• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penyebab Pria Menduda

BAB II KAJIAN TEOR

D. Tinjauan Tentang Pria Menduda

2. Faktor Penyebab Pria Menduda

Putusnya suatu perkawinan pada pria akibat kematian istri atau perceraian mengharuskan pria harus menyandang status baru yakni sebagai duda. Hurlock (1984: 295) menyatakan ada dua penyebab adanya seseorang menjadi duda yaitu : a. perceraian dan b. kematian istri. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

a. Perceraian

Menurut McKenry dan Price (dalam Fatchiah Kertamuda, 2009: 105) kata cerai dideskripsikan sebagai terpecahnya keluarga, anak-anak yang menderita, pernikahan yang gagal, melupakan komitmen, pertengkaran yang panjang, kemarahan, permusuhan, kebencian, dan kesulitan ekonomi. Perceraian merupakan sebuah pilihan yang dibuat oleh para orang dewasa untuk menyelesaikan suatu perkawinan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya (Hugh dalam Mac Gregor, 2004: 101).

Hurlock (1980: 307) mengatakan bahwa perceraian merupakan kulminasi dari penyesuaian yang buruk, dan terjadi bila antara suami istri sudah tidak mampu lagi mencari cara penyelesaian masalah yang dapat memuaskan kedua belah pihak.

40

Terputusnya perkawinan disebabkan diantaranya karena perpisahan atau perceraian dengan pasangan hidup, menurut pasal 39 ayat 2 beserta penjelasannya dan dipertegas lagi dalam pasal 19 P.P. No.9/1975 (Soemyati, 1999: 129) perceraian terjadi karena alasan-alasan sebagai berikut:

1) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.

2) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turt tanpa ijin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.

3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau Hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.

4) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain.

5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.

6) antar suami – isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.

Sedangkan Agoes Dariyo (2003: 165) menjelaskan faktor penyebab perceraian sebagai berikut :

1) Masalah Keperawanan (virginity)

Istri yang dinikahi seorang suami ternyata sebelumnya sudah tidak perawan lagi. Hal ini berlaku untuk suatu daerah yang menjunjung tinggi nilai sosial budaya bahwa keperawanan merupakan faktor penting dalam perkawinan. Bagi seorang individu (laki-laki) yang menganggap keperawanan sebagai sesuatau yang penting, kemungkinan masalah keperawanan akan mengganggu proses perjalanan kehidupan perkawinan, tetapi bagi laki-laki yang tidak mempermasalahkan tentang keperawanan, kehidupan perkawinan akan dipertahankan dengan baik. Kenyataan di sebagian besar masyarakat wilayah Indonesia masih menjunjung tinggi dan menghargai keperawanan seorang wanita.

41

Karena itu, faktor keperawanan dianggap sebagai sesuatu yang suci bagi wanita yang akan memasuki pernikahan.

2) Ketidaksetiaan salah satu pasangan hidup

Salah satu pasangan (suami atau istri) ternyata menyeleweng atau selingkuh dengan pasangan lain. Keberadaan orang ketiga (wanita lain atau pria lain) akan mengganggu kehidupan perkawinan. Bila diantara keduanya tidak ditemukan kata sepakat untuk menyelesaikan dan saling memaafkan, akhirnya perceraianlah jalan terbaik untuk mengakhiri hubungan pernikahan itu.

3) Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga

Sudah sewajarnya, seorang suami bertanggungjawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Itulah sebabnya, seorang istri berhak menuntut supaya suami memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Untuk menyelesaikan masalah itu, kemungkinan seorang istri menuntut cerai dari suaminya.

4) Salah satu dari pasangan hidup meninggal dunia

Setelah meninggal dunia dari salah satu pasangan hidup, secara otomatis keduanya bercerai. Apakah kematian tersebut disebabkan faktor sengaja (bunuh diri) ataupun tidak sengaja mati dalam kecelakaan, mati karena sakit penyakit, mati karena bencana alam tetap mempengaruhi terjadinya perpisahan.

5) Tidak mempunyai keturunan

Kemungkinan karena tidak mempunyai keturunan walaupun menjalin hubungan pernikahan bertahun-tahun dan berupaya ke mana-mana untuk mengusahakannya, namun tetap saja gagal. Guna menyelesaikan masalah keturunan ini, mereka sepakat mengakhiri pernikahan itu dengan bercerai dan

42

masing-masing menentukan nasib sendiri. Tidak hanya keturunan itu mungkin disebabkan kemandulan yang dialami salah satu atau keduanya.

6) Perbedaan prinsip, ideologi, atau agama

Semula ketika pasangan antara laki-laki dan wanita masih dalam masa pacaran, yaitu sebelum membangun kehidupan rumah tangga, mereka tidak memikirkan secara mendalam tentang perbedaan prinsip, agama atau keyakinan. Mereka merasa yakin bahwa yang penting saling mencintai antara satu dan yang lain akan dapat mengatasi masalah dalam perkawinan sehingga perbedaaan itu diabaikan begitu saja.

b. Kematian

Putusnya perkawinan karena kematian pasangan sering disebut oleh masyarakat dengan istilah ”cerai mati ”. Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 38 (Bimo Walgito, 2000: 114) disebutkan bahwa kematian suami istri dalam arti hukum adalah putusnya perkawinan. Dalam pandangan agama Islam jika istri meninggal dunia maka suami boleh kawin lagi dengan segera, tetapi seorang janda harus menunggu masa iddah (masa tunggu).

Lebih lanjut Rahmadi Usman (2006: 399) mengungkapkan putusnya perkawinan karena kematian adalah putusnya hubungan perkawinan dikarenakan salah seorang dari suami istri meninggal dunia. Secara hukum sejak meninggal dunianya salah seorang suami istri putuslah hubungan perkawinan mereka. Putusnya perkawinan dengan matinya salah satu suami istri menimbulkan hak saling waris antara suami istri atas peninggalan yang mati (tirkah) menurut hukum

43

waris, kecuali matinya pihak itu karena dibunuh oleh salah satu yang lain suami istri.

Santrock (2002: 124) mengatakan bahwa kematian pasangan hidup biasanya tidak mampu dicegah, yang dampaknya barangkali melibatkan kehancuran ikatan yang telah lama terjalin, munculnya peran dan status baru, kekurangan keuangan dan barangkali meninggalkan mereka yang hidup tanpa sistem pendukung yang kuat. Tidak mengejutkan bahwa kematian pasangan dihubungkan dengan perasaan depresi.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa akibat putusnya suatu perkawinan menjadikan seseorang menyandang status baru yakni duda bagi pria. Penyebab pria menjadi duda disebabkan karena perceraian dan kematian isteri dan pria tersebut tidak menikah lagi. Perceraian dan kematian istri menyebabkan peran pria sebagai duda di dalam keluargapun juga berubah.

Dokumen terkait