2.2 Kajian Teori
2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Layanan
Menurut Zeithaml dalam Tjiptono (2005:14) kualitas layanan meliputi lima
dimensi yaitu:
a. Tangibles (bukti fisik), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, personilnya
dan sarana komunikasi. Hal ini berkaitan dengan fasilitas fisik, penampilan
karyawan, peralatan dan teknologi yang dipergunakan dalam memberi layanan,
fasilitas fisik seperti gedung, ruang tempat layanan, kebersihan, ruang tunggu,
fasilitas musik, AC, tempat parkir merupakan salah satu segi dalam kualitas jasa
karena akan memberikan sumbangan bagi konsumen yang memerlukan layanan
perusahaan. Penampilan karyawan yang baik akan memberikan rasa dihargai bagi
pelanggan yang dilayani sedang dalam peralatan dan teknologi yang dipergunakan
dalam memberikan layanan akan memberikan kontribusi pada kecepatan dan
b. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk menghasilkan kinerja
pelayanan yang dijanjikan secara akurat dan pasti. Hal ini berarti bahwa
pelayanan harus tepat waktu dan dalam spesifikasi yang sama, tanpa kesalahan,
kapanpun pelayanan tersebut diberikan.
c. Responsiveness (daya tanggap), yaitu kemampuan para karyawan untuk
membantu para pelanggan dan memberikan layanan dengan tanggap. Hal ini
tercermin pada kecepatan, ketepatan layanan yang diberikan kepada pelanggan.
d. Assurance (jaminan), yaitu kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat
dipercaya yang dimiliki oleh para staff, bebas dari bahaya, risiko dan
keragu-raguan. Berkaitan dengan kemampuan para karyawan dalam menanamkan
kepercayaan kepada pelanggan, dan pengetahuan serta sopan santun karyawan
dalam memberikan layanan kepada konsumen, pengetahuan, kesopanan dan
kemampuan karyawan akan menimbulkan kepercayaan dan keyakinan terhadap
perusahaan.
e. Empathy (empati), yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.
Hal ini berhubungan dengan perhatian atau kepedulian karyawan kepada
pelanggan.
Dalam pandangan islam mengajarkan bila ingin memeberi hasil usaha
baik berupa barang maupun pelayanan / jasa hendakanya memebrikan yang
berkualitas jangan memeberikan yang buruk atau tidak berkualitas pada orang
Seperti di jelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqoroh ayat 267:
Artinya :
“Hai orang–orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik–baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk–buruk lalu kamu nafkahkan darinya padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya.Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”. (Surah Al-Baqarah ayat 267)
Kualitas pelayanan yang diberikan perusahaan tentunya tidaklah hanya
bertujuan untuk memberikan kepuasan semata. Sebagai seorang muslim dalam
memberikan pelayanan haruslah mendasarkan pada nilai-nilai syariah guna
mewujudkan nilai ketakwaan sekaligus membuktikan konsistensi keimanannya
dalam rangka menjalankan misi syariat Islam. Tentunya hal tersebut dilakukan
tidaklah hanya berorientasi pada komitmen materi semata, namun sebagai bagian
dari nilai ibadah. Dalam pandangan islam yang dijadikan tolok ukur untuk menilai
kualitas pelayanan terhadap konsumen yaitu standarisasi syariah. Islam mensyari’atkan kepada manusia agar selalu terikat dengan hukum syariah dalam menjalankan setiap aktivitas ataupun memecahkan setiap permasalahan. Didalam
islam tidak mengenal kebebasan beraqidah ataupun kebebasan beribadah, apabila
untuk terikat dengan seluruh syariah islam dan diwajibkan untuk menyembah
Allah SWT sesuai dengan cara yang sudah ditetapkan.
Oleh karena itu, variabel-variabel yang diuji tidaklah murni menggunakan
teori konvensional saja. Namun menjadikan syariah sebagai standar penilaian atas
teori tersebut.
1. Responsivness (daya tanggap) adalah berkenaan dengan kesediaan atau
kemauan pegawai dalam memberikan pelayanan yang cepat dan tepat kepada
pelanggan. Kecepatan dan ketepatan pelayanan berkenaan dengan profesionalitas.
Dalam arti seorang pegawai yang profesional dirinya akan dapat memberikan
pelayanan secara tepat dan cepat. Profesionalitas ini yang ditunjukkan melalui
kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan, seorang dikatakan profesional apabila dirinya
bekerja sesuai dengan keahlian atau kemampuannya. Pekerjaan akan dapat
dilakukan dan diselesaikan dengan baik secara cepat dan tepat apabila dilakukan
oleh orang yang memiliki kemampuan sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Kepercayaan yang diberikan pelanggan merupakan suatu amanat. Apabila amanat
tersebut disia-siakan akan berdampak pada ketidak berhasilan dan kehancuran
lembaga dalam memberikan pelayanan kepada pelanggan. Untuk itu kepercayaan
pelanggan sebagai suatu amanat hendaknya tidak disia-siakan dengan
memberikan pelayanan secara profesional melalui pegawai yang bekerja sesuai
dengan bidangnya dan mengerjakan pekerjaannya secara cepat dan tepat,
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedangmengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya (Surah Al-Maidah ayat 1)
Demikian juga Allah Swt telah mengingatkan kita tentang profesionalisme
dalam menunaikan pekerjaan. Allah Swt berfirman:
Artinya: ”Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain (Surah Al-Insyirah ayat 7)
2. Reliability (keandalan) adalah suatu kemampuan untuk memberikan
jasa yang dijanjikan dengan akurat dan terpercaya. Artinya pelayanan yang
diberikan handal dan bertanggung jawab, karyawan sopan dan ramah. Bila ini
dijalankan dengan baik maka konsumen merasa sangat dihargai. Sebagai seorang
muslim, telah ada contoh teladan yang tentunya bisa dijadikan pedoman dalam
menjalankan aktifitas perniagaan / muamalah. Allah Swt telah berfirman:
Artinya : “ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Surah Al-Azhab
ayat 21)
Di dalam hadist-hadist mulia, Rasulullah SAW telah mempraktikkan dan
memerintahkan supaya setiap muslim senantiasa menjaga amanah yang diberikan
kepadanya. Karena profesionalitas beliau pada waktu berniaga maupun aktifitas
kehidupan yang lainnya, maka beliau dipercaya oleh semua orang dan
mendapatkan gelar Al-Amin.
3. Assurance (jaminan) adalah kemampuan karyawan atas pengetahuan
terhadap produk secara tepat, kualitas, keramah-tamahan, perkataan atau
kesopanan dalam memberikan pelayanan, keterampilan dalam memberikan
informasi dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan konsumen terhadap
perusahaan.
Dalam memberikan pelayanan kepada konsumen hendaklah selalu
memperhatikan etika berkomunikasi, supaya tidak melakukan manipulasi pada
waktu menawarkan produk maupun berbicara dengan kebohongan. Sehingga
perusahaan tetap mendapatkan kepercayaan dari konsumen, dan yang terpenting
adalah tidak melanggar syariat dalam bermuamalah. Allah Swt telah
mengingatkan tentang etika berdagang sebagaimana yang termaktub dalam Q.S
Asy-Syu’ara’ :181-182:
Artinya : “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu merugikan orang
lain; dan timbanglah dengan timbangan yang benar. (Surah Asy-Syu’ara’ ayat
4. Emphaty (perhatian) adalah berkenaan dengan kemauan pegawai untuk
peduli dan memberi perhatian secara individu kepada pelanggan. Kemauan ini
yang ditunjukkan melalui hubungan, komunikasi, memahami dan perhatian
terhadap kebutuhan serta keluhan pelanggan. Perwujudan dari sikap empati ini
akan membuat pelanggan merasa kebutuhannya terpuaskan karena dirinya
dilayani dengan baik. Sikap empati pegawai ini ditunjukkan melalui pemberian
layanan informasi dan keluhan pelanggan, melayani transaksi pelanggan dengan
senang hati, membantu pelanggan ketika dirinya mengalami kesulitan dalam
bertransaksi atau hal lainnya berkenaan dengan pelayanan lembaga. Kesediaan
memberikan perhatian dan membantu akan meningkatkan persepsi dan sikap
positif pelanggan terhadap layanan lembaga. Hal ini yang akan mendatangkan
kesukaan, kepuasan dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Berkenaan dengan
empati, dalam an-Nahl ayat 90 dinyatakan:Allah telah berfirman :
Artinya: “ Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (Surah An-Nahl ayat 90)
5. Tangibles (bukti fisik) adalah Dimensi bukti fisik dapat berupa fasilitas
fisik seperti gedung, ruangan yang nyaman, dan sarana prasarana lainnya. Dalam
konsep Islam pelayanan yang berkenaan dengan tampilan fisik hendaknya tidak
memang penting, namun bukanlah fasilitas yang menonjolkan kemewahan.
Pernyataan ini sebagaimana yang dinyatakan dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat
26:
Artinya : “Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu
pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah sebahagian
dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat. (Surah Al-A’raf ayat 26) 2.2.6 Kepuasan Pelanggan
Pengertian kepuasan pelanggan menurut Rangkuti (2006:30) adalah
kepuasan pelanggan merupakan respon yang timbul terhadap ketidak sesuaian
antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakannya
setelah pemakaian. Kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh persepsi kualitas jasa,
kualitas produk, harga dan faktor-faktor yang bersifat pribadi serta yang bersifat
situasi sesaat.
Kepuasan konsumen atau pelanggan adalah perasaan senang (puas) atau
kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan antara kinerja (hasil)
produk yang dipikirkan terhadap kinerja yang diharapkan (Kotler, 2005:165).
pelanggan sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh konsumen
dari produk yang dibeli tersebut.
Definisi kepuasan pelanggan adalah respon dari perilaku yang ditunjukkan
oleh pelanggan dengan membandingkan antara kinerja atau hasil yang dirasakan
dengan harapan. Apabila hasil yang dirasakan dibawah harapan, maka pelanggan
akan kecewa, kurang puas bahkan tidak puas, namun sebaliknya bila sesuai
dengan harapan, pelanggan akan puas dan bila kinerja melebihi harapan, nasabah
akan sangat puas.
Perusahaan yang berorientasi pada konsumen, biasanya secara rutin
melakukan penelitian tentang kepuasan. Menurut Kotler (2002:112) untuk
mengukur kepuasan konsumen, beberapa metode yang dapat diterapkan, antara
lain :
a. Sistem Keluhan dan Saran. Setiap perusahaan yang berorientasi pada
konsumen perlu memberikan kesempatan bagi para konsumen untuk
menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan. Informasi yang didapat akan
merupakan masukan yang berharga bagi perusahaan, sehingga memungkinkannya
untuk memberikan respon secara cepat dan tanggap terhadap setiap masalah yang
timbul. Upaya mendapatkan saran (terutama saran yang berkualitas/ bagus) dari
konsumen sulit diwujudkan. Terlebih lagi bila perusahaan tidak memberikan
timbal balik yang memadai.
b. Survey kepuasan konsumen. Pengukuran kepuasan konsumen melalui
metode ini dapat dilakukan dengan bertanya langsung kepada konsumen;
tertentu dan besarnya kinerja yang mereka rasakan; responden diminta untuk
mengungkapkan dua hal pokok yaitu tentang masalah yang dihadapi berkaitan
dengan penawaran perusahaan dan saran untuk perbaikan; selain itu responden
diminta untuk meranking seberapa baik kinerja perusahaan dalam masing-masing
elemen/atribut.
c. Pembelanjaan gaib (Ghost shooping). Metode ini dilaksanakan dengan cara
mempekerjakan beberapa orang untuk berperan sebagai konsumen/pembeli
potensial produk perusahaan dan pesaing. Maksud metode ini adalah untuk
menemukan kekuatan dan kelemahan perusahaan pesaing.
d. Analisis konsumen yang hilang (Lost customer analysis). Metode ini perusahaan mendatangi konsumen yang telah menghentikan pembeliannya. Tujuannya untuk memperoleh informasi penyebab terjadinya pemberhentian tersebut. Informasi ini bermanfaat bagi perusahaan untuk mengambil kebijakan selanjutnya dalam rangka meningkatkan kepuasan layanan konsumen.