• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pertumbuhan Liabilitas Jangka Panjang

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

2. Pendekatan Modigliani Dan Miller (MM)

2.2.3.2 Faktor Yang Mempengaruhi Keputusan Struktur Modal

Menurut Kamaludin (2011: 304) Ada empat faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal:

1. Risiko bisnis, risiko yang terkandung dalam operasi perusahaan apabila ia tidak menggunakan hutang.risiko ini beraitan dengan ketidakpastian yang melekat proyeksi tingkat pengembalian aktiva (ROA) suatu perusahaan dimasa mendatang

2. Posisi pajak perusahaan, alasan utama perusahaan menggunakan hutang karena biaya bunga dapat dikurangkan dalam hitungan pajak, sehingga menurunkan biaya hutang yang sesungguhnya. Akan tetapi, jika sebagian besar laba perusahaan telah terhindar dari pajak tang telah dikompensasikan ke muka, maka tambahan hutang tidak banyak manfaat.

3. Fleksibilitas keuangan atau kemampuan perusahaan untuk menambah modal dengan persyaratan yang wajar apabila perusahaan dalam kondisi buruk dan keadaan kesulitan keuangan , maka pemilik modal akan lebih suka menanamkan modalnya perusahaan yang posisi neraca lebih baik.

4. Konserfatif atau agresif, manajemen yang konservatif akan lebih takut menggunakan hutang, sebaliknya manajemen yang agresif akan cenderung menggunakan hutang untuk meningkatkan laba, namun demikian faktor ini tidak akan mempengaruhi struktur modal yang

optimal, tetapi akan mempengaruhi struktur modal yang ditargetkan perusahaan.

Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2011:155), faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan struktur modal adalah sebagai berikut:

1. Risiko Usaha, atau tingkat risiko yang inheren dalam operasi perusahaan jika perusahaan tidak menggunakan utang. Makin besar risiko usaha perusahaan, makin rendah rasio utang optimalnya.

2. Posisi Pajak Perusahaan. Salah satu alasan utama digunakannya utang adalah karena bunga merupakan pengurang pajak, selanjutnya menurunkan biaya utang efektif. Akan tetapi, jika sebagian besar laba suatu perusahaan telah dilindungi dari pajak oleh perlindungan pajak yang berasal dari penyusutan, maka bunga atas utang yang saat ini belum dilunasi, atau kerugian pajak yang dibawa ke periode berikutnya, akan menghasilkan tarif pajak yang rendah.

3. Fleksibilitas Keuangan, atau kemampuan untuk menghimpun modal dengan persyaratan yang wajar dalam kondisi yang buruk. Bendahara perusahaan tahu bahwa pasokan modal yang lancar dibutuhkan oleh operasi yang stabil, selanjutnya memiliki arti yang sangat penting bagi keberhasilan jangka panjang.

4. Konservatisme atau Keagresifan Manajerial. Beberapa manajer lebih agresif dibandingkan manajer yang lain, sehingga mereka lebih bersedia untuk menggunakan utang sebagai usaha untuk meningkatkan laba. Faktor ini tidak mempengaruhi struktur modal optimal yang

sebenarnya, atau struktur modal yang memaksimalkan nilai tetapi akan mempengaruhi sasaran struktur modal perusahaan.

Keputusan mengenai penetapan struktur modal harus mempertimbangkan perimbangan antara tingkat pengembalian dan biaya modal yang timbul akibat dari keputusan pendanaan tersebut sehingga tercapai tingkat struktur modal yang optimal. Kesalahan dalam keputusan pendanaan akan mengakibatkan timbulnya biaya modal yang berlebihan sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan bahkan dapat menyebabkan risiko kebangkrutan. Sebaliknya, tingkat struktur modal yang optimal akan memberikan pengembalian yang maksimum berupa peningkatan nilai perusahaan. Jadi struktur modal mengarah pada pendanaan perusahaan yang menggunakan utang jangka panjang, saham referen ataupun modal pemegang saham. Pada hakikatnya, struktur modal yang merupakan kombinasi utang dan ekuitas dalam struktur keuangan. Struktur modal pada tiap perusahaan ditetapkan dengan memperhitungkan berbagai aspek dasar kemungkinan akses dana, keberanian perusahaan mengambil risiko, rencana strategis pemilik, serta analisis biaya dan manfaat yang diperoleh dari tiap sumber dana. Pada tiap sumber dana yang dapat digunakan oleh perusahaan, melekat kelebihan dan kekurangannya terkait status perusahaan. Perusahaan yang berstatus terbuka (go publik), memiliki akses terhadap sumber pendanaan yang lebih luas dengan pertimbangan sahamnya dapat dijual kepada masyarakat luas, sedangkan perusahaan yang berstatus tertutup dan belum perseroan terbatas, umumnya pendanaan mengandalkan pada modal sendiri (equity) dan utang pada pihak ke tiga (Sugiarto, 2009:2)

Menurut Kamaluddin (2011:303) kombinasi sumber pembiayaan dalam rangka meningkatkan nilai perusahaan dan menurunkan biaya modal bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika tersedia pilihan sumber pembiayaan maka bagi perusahaan akan lebih mudah untuk mencapai target struktur modal tersebut. Akan tetapi jika tidak ada pilihan maka akan lebih sulit untuk mencapai tujuan. Pertimbangan yang harus diperhatikan adalah:

1. Jika menggunakan lebih banyak akan memperbesar resiko yang akan ditanggung oleh pemegang saham, pada akhirnya akan memperbesar resiko kebangkrutan.

2. Penggunaan hutang yang lebih banyak juga akan memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan.

Biaya modal merupakan konsep penting dalam manajemen keuangan. Dalam melaksanakan investasi, biaya modal merupakan tingkat pengembalian yang harus diperoleh proyek perusahaan untuk memenuhi tingkat pengembalian yang disyaratkan investor. Jika tingkat pengembalian investasi perusahaan sama dengan biaya modal, harga saham seharusnya tidak berubah. Dengan kata lain, biaya modal perusahaan dapat didefinisikan sebagai tingkat pengembalian dari investasi yang tidak akan mengubah harga saham perusahaan (Arthur, 2000:497). Menurut (Sugiarto, 2009:32) Tridi (1999) dan Husnan (2001) juga mendapati bahwa perusahaan-perusahaan terbuka di Indonesia memiliki konsentrasi kepemilikan tinggi dan tingkat utang yang tinggi. Fenomena umum menunjukkan bahwa kebanyakan perusahaan terbuka di Indonesia didanai oleh kredit.

Sementara itu terdapat beberapa alat ukur untuk menilai tingkat struktur modal perusahaan yang salah satunya adalah Long term debt to equity ratio. Struktur modal yang diukur dengan Long term debt to equity ratio merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang jangka panjang dengan ekuitas.

2.2.3.4 LDER (Long term Debt to Equity Ratio)

Rasio ini mengukur besar kecilnya penggunaan utang jangka panjang dibandingkan dengan modal sendiri perusahaan. Semakin tinggi rasio ini mencerminkan risiko keuangan perusahaan semakin besar (Hery,2016:23). Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan hutang jangka panjang dengan cara membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.

LDER = long term debt

Equity