAH CABANG MAKASSAR

PERIODE 1931-1938

Bidang Tarjih dan Tajdid Bidang Tabligh Bidang Pendidikan Dasar dan Menengah

Melakukan pembinaan dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas smberdaya insani melalui Pendidikan Ulama Tarjih

Muhammadiyah.

Mengaktifkan pengajian tarjih di masjid-masjid Muhammadiyah di setiap Cabang dan/atau Rating bekerjasama dengan majelis tabligh.

Mengaktifkan korps muballigh Muhammadiyah dalam melayani pengajian di masjid-masjid dan majelis taklim.

Membuat sillabi ceramah dan khutbah untuk setiap tahun untuk pegangan para muballigh.

Melakukan pembinaan dan pelatihan dasar muballigh/at muda.

Melaksanakan Pengajian setiap menghadapi bulan suci Ramadhan dan silaturrahim selesai lebaran Idul fitri dan idul adha.

Melakukan bimbingan penyusunan program sekolah dan madrasah sebagai upaya meningkatkan kualitas

pelayanan terhadap masyarakat.

Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan

pembelajaran,melalui pengangkatan pengawas sekolah.

Melakukan Upaya khusus pengembangan madrasah Muhammadiyah.

Bidang Pendidikan Kader Bidang Kesehatan Bidang Pelayanan Sosial

Melaksanakan pengkaderan tingkat ranting sebagai upaya meningkatkan kualitas kader Muhammadiyah.

Melakukan pembinaan dan pengkaderan instruktur ranting.

Membentuk dan mengembangkan jejaring pelayanan kesehatan Muhammadiyah.

Melakukan pembinaan pengasuh panti asuhan Muhammadiyah.

Melakukan pembinaan ketrampilan khusus bagi anak panti.

Mendirikan panti asuhan yang berfungsi pesantren.

Bidang Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan Cabang dan Ranting Bidang Zakat, Infak dan Sedekah

Menata lingkungan hidup amal usaha Muhammadiyah.

Melakukan penyuluhan tentang lingkungan yang bersih dan sehat.

Mendirikan ranting dan cabang baru di daerah-daerah.

Melakukan pembinaan terhadap cabang dan ranting.

Memelihara cabang dan ranting yang ada.

Melakukan Pengajian di Cabang dan Ranting.

Melakukan pengelolaan zis.

Melakukan pendataan muzakki.

Melakukan pendataan mustahiq.

Madrasah Muallimin yang terletak di Jalan Muhammadiyah, Makassar. Salah satu bukti nyata kepemimpinan KH. Abdullah pada masa jabatannya. Terlihat dari bangunan Madrasah tersebut, dapat disimpulkan bahwa telah mengalami renovasi.

Panti asuhan Bahagia yang didirikan pada masa KH. Abdullah, terletak di Jalan Muhammadiyah, Makassar. Gambar menunjukkan bahwa bangunan panti ini telah

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Ika Novita Sari, Lahir 23 November 1992 di Takalar. Anak Pertama dari Empat bersaudara dan merupakan buah kasih sayang dari pasangan Alm. Abd. Kadir dan Hamsinah. Penulis mulai menempuh pendidikan formal di TK Al-Hidayah Rappojawa, Makassar dan tamat pada tahun 1999. Kemudian berlanjut di SD

Dokumen terkait