BAB II. LANDASAN TEORI
D. Faktor Penyebab Stres Orangtua dari Anak Autis
Stres adalah respon individu terhadap keadaan dan kejadian yang mengancam (stressor) dan menganggu kemampuan koping (Halonen dan Santrock, 1999). Holmes dan Rahe (Taylor, 1999) membuat rating stressor. Mereka menemukan bahwa perubahan kondisi kesehatan dan perilaku anggota keluarga menempati peringkat kesebelas dalam mempengaruhi orang untuk stres. Ini berarti bahwa anak autis dapat menyebabkan orangtua mereka mengalami stres.
Anak autis memberi pengaruh yang besar bagi orangtua baik kondisi fisik dan psikologisnya. Orangtua sering merasa tertekan dan tak jarang berkembang menjadi stres yang berkepanjangan (Puspita, 2005).
Hal-hal yang terkait antara anak autis dan kondisi mental orangtua akan dijelaskan sebagai berikut ini
1. Gangguan fungsi
Autis adalah gangguan perkembangan anak yang mencakup gangguan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Ketiga hal ini merupakan modal hidup dalam lingkungan sosialnya. Orang yang mengalami gangguan tersebut otomatis tidak dapat hidup di lingkungan sosialnya. Ini yang menyebabkan orangtua merasa pesimis akan masa depan anaknya, sehingga menyebabkan mereka sangat tertekan.
2. Perilaku anak yang liar
Anak autis sering berperilaku yang liar dan tak terkendali. Anak autis sering mengamuk tanpa ada sebab yang jelas. Perilakunya biasa muncul kapan saja dan dimana saja, sehingga orangtua kehilangan kesabaran, marah, jengkel, dan sedih. Perasaan ini berlangsung terus-menerus, sehingga orangtua merasa kelelahan dan sangat stres menghadapi kondisi anaknya tersebut. 3. Masa depan anak autis
Orangtua sering kuatir dengan masa depan anaknya. Mereka diliputi perasaan kuatir, takut, cemas, dan gelisah. Mereka takut anaknya nanti tidak dapat hidup secara layak. Mereka takut anaknya ditolak dalam masyarakat
karena keterbatasan anaknya. Mereka kuatir dengan kondisi anaknya tersebut ketika mereka tidak dapat lagi disamping anaknya. Perasaan negatif ini dapat menggerogoti kesehatan fisik dan psikologis orangtua. Orangtua menjadi mudah marah, sedih, sensitif, rendah diri, dan tak jarang mereka mengalami penurunan kesehatan. Mereka mengalami depresi dan stres (Puspita, 2005). 4. Persepsi yang salah tentang autis
Banyak orangtua anak autis tidak mendapat informasi yang benar tentang gangguan autis, sehingga mereka salah langkah dan tidak jarang mereka menyalahkan diri mereka. Kurangnya informasi dapat membuat orangtua memiliki persepsi yang negatif dengan keadaan anaknya. Pesepsi orangtua yang negatif memperburuk kondisi psikisnya, karena persepsi negatif akan menyebabkan orangtua merasa cemas, depresi, frustasi, dan stres (Safaria, 2005).
Persepsi masyarakat terhadap anaknya juga memberi kontribusi memicu stres orangtua anak autis. Persepsi yang berkembang dalam masyarakat adalah autis disebabkan oleh kurang hangatnya orangtua dan kesalahan pola asuh orangtua (Handojo, 2001). Persepsi ini semakin memojokkan posisi orangtua. Masyarakat beranggapan anak autis adalah anak nakal, kurang diajar, dan bersikap sinis terhadap anak autis. Perilaku ini dapat membuat orangtua terpukul dan tertekan, karena orangtua merasa kurang mendapat dukungan dari orang disekitarnya. Meskipun orangtua mengetahui
bahwa penyebab sikap masyarakat seperti itu karena kurangnya informasi tentang autis.
5. Harapan orangtua terhadap anak
Setiap orangtua memiliki harapan besar kepada buah hatinya. Harapan orangtua dapat berupa harapan untuk memiliki anak berjenis kelamin tertentu, sehingga orangtua akan berusaha keras dan tak jarang mereka menambah jumlah anak demi memenuhi harapan mereka. Harapan yang tidak dapat terpenuhi sering membuat orangtua merasa frustasi dan tertekan (Mappiare, 1983).
Harapan orangtua tentang kondisi anak ideal memberi pengaruh besar pada kondisi orangtua. Konsep ideal terkait dengan penampilan fisik, sikap dan budi perkerti, kecakapan, bakat, minat, dan segala hal yang dinilai baik (Mappiare, 1983). Namun, pada kenyataan anak mereka didiagnosa autis. Anak mereka mengalami keterbatasan dalam emosi, kognitif, dan sosial membuat orangtua mengalami reaksi emosinal negatif dan berkembang menjadi stres (Safaria, 2005).
6. Masalah keuangan
Kondisi keuangan merupakan salah satu sumber ketahanan terhadap stres. Kondisi keuangan sangat mempengaruhi orang dalam menghadapi stres, karena uang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, seperti pangan, sandang, papan, pemelihara kesehatan, hiburan, dan lain-lain (Sheridan dan Radmacher, 1992).
Forman (1993) mengemukakan bahwa beban biaya hidup yang besar ini memberi tekanan yang besar. Sekarang ini biaya hidup semakin meningkat. Orangtua dituntut untuk memenuhi kebutuhan keluarganya dan masih harus mencari biaya tambahan untuk membiayai terapi anaknya. Terapi yang ada saat ini relatif mahal, sehingga orangtua merasa tertekan.
7. Perasaan-perasaan tidak layak
Perasaan tidak layak mejadi orangtua muncul ketika orangtua mulai menyalahkan diri mereka. Mereka berpikir bahwa merekalah yang menyebabkan gangguan autis. Dalam benak mereka dipenuhi pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa saya?, salah siapa?, apa dosa saya?, dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membuat orangtua anak autis semakin merasa bersalah dan tidak layak menjadi orangtua. Perasaan-perasaan akan memberi efek negatif dengan kondisi emosional orangtua, sehingga mereka sering merasa depresi dan stres (Puspita, 2005).
8. Proses penerimaan diri
Orangtua masih dalam proses menuju penerimaan diri. Fase ini diawali dengan perasaan syok. Perasaan syok muncul ketika orangtua mengetahui anaknya didiagnosa autis. Perasaan ini menimbulkan dampak fisik, seperti lemas, dingin, dada sesak, mual, dan pingsan. Orang diliputi perasaan negatif yang campur aduk (Safaria, 2005).
Sesudah perasaan syok mulai teratasi, berganti muncul berbagai rasa di bawah ini.
a). Limbung, tidak tahu harus berbuat apa, merasa tidak berdaya. b).Merasa bersalah, menyalahkan diri sendiri.
c). Marah pada diri sendiri, pasangan, anak autis tersebut, bahkan kepada Tuhan.
d).Sedih, putus asa yang berkembang menjadi depresi dan stres berkepanjangan.
e). Merasa diperlakukan tidak adil.
f). Tidak percaya pada fakta dan pindah dari dokter satu ke dokter lain untuk menegaskan bahwa dokter itu salah dan terjadi tawar-menawar diagnosa. g).Menolak fakta atau kenyataan dan bersikukuh bahwa anaknya tidak
bermasalah.
h).Menerima kenyataan.
Sebelum sampai fase penerimaan, pada umumnya orangtua mengalami perasaan tak berdaya, depresi dan sering berkembang menjadi stres berkepanjangan (Puspita, 2005).
Proses orangtua dalam menyesuaikan diri dengan kehadiran anak yang sangat istimewa ini menuntut energi yang ekstra besar. Proses ini sering diwarnai dengan reaksi emosional negatif seperti takut, sedih, marah, cemas, gelisah, kuatir, putus asa, dan kecewa. Reaksi emosional ini harus dapat
dikenali dan diatasi. Orangtua yang tidak mampu mengatasinya akan mengalami depresi dan stres (Sarafia, 2005).
Orangtua anak autis memiliki kemungkinan besar terkena stres. Sedang, faktor penyebab stres orangtua anak autis antara lain gangguan fungsi pada anaknya, perilaku liar anak, masa depan anaknya, persepsi yang salah tentang anaknya, harapan yang besar kepada buah hatinya, masalah keuangan, munculnya perasaan tidak layak menjadi orangtua, dan orangtua masih dalam proses penerimaan diri. Tingkat stres yang dimiliki tiap orangtua pasti berbeda tergantung dengan potensi diri mereka dan dukungan sosial yang mereka terima.