BAB II LANDASAN TEORI
A. Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi
3. Faktor yang Memengaruhi Penyesuaian Diri di Perguruan Tinggi
Berdasarkan ulasan pada berbagai temuan mengenai penyesuaian
diri di perguruan tinggi peneliti menyimpulkan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi antara lain
(Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, & Pierce, 2012; Beyers & Goossens,
2003; Credé & Niehorster, 2012; Friedlander, Reid, & Cribbie, 2007;
Hertel, 2002; Hickman, Bartholomae, & McKenry, 2000; Marmarosh &
Ramos-Sánchez & Nichols, 2007; Rice, Vergara, & Aldea, 2006; Schneider &
Ward; 2003):
3.1. Karakteristik demografi
Karakteristik demografi merupakan ciri yang menggambarkan
perbedaan masyarakat berdasarkan etnis dan status generasi. Hasil
penelitian Schneider dan Ward (2003) mengungkapkan bahwa
individu yang sangat mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari
etnis minoritas memiliki penyesuaian diri di perguruan tinggi yang
kurang baik karena ia kurang mendapatkan dukungan dari
lingkungan.
Selain itu, status generasi individu (first or second generation)
juga dapat memengaruhi penyesuaian diri di perguruan tinggi,
khususnya penyesuaian diri sosial (Hertel, 2002). Status generasi
terkait dengan ada tidaknya generasi sebelumnya dalam suatu
keluarga yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi.Individu
yang merupakan second generation memiliki penyesuaian diri sosial
yang lebih baik karena cenderung memiliki pengetahuan lebih
mengenai kehidupan perkuliahan, menerima lebih banyak dukungan
sosial, lebih fokus pada aktivitas perkuliahan, dan memiliki sumber
finansial yang lebih banyak daripada first generation. Sebaliknya,
individu yang merupakan first generation cenderung kurang terlibat
dalam aktivitas sosial kampus dan cenderung mencari teman dan
cenderung kurang memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan
individu untuk menyesuaikan diri di perguruan tinggi.
3.2 Evaluasi diri inti (core self-evaluation)
Evaluasi diri inti merupakan penilaian mendasar individu
mengenai dirinya yang meliputi nilai tentang diri (harga diri), efikasi
diri, locus of control, dan stabilitas emosi (Judge, Bono, & Durham,
1997 dalam Judge, Bono, & Locke, 2005). Evaluasi diri inti
berdampak pada cara individu menangani masalah dan memandang
lingkungan serta situasi baru. Hal ini ditandai dengan tingginya
tingkat kepercayaan diri dan optimisme individu sehingga cenderung
lebih mudah untuk membentuk hubungan sosial baru (Credé &
Niehorster, 2012).
Menurut Friedlander, Reid, dan Cribbie (2007), individu
dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki strategi yang lebih
efektif untuk menghadapi tuntutan akademik dan sosial yang melekat
di lingkungan universitas. Efikasi diri menjadi sumber daya yang kuat
dalam menghadapi stres yang kerap dikaitkan dengan masa transisi ke
perguruan tinggi (Lazarus dan Folkman, 1987 dalam Bandura, 1995).
Feist dan Feist (2010) juga menjelaskan bahwa efikasi diri berdampak
pada pemilihan tindakan, pengerahan usaha, ketekunan dan ketahanan
dalam menghadapi berbagai situasi, khususnya situasi yang sulit.
Locus of control internal membuat individu menyadari bahwa
lingkungan yang mengontrol dirinya sehingga ia akan berusaha untuk
dapat menyesuaikan diri di lingkungan. Oleh karena itu, locus of
control internal berdampak pada kesuksesan individu untuk
menyesuaikan diri pada keempat dimensi penyesuaian diri di
perguruan tinggi (Aspelmeier, Love, McGill, Elliott, & Pierce, 2012).
3.3. Trait
Trait merupakan dimensi kepribadian yang memengaruhi
pikiran, perasaan, dan perilaku individu dengan cara tertentu. Trait
terdiri ekstroversi, keramahan, keterbukaan, dan perfeksionisme.
Ektroversi, keramahan, dan keterbukaan membantu individu untuk
lebih cepat menjalin pertemanan baru dan lebih siap untuk
mengeksplorasi lingkungan baru. Kemampuan ini dapat memfasilitasi
penyesuaian diri di perguruan tinggi (Credé & Niehorster, 2012).
Individu dengan perfeksionisme yang maladaptif memiliki
kecenderungan stres yang lebih tinggi dan memiliki pandangan yang
lebih kaku atau tidak fleksibel terhadap diri sendiri dan orang lain.
Selain itu, individu dengan perfeksionisme yang maladaptif juga
kurang memiliki solusi yang efektif dalam memahami dan mengatasi
masalahnya sehingga sulit untuk menyesuaikan diri dengan baik di
perguruan tinggi (Rice, Vergara, & Aldea, 2006).
3.4. Persepsi hubungan dengan orangtua
Persepsi hubungan dengan orangtua merupakan penilaian
dengan orangtua meliputi kelekatan, keterpisahan psikologis, dan pola
asuh. Kelekatan tak aman, khususnya kelekatan kecemasan dapat
menyebabkan indvidu mengalami ketakutan pada penolakan,
kurangnya keterampilan sosial, dan isolasi. Keadaan ini berdampak
pada penyesuaian diri di perguruan tinggi seperti merasa kesepian,
depresi, dan dapat mengakibatkan distress (Marmarosh & Markin,
2007).
Keberhasilan dalam melakukan pemisahan psikologis
menunjukkan bahwa individu mampu mengembangkan kebebasan
dari orangtua sekaligus merasa positif tentang perubahan dalam
hubungan dengan orangtua, sehingga membantu mereka dalam
menyesuaikan diri di perguruan tinggi (Beyers & Goossens, 2003).
Pola asuh menggambarkan cara orangtua berinteraksi dengan anak
mereka, yang diklasifikasikan berdasarkan kehangatan emosi dan
kontrol (VandenBos, 2007). Pola asuh authoritatif berhubungan
dengan penyesuaian diri akademik. Hal ini dikarenakan lingkungan
yang hangat, emosional, dan peduli terkait dengan komunikasi
terbuka membuat transisi ke dalam lingkungan perguruan tinggi
menjadi lebih mudah karena individu mencapai penguasaan (prestasi)
yang lebih besar dan regulasi diri yang baik (Hickman, Bartholomae,
3.5. Kecerdasan emosi
Kecerdasan emosi merupakan kemampuan individu untuk
memroses informasi emosional serta menggunakannya dalam
penalaran dan aktivitas kognitif lainnya. Kecerdasan emosi
berdampak pada kemampuan menggunakan informasi tentang
perasaan untuk memahami dan memandu perilaku, mengidentifikasi
potensi masalah, serta menggunakan strategi koping yang efektif.
Selain itu, kecerdasan emosi dapat membantu individu untuk
mengelola situasi yang penuh tekanan dengan cara yang tenang dan
proaktif sehingga dapat bekerja dengan baik di bawah tekanan
(Parker, Summerfeklt, Hogan, & Majeski, 2004). Oleh karena itu,
kecerdasan emosi dapat memfasilitasi individu dalam menyesuaikan
diri di perguruan tinggi.
3.6.Persepsi dukungan sosial
Persepsi dukungan sosial merupakan informasi yang
mengarahkan dirinya untuk percaya bahwa dirinya diperhatikan dan
dicintai, dihargai, dan ditolong oleh anggota dalam kelompok.
Adanya dukungan sosial dapat berdampak pada penyesuaian diri yang
lebih cepat (Credé & Niehorster, 2012). Dukungan sosial yang
diberikan oleh teman kampus membuat individu merasa lebih terlibat
dalam kehidupan perguruan tinggi, tidak merasa stres, dan memiliki
pengetahuan yang lebih luas tentang perguruan tinggi sehingga