• Tidak ada hasil yang ditemukan

1.6. RUANG LINGKUP

2.1.4. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko stroke adalah kondisi atau penyakit atau kelainan yang terdapat pada seseorang yang memiliki potensi untuk memudahkan orang tersebut

17

mengalami serangan stroke pada suatu saat. Faktor risiko stroke tersebut bersifat sangat individual pada seseorang (Dourman : 2013). Faktor risiko yang berkaitan dengan stroke meliputi :

2.1.4.1. Faktor Risiko Tidak Dapat Dikendalikan

Faktor risiko stroke yang tidak dapat dikendalikan, meliputi :

a. Umur

Pertambahan usia akan meningkatkan risiko terhadap stroke. Hal ini disebabkan karena melemahnya fungsi tubuh secara menyeluruh terutama terkait dengan fleksibilitas pembuluh darah. Sekitar dua pertiga penderita stroke adalah mereka yang berusia lebih dari 65 tahun (Lingga, 2013). Stroke juga dapat terjadi pada usia dewasa muda. Sekitar 28% penderita stroke mengenai usia di bawah 65 tahun (Dourman, 2013).

b. Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terhadap stroke dibandingkan dengan wanita. Beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah kebiasaan merokok yang lebih banyak dilakukan pria, risiko hipertensi, hiperurisemia, dan hipertrigliseridemia yang lebih tinggi pada pria, dan gaya hidup yang tidak teratur yang umumnya dilakukan oleh pria. Secara umum risiko stroke yang dimiliki kaum pria satu seperempat kali lebih tinggi dibandingkan wanita, tetapi angka kematian akibat stroke pada wanita lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada pria (Lingga: 2013).

18

c. Ras

Ada variasi yang cukup besar dalam insiden stroke antara kelompok etnis yang berbeda. Orang-orang dari ras Afrika memiliki risiko lebih tinggi untuk semua jenis stroke dibandingkan dengan orang-orang dari ras kaukasia. Risiko ini setidaknya 1,2 kali lebih tinggi dan bahkan lebih tinggi untuk jenis stroke ICH (Intracerebral Hemorrahage) (Arne Lindgren dan Bo Norrving (Eds), 2014 :10).

d. Faktor Genetik

Terdapat dugaan bahwa stroke dengan garis keturunan saling berkaitan. Dalam hal ini hipertensi, diabetes, dan cacat pada pembuluh darah menjadi faktor genetik yang berperan. Selain itu, gaya hidup dan kebiasaan makan dalam keluarga yang sudah menjadi kebiasaan yang sulit diubah juga meningkatkan risiko stroke (Wiwit S, 2010 : 25). Menurut penelitian Rico J Sitorus (2005), orang yang memiliki riwayat keluarga yang terkena stroke memiliki risiko 3,91 kali daripada orang yang tidak memiliki riwayat keluarga yang terkena stroke.

2.1.4.2. Faktor Risiko Dapat Dikendalikan

Faktor risiko yang dapat dikendalikan meliputi :

a. Migrain

Migrain merupakan tipe nyeri kepala yang umum pada usia dewasa muda, dengan prevalensi sebesar 4% sebelum masa pubertas, dan sebesar 25% pada wanita di usia 30 tahun (A. Yulianto, 2011 : 66). Penderita migrain mempunyai risiko untuk stroke baik pada pria maupun wanita, terutama di bawah usia 50 tahun. 1,8 – 3 % dari stroke sumbatan terjadi pada orang-orang yang menderita migraine (Dourman, 2013 : 33).

19

b. Hipertensi

Tekanan darah adalah ukuran kritis dari fungsi peredaran darah, karena menggambarkan keseimbangan antara volume darah yang keluar dari ventrikel kiri jantung dengan setiap siklus jantung dan kekuatan arteri untuk mengalirkan darah yang dikontrol terutama oleh pembuluh darah distal. Penyebab meningkatnya tekanan darah ada dua, yaitu ketidakseimbangan antara pemasukan dan ketentuan fisiologis untuk pengaruh sodium dan potassium pada fungsi seluler di ginjal yang mana kritis untuk system pengaturan untuk mengontrol tekanan dara. Penyebab kedua adalah faktor psikososial yang mungkin diolah oleh efek yang dikenal dari fungsi endokrin, yaitu tingginya hasil aktivitas katekolamin dalam meningkatnya kekuatan arteri dan sebagai akibatnya adalah tingginya tekanan darah (Labarthe, 2011).

Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko penting dari stroke. Derajat risiko stroke meningkat seiring dengan tingginya tekanan darah dan menjadi lebih kuat dengan tekanan darah di atas 160/95 mmHg. Menurut study Framingham, risiko meningkat tujuh kali pada pasien infark otak dengan hipertensi. Hipertensi meningkatkan risiko beberapa jenis stroke termasuk stroke trombotik, stroke haemorragic intraserebral, dan stroke haemorragic sub-araknoid (Geyer, 2009).

Seseorang dikatakan hipertensi bila secara konsisten menunjukkan tekanan sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih tinggi. Angka tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal adalah <120/80 mmHg (Dourman, 2013 : 23). Dalam penelitian Jasminka et. al, (2011), hipertensi merupakan faktor risiko utama stroke dengan 64,85% dari pasien stroke usia

20

dewasa muda yang diteliti. Sekitar 40-90% stroke dialami oleh penderita hipertensi. Penderita hipertensi memiliki risiko 4 hingga 6 kali lebih tinggi untuk mengalami stroke dibanding yang bukan penderita hipertensi. Pertambahan usia meningkatkan risiko terhadap stroke (Lingga, 2013 : 26).

c. Diabetes Mellitus

Pada penderita DM, khususnya Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM) terdapat faktor risiko multiple stroke. Lesi ateriosklerosis pembuluh darah otak baik intra maupun ekstrakranial merupakan penyebab utama stroke. Ateriosklerosis pada pembuluh darah jantung akan mengakibatkan kelainan jantung yang selanjutnya dapat menimbulkan stroke dengan emboli yang berasal dari jantung atau akibat kelainan hemodinamik. Pada ateriosklerosis pembuluh darah otak yang besar, perkembangannya mengikuti peningkatan tekanan darah, tetapi pada pembuluh darah kecil, misal dinding pembuluh darah penetrans, suatu end-arteries berdiameter kecil menebal karena proses jangka panjang dari deposisi hialin, produk lipid amorphous, dan fibrin. Suatu mikroaneurisma dapat terjadi pada daerah yang mengalami ateriosklerosis tersebut dan selanjutnya dapat mengakibatkan perdarahan yang sulit dibedakan dengan lesi iskemik primer tanpa menggunakan suatu pemeriksaan imajing (Misbach, 2011: 126-128).

Penderita stroke yang memiliki riwayat diabetes mellitus berisiko 5,35 kali lebih besar daripada yang tidak mempunyai riwayat diabetes mellitus (Burhanudin, 2012). Penderita diabetes cenderung menderita ateriosklerosis dan meningkatkan terjadinya hipertensi, kegemukan, dan kenaikan lemak darah. Kombinasi hipertensi dan diabetes sangat menaikkan komplikasi diabetes,

21

termasuk stroke. Pengendalian diabetes sangat menurunkan terjadinya stroke (A. Yulianto, 2011 : 75).

d. Fibrilasi Atrium

Pembentukan trombus pada atrium akibat fibrilasi atrium yang selanjutnya menyebabkan emboli dan stroke masih belum jelas. Karena trombus terbentuk dan melekat kemudian lepas atau terbentuk dari stagnasi, kemudian lepas dan mengakibatkan stroke. Trombus di jantung biasanya diperiksa dengan ekokardiografi. Fibrilasi atrium terjadi pada 17% pasien stroke, 18% pada pasien stroke iskemik, dan 11% pada pasien stroke perdarahan. Pada sebagian besar kasus fibrilasi atrium terjadi pada pasien yang belum menderita stroke dan beberapa kasus fibrilasi atrium sebagai penyebab stroke (Misbach, 2011 : 150).

e. Kenaikan Kadar Kolesterol/Lemak Darah

Kenaikan level Low Density Lipoprotein (LDL) merupakan faktor risiko penting terjadinya aterosklerosis yang diikuti penurunan elastisitas pembuluh darah (Harsono, 2008). Penelitian menunjukkan angka stroke meningkat pada pasien dengan kadar kolestrol di atas 240 mg%. Setiap kenaikan 38,7 mg% menaikkan angka stroke 25%. Kenaikan HDL 1 m mol (38,7 mg%) menurunkan terjadinya stroke setinggi 47%. Demikian juga kenaikan trigliserid menaikkan jumlah terjadinya stroke (A. Yulianto, 2011 : 75).

f. Obesitas

Obesitas dapat meningkatkan risiko stroke baik perdarahan maupun sumbatan, tergantung pada faktor risiko lainnya yang ikut menyertainya (Dourman, 2013 : 32). Fakta membuktikan bahwa stroke banyak dialami oleh

22

mereka yang mengalami kelebihan berat badan dan bahkan sebagian kasus umumnya dialami oleh penderita obesitas (Lingga, 2013 : 25).

g. Kehamilan dan Melahirkan

Kehamilan dan melahirkan menempatkan seorang wanita pada risiko terkena stroke meskipun tidak tinggi, yakni 8 diantara 100 wanita hamil. Risiko stroke terbesar seringkali terjadi pada periode 6 minggu setelah melahirkan (post-partum) (A. Yulianto, 2011 : 21).

h. Kebiasaan Mengkonsumsi Alkohol

Mengkonsumsi alkohol memiliki efek sekunder terhadap peningkatan tekanan darah, peningkatan osmolaritas plasma, peningkatan plasma homosistein, kardiomiopati, dan aritmia yang semuanya dapat meningkatkan risiko stroke. Konsumsi alkohol yang sedang dapat menguntungkan, karena alkohol dapat menghambat thrombosis sehingga dapat menurunkan kadar fibrinogen dan agregasi platelet, menurunkan lipoprotein, meningkatkan HDL, serta meningkatkan sensitivitas insulin (Misbach, 2011: 266).

Konsumsi alkohol yang berat dan akut dihubungkan dengan 4-7 kali lebih besar terjadinya stroke emboli. Penggunaan alkohol yang kronik dihubungkan dengan kurva J shaped. Mengkonsumsi alkohol satu sampai dua kali minum per hari (< 24 jam) memperlihatkan efek proteksi yaitu menurunkan risiko stroke. Sebaliknya, minum alkohol lebih dari dua kali per hari dihubungkan dengan meningkatnya risiko stroke (Arne Lindgren dan Bo Norrving (Eds), 2014 :13).

23

i. Aktifitas Fisik

Kurang olahraga merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya stroke dan penyakit jantung. Olahraga secara cukup rata-rata 30 menit/hari dapat menurunkan risiko stroke (A. Yulianto, 2011 : 52). Kurang gerak menyebabkan kekakuan otot serta pembuluh darah. Selain itu orang yang kurang gerak akan menjadi kegemukan yang menyebabkan timbunan dalam lemak yang berakibat pada tersumbatnya aliran darah oleh lemak (atheroklerosis). Akibatnya terjadi kemacetan aliran darah yang bisa menyebabkan stroke (Dourman, 2013: 33).

Diperkirakan sebanyak 17% kelompok usia produktif memiliki aktifitas fisik yang kurang. Dari angka prevalensi tersebut, antara 31% sampai dengan 51% hanya melakukan aktifitas fisik <2 jam/minggu (WHO,2005).

j. Merokok

Merokok mengakibatkan peningkatan dua kali lipat risiko stroke iskemik dan sampai peningkatan empat kali lipat risiko stroke haemorragic. Hal ini terkait dengan penumpukan zat lemak (aterosklerosis) pada arteri karotid, arteri utama pada leher yang memasok darah ke otak (NINDS, 2014). Hal ini disebabkan oleh meningkatnya koagulabilitas, viskositas darah, kadar fibrinogen, platelet agregasi, dan meningkatkan tekanan darah (Misbach, 2011: 269).

Orang-orang yang mempunyai kebiasaan merokok dengan jumlah 1 pak per hari mempunyai risiko untuk stroke hingga 2-2,5 kali dibanding dengan orang bukan perokok (Dourman, 2013 : 31). Jika kebiasaan merokok dilakukan oleh penderita hipertensi, risiko terhadap stroke menjadi berlipat atau 4 kali lebih tinggi dibanding yang bukan perokok (Lingga, 2013: 39).

24

Telah banyak bukti bahwa penghentian merokok sangat bermanfaat untuk pencegahan stroke. Setelah berhenti merokok, maka risiko terkena stroke menurun dalam waktu 2-5 tahun (A. Yulianto, 2011: 49). Berhenti merokok mengurangi risiko stroke sebanyak 30% - 40% (Misbach, 2011 : 269).

k. Kebiasaan makan

Generasi muda sering menerapkan kebiasaan makan yang tidak sehat dengan seringnya mengkonsumsi makanan siap saji yang tinggi dengan lemak dan kolesterol tapi rendah serat. Kolesterol dapat menyumbat pembuluh darah yang pada akhirnya menyebabkan tekanan darah meninggi dan terjadi pecahnya pembuluh darah yang disebut stroke (Dourman, 2013: 8). Pemakaian garam dapur berlebihan meningkatkan terjadinya stroke (A. Yulianto, 2011: 76). Asupan makanan yang mengandung banyak sayur dan buah mengurangi terjadinya stroke, melalui mekanisme antioksidan atau melalui kenaikan kadar kalium (Misbach, 2011: 269). Kebiasaan makan mempengaruhi risiko stroke melalui efeknya pada tekanan darah, kadar kolesterol, gula darah, obesitas, dan prekusor aterosklerosis lain (Sediaoetama, 2000).

l. Stres yang Berkepanjangan.

Seseorang yang mengalami situasi stres yang berat mempunyai risiko lebih tinggi untuk timbul stroke. Tingginya tingkat stres dapat menimbulkan tekanan darah (Dourman, 2013: 33). Stres merupakan faktor risiko hipertensi, PJK, obesitas, dan diabetes yang juga merupakan faktor risiko penyebab stroke (Lingga, 2013 : 52).

Dokumen terkait