Sumber: Perdagangan dan Investasi di Indonesia: sebuah catatan tentang daya saing dan
tantangan kedepan, Bappenas dan LPEM UI (2008)
Sasaran pembangunan perdagangan luar negeri adalah pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 7,0-8,0 persen pada tahun 2010 yang secara bertahap meningkat menjadi sebesar 14,5-16,5 persen pada tahun 2014. Untuk mencapai target ini, dilakukan berbagai upaya:
1. Meningkatkan diversifikasi pasar tujuan ekspor, yang diukur dengan menurunnya tingkat kebergantungan kepada lima pasar tujuan ekspor terbesar (pasar ekspor tradisional);
2. Meningkatkan kualitas dan keberagaman produk ekspor, yang diukur dengan meningkatnya indeks diversifikasi produk ekspor nonmigas;
3. Meningkatkan kelancaran dan kemudahan ekspor, yang akan ditandai dengan: a. meningkatnya jumlah pengguna perizinan ekspor/impor online
(INA-TRADE); Kondisi Ekonomi Makro; 10,26% Infrastruktur; 32,18% Perpajakan; 2,42% Prosedur ekspor; 15,77% Waktu pemrosesan ekspor; 10,33% Biaya ekspor; 2,06% Prosedur impor; 10,99% Waktu pemrosesan impor; 14,34% Biaya impor; 1,66% 55,15% PROSES EKSPOR -IMPOR
II.3-43
b. menurunnya waktu pemrosesan perizinan ekspor/impor; c. meningkatnya jumlah perizinan ekspor/impor online.
3.2.3 Pariwisata
Kinerja pembangunan kepariwisataan pada tahun 2004-2009 telah menunjukkan hasil yang baik. Namun, kinerja tersebut pada tahun 2010-2014 perlu lebih ditingkatkan sehubungan dengan peran strategis kepariwisataan dalam upaya mewujudkan perekonomian yang tangguh dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk meningkatkan kinerja pariwisata, berbagai masalah dan tantangan dalam kepariwisataan harus diatasi.
Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain adalah sebagai berikut.
1. Kesiapan tujuan pariwisata nasional. Tujuan pariwisata yang di dalamnya terdapat daya tarik pariwisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait, memerlukan pengelolaan yang sistematis, terencana, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung jawab sehingga tujuan mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan mampu bersaing di pasar global. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa tujuan pariwisata Indonesia belum dapat bersaing di tingkat global yang ditandai dengan peringkat daya saing pariwisata yang berada di posisi 81 berdasarkan WEF (World Economic Forum). Selain itu, kesiapan tujuan nasional masih menghadapi kendala, antara lain terbatasnya dukungan: a) aksesibilitas seperti prasarana transportasi darat, laut dan udara, dan prasarana penunjang pariwisata; b) ketersediaan fasilitas umum; c) penataan dan diversifikasi daya tarik pariwisata, seperti penerapan pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development), penilaian tujuan (destination assessment), dan pemanfaatan basis data; serta d) kondisi keamanan dan kenyamanan di tujuan pariwisata. Oleh karena itu, tantangan pembangunan pariwisata ke depan adalah meningkatkan kesiapan tujuan pariwisata nasional agar mampu bersaing di pasar global dan memenuhi kebutuhan wisatawan, dengan tetap memperhatikan prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan.
2. Jumlah dan nilai investasi di bidang pariwisata. Investasi pariwisata, baik yang berasal dari sumber pendanaan domestik maupun luar negeri, diperlukan untuk mendukung kegiatan pariwisata baik langsung maupun tidak langsung. Jumlah investasi di bidang pariwisata menunjukkan peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan pariwisata masih belum optimal. Hal ini disebabkan antara lain oleh kondisi ekonomi dan situasi keamanan, serta iklim investasi yang belum kondusif. Oleh karena itu, tantangan pembangunan pariwisata ke depan adalah
II.3-44
meningkatkan iklim investasi yang kondusif di bidang pariwisata dalam rangka meningkatkan investasi di bidang pariwisata di Indonesia.
3. Pemanfaatan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi (information and
communication technologies/ICTs) sebagai sarana pemasaran dan promosi.
Teknologi komunikasi dan informasi memiliki peran penting dalam meningkatkan efektivitas pemasaran dan distribusi pariwisata serta memberikan kemudahan bagi wisatawan untuk memperoleh informasi kepariwisataan. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa ketersediaan sarana ICTs, seperti internet, saluran telepon, broadband untuk mendukung aktivitas online para wisatawan belum memadai, baik untuk pemasaran pariwisata maupun memenuhi kebutuhan wisatawan dalam mendapatkan informasi kepariwisataan. Untuk itu, tantangan ke depan adalah meningkatkan kemampuan dalam memanfaatkan kemajuan ICT dalam pemasaran pariwisata, pengembangan tujuan pariwisata, strategi pengembangan e-business dan e-marketing untuk menjangkau pasar yang jauh lebih luas dan tanpa batas.
4. Kualitas dan kuantitas serta profesionalisme sumber daya manusia (SDM) pariwisata. SDM pariwisata yang berkualitas diperlukan dalam memajukan pembangunan kepariwisataan nasional, baik untuk mendukung pemasaran dan pengembangan tujuan pariwisata, mulai dari tingkat manajerial dan perencana sampai dengan front-liner (tenaga kerja yang berhubungan langsung dengan wisatawan). Kondisi saat ini menunjukkan bahwa jumlah, jenis, dan kualitas SDM di bidang pariwisata masih terbatas. Hal ini terutama disebabkan oleh: a) sarana dan prasarana pendidikan pariwisata yang belum memadai; dan b) penerapan standar dan kurikulum pendidikan pariwisata berbasis kompetensi dan berstandar internasional belum optimal. Oleh karena itu, tantangan pembangunan SDM pariwisata adalah meningkatkan kualitas dan kuantitas serta profesionalisme SDM pariwisata berbasis kompetensi dan berstandar internasional.
5. Kemitraan dan kerja sama antara pemerintah dan swasta termasuk masyarakat (public and private partnership). Pembangunan pariwisata memerlukan kerja sama yang terpadu antara pemerintah (pusat dan daerah) dan swasta (industri/usaha pariwisata) dan peran aktif masyarakat. Kondisi saat ini menunjukkan kerja sama antara pemerintah dan swasta dalam pengembangan pariwisata belum optimal. Oleh karena itu, tantangan pembangunan kepariwisataan adalah meningkatkan kerja sama dan kemitraan yang efektif dan efisien antara pemerintah, swasta, dan masyarakat.
Sasaran pembangunan kepariwisataan untuk tahun 2010–2014 adalah:
1. meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara sebesar 20 persen secara bertahap selama 5 (lima) tahun;
II.3-45
2. meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja nasional dari 7,70 juta orang pada tahun 2010 menjadi sebesar 9,20 juta orang pada tahun 2014;
3. meningkatnya kontribusi pariwisata terhadap penerimaan PDB dari 4,80 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 5,25 persen pada tahun 2014;
4. meningkatnya nilai investasi di bidang pariwisata dari sebesar 5,19 persen pada tahun 2010 menjadi sebesar 6,43 persen pada tahun 2014;
5. meningkatnya perolehan devisa dari USD 6,75 miliar pada tahun 2010 menjadi USD 8,95 miliar pada tahun 2014 yang diperoleh dari jumlah kunjungan wisatawan asing; dan
6. meningkatnya pengeluaran wisatawan nusantara dari Rp. 138,00 triliun pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp. 207,00 triliun pada tahun 2014.
3.2.4 Peningkatan Daya Beli Masyarakat
Salah satu tantangan yang dihadapi di bidang perekonomian nasional pada masa mendatang adalah menjaga daya beli masyarakat agar tetap meningkat sehingga tetap dapat menjadi penopang pertumbuhan ekonomi. Daya beli masyarakat akan dijaga melalui: (i) peningkatan stabilitas harga; (ii) peningkatan kelancaran arus barang (terutama bahan pokok) untuk menjaga ketersediaan barang; serta (iii) penguatan perdagangan dalam negeri yang berkesinambungan untuk mendorong transaksi perdagangan domestik dan meningkatkan kesempatan berusaha. Untuk itu berbagai permasalahan yang menghambat peningkatan daya beli masayarakat harus dapat diatasi
Beberapa permasalahan pokok yang masih dihadapi terkait dengan peningkatan daya beli masyarakat antara lain adalah sebagai berikut.
Pertama, belum efisien dan efektifnya sistem distribusi nasional yang disebabkan oleh panjangnya rantai distribusi, belum memadainya sarana dan prasarana perdagangan, serta belum tersedianya sistem informasi harga, permintaan dan pasokan barang di tingkat produsen dan konsumen terutama untuk bahan pokok. Selain itu, terbatasnya sarana penyimpanan (pergudangan, silo, dan cold storage) di tingkat produksi mengakibatkan terjadinya disparitas harga antarwilayah dan fluktuasi harga di tingkat konsumen.
Kebijakan yang dilakukan pemerintah selama ini dalam mengatasi kelangkaan dan gejolak harga masih bersifat ad hoc melalui operasi pasar (OP) yang dirasa kurang efektif dalam mengendalikan kelangkaan dan fluktuasi harga, terutama pada saat hari besar keagamaan, yang merupakan salah satu indikator dari belum optimalnya sistem distribusi komoditas strategis, pokok, dan kebutuhan hajat masyarakat banyak. Upaya tersebut merupakan mekanisme intervensi perdagangan dan distribusi yang parsial sehingga perlu adanya perbaikan dalam sistem perdagangan dan distribusi nasional.
II.3-46
Belum efisiennya sistem distribusi ini memberikan kontribusi terhadap tingginya biaya logistik di Indonesia yang merupakan salah satu faktor penyebab ekonomi biaya tinggi. Berdasarkan survei Logistic Performance Index yang dilakukan oleh Bank Dunia (2007), Indonesia menduduki peringkat ke-43, yang berarti lebih rendah dibandingkan Singapura, Malaysia, China, Thailand, dan India, yang masing-masing menduduki peringkat 1, 27, 30, 31, dan 39 (Tabel 3.28). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat biaya logistik adalah kepabeanan, infrastruktur, pengiriman internasional, kompetensi logistik, ketertelusuran, biaya logistik domestik, dan ketepatan waktu.
TABEL 3.28
PERINGKAT INDEKS KINERJA LOGISTIK