• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.4.4 Faktor resiko

ACCF/AHA 2010 guideline tidak merekomendasikan pengukuran untuk perkiraan resiko penyakit jantung koroner pada dewasa yang tidak memiliki gejala klinis.

- Pengukuran profil lipid

- Mempelajari aliran pembuluh darah perifer dan arteri brachial - Pengukuran spesifik pada kekakuan arteri

- Coronary computed tomography angiography - MRI untuk mendeteksi plak pada pembuluh darah

Test dan cara pengukuran lain untuk resiko kardiovaskular yang di rekomendasikan :

- Pemeriksaan EKG saat istirahat - Pemeriksaan EKG saat aktivitas

- Transthoracic echocardiography untuk mendeteksi hipertropi ventrikel kiri

- Pengukuran calcium arteri koroner - MRI

Faktor resiko PJK terbagi menjadi fattor modifiable dan faktor non-modifiable. Faktor resiko modifiable yaitu faktor resiko yang dapat diubah, faktor resiko non-modifiable merupakan faktor resiko yang tidak dapat diubah (Boudi ,2012).

2.4.4.1 Faktor resiko non modifiable (yang tidak dapat diubah) a. Umur

Penyakit jantung iskemik merupakan penyebab kematian utama di Amerika, Eropa, dan dunia pada usia >65 tahun (Murray CJ et al, 1997). Sindroma koroner akut diperkirakan sebagai penyebab terbesar 35% dari semua kematian pada usia >65 tahun (Kockanek , 2004). Diantara pasien yang meninggal karena PJK, 83% berusia >65 tahun(American Heart Association, 2005)

Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur, diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat keluarga yang memiliki penyakit jantung juga

merupakan faktor risiko, termasuk penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55 tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65 tahun (Boudi,2012).

Pasien usia lanjut lebih sering dari pada usia muda mengalami perubahan abnormalitas anatomi dan fisiologi kardiovaskular, termasuk respon simpatis beta yang terbatas, peningkatan afterload jantung karena penurunan complains arteri dan hipertensi arterial, hipotensi ortostatik, hipertropi jantung, dan disfungsi ventricular terutama disfungsi diastolik (Alwi,2012).

b. Jenis kelamin

Laki-laki memiliki resiko lebih tinggi daripada perempuan. Walaupun setelah menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat, tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian laki-laki akibat penyakit jantung (American Heart Association, 2013).

c. Hereditas ( keturunan)

Anak-anak dengan orang tua yang memiliki riwayat penyakit jantung, lebih beresiko untuk terkena penyakit jantung itu sendiri. Afrika Amerika memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada Kaukasian, dan memiiki resiko lebih tinggi pada penyakit jantung. Resiko tinggi juga terdapat pada orang Mexican Amerika, American India, native Hawaiians dan Asian Amerika. Hal ini juga berhubungan dengan tingginya angka orang yang obesitas dan diabetes (American Heart Association, 2013)

2.4.4.2 Faktor resiko modifiable (yang dapat diubah) a. Kadar kolesterol darah yang tinggi.

Menurut dari hasil Framing Heart Study result , semakin tinggi kadar kolesterol, semakin tinggi pula resiko untuk terjadinya penyakit jantung koroner. Penyakit jantung arteri jarang terjadi pada orang yang

memiliki kadar kolesterol <150mg/dl. Pada tahun 1984, Lipid Research Clinics-Coronary Primary mengungkapkan bahwa menurunkan kadar LDL kolesterol, secara signifikan menurunkan kejadian penyakit arteri koroner.

Grafik 2.1 Serum kolestrol pada penderita PJK

b. Hipertensi

Hipertensi saat ini telah diterima secara universal sebagai salah satu faktor resiko utama terjadinya PJK (Srikanthan, 1997).

Meta-analisis pada 61 studi observasional protektif, yang dilakukan Lewington et al (2002), pada kelompok usia 40-69 tahun menunjukkan, setiap peningkatan 20mmHg tekanan darah sistolik dan 10mmHg tekanan darah diastolik, berhubungan dengan resiko kematian akibat penyakit jantung iskemik dan penyebab kematian lain dua kali lebih besar. Meta-analisis lain yang dilakukan Staessen et al (2001) menunjukkan penurunan tekanan darah akan menurunkan bencana dan mortalitas kardiovaskular.

Patofisiologi dan pathogenesis terjadinya PJK pada hipertensi, akhir-akhir ini terus berkembang. Mekanisme biomolekular dan selular pada perkembangan aterosklerosis akibat hipertensi masih belum jelas. Terdapat

berbagai faktor yang diduga berperan mulai dari disfungsi endotel, inflamasi sampai hipertropi ventrikel kiri.

c. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus sudah dikenal sebagai faktor resiko utama penyakit kardiovaskular. Data dari penelitian klinis menunjukkan sebagian besar pasien DM meninggal karena penyakit kardiovaskular dan lebih dari tiga perempat pasien DM yang meninggal penyebabnya dikaitkan dengan aterosklerosis, sebagian besar kasus (75%) karena PJK (Wilson, 1998).

Diabetes mellitus tipe 2 meningkatkan risiko PJK, 2 sampai 4 kali pada populasi secara keseluruhan (Hurst TD, 2003). Haffner et al (1998) mendapatkan pasien DM tanpa riwayat PJK mempunyai risiko infark miokard yang sama seperti pasien PJK yang bukan DM. National Choresterol Education Program memasukkan DM sebagai coronary risk equivalent pada pedoman tatalaksana lipid. Risiko PJK tersebut bahkan lebih tinggi pada wanita. Pasien DM wanita mempunyai laju kematian 5-8 kali lebih tinggi daripada wanita non-diabetes (Steinberg et al, 2000).

d. Obesitas

Epidemi obesitas dianggap sebagai salah satu pemicu meningkatnya prevalensi sindrom metabolik. Obesitas turut berperan pada hiperglikemia dan hipertensi dan memiliki kaitan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Dalam studi-studi klinis dan epidemiologis, obesitas meiliki hubungan yang kuat dengan seluruh faktor-faktor risiko kardiovaskular. Mekanisme yang mendasari hubungan antara obesitas abdominal (terutama obesitas viseral) dan sindrom metabolik belum dapat dimengerti sepenuhnya, dan hal tersebut sangat kompleks.

Beberapa perubahan metabolisme lemak seringkali dijumpai pada individu obesitas. Perubahan-perubahan ini berkaitan erat dengan jumlah lemak visceral dibandingkan dengan total lemak tubuh. Pada umumnya,

obesitas cenderung meningkatkan kadar kolesterol total dan trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Meskipun kolesterol LDL tetap meningkat sedikit atau normal, partikel small dense LDL yang aterogenik cenderung meningkat, terutama pada pasien dengan resistensi insulin yang berkaitan dengan adipositas visceral. Perubahan-perubahan ini meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis (Standl, 2005).

e. Merokok

Merokok tembakau menyebabkan CVD dengan menurunkan kadar HDL , meningatkan koaguabilitas darah, dan merusak endotel. Sehingga memicu terjadinya aterosklerosis. Selain itu, terjadi pula stimulasi jantung yang diinduksi nikotin serta penurunan kapasitas darah pengangkut oksigen yang dimediasi oleh karbondioksida. Efek ini, bersama dengan peningkatan spasme koroner, menentukan tingkatan terjadinya iskemia jantung dn infark miokard. Bukti epidemiologis menyebutkkan bahwa risiko CVD tidak menurun dengan merokok yang memiliki kadar tar rendah.

Dokumen terkait