• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

3. Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan Perkembangan

Proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman dibagi menjadi 2, yaitu fase vegetatif dan generatif. Fase vegetatif ditandai dengan pertambahan volume, jumlah, bentuk, dan ukuran organ vegetatif seperti akar, batang, dan

Tabel 4.4 Hasil Uji One Way ANOVA Jumlah Daun Tanaman Kedelai ANOVA

Sum of

Squares df

Mean Squ

are F Sig.

Jumlah Daun Between Groups 13.094 3 4.365 .810 .499

Within Groups 150.875 28 5.388

daun. Fase vegetatif dimulai pada saat pembentukan daun pada proses perkecambahan hingga awal terbentuknya organ generatif, sedangkan fase generatif dimulai pada saat terbentuknya primordia (bakal bunga) hingga buah masak (Solikin, 2013). Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Adisarwanto (2007) bahwa fase vegetatif tanaman kedelai dimulai pada saat tanaman menembus permukaan tanah hingga berbunga. Fase vegetatif dan generatif juga dapat dilihat dari pertumbuhan tanaman baik tinggi maupun jumlah daunnya. Pada fase vegetatif pertumbuhan cenderung cepat karena pada fase ini pembelahan sel berlangsung cepat sehingga mempengaruhi laju pembentukan daun dan tinggi tanaman. Pada fase generatif laju pertumbuhan daun dan tinggi tanaman akan lebih lambat karena pertumbuhan berfokus pada pembentukan organ generatif, seperti pembentukan bunga, biji, buah, atau pengisian polong. Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil data yang didapat selama penelitian. 3 minggu pertama yang terhitung pada saat kedelai menembus permukaan tanah sampai awal terbentuknya promordia (hari ke 10 sampai 30) pertumbuhan tinggi dan jumlah daun relatif cepat. Sedangkan dari hari ke 30 sampai 36 pertumbuhan tinggi lebih stabil, dan daun mengalami kerontokan. Maksudnya pertumbuhan yang stabil disini adalah pertambahan tinggi tanaman kedelai tidak sepesat di fase vegetatif dan hanya beberapa tanaman ulangan saja yang pertambahan tingginya lebih dari 1 cm. Berkurangnya jumlah daun selama penelitian disebabkan oleh 3 hal, yaitu puncak pertumbuhan fase vegetatif, serangan hama, dan stress. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya saat tanaman memasuki fase generatif

pertumbuhan tanaman lebih berfokus pada pembentukan organ generatif. Unsur hara makro seperti N,P, dan K yang diserap tanaman dari tanah maupun yang diambil melalui pupuk daun konsentrasinya lebih banyak digunakan untuk perkembangan organ generatif. Hal ini menyebabkan adanya persaingan untuk mendapatkan unsur hara antara organ generatif dan vegetatif khusunya daun. Saat daun kekurangan unsur hara, pembentukan dan pertambahan daun melambat. Untuk mengantisipasi hal ini daun muda yang membutuhkan unsur hara lebih banyak untuk fotosintesis akan mengambil unsur hara yang digunakan oleh daun yang lebih tua, hal ini yang menyebabkan daun tua menjadi rontok karena defisiensi unsur hara serta kemampuannya untuk fotosintesis terganggu.

Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun tanaman kedelai dinyatakan bahwa pemberian pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai Varietas Gamasugen 2. Hal ini menunjukkan adanya faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman kedelai, khususnya tinggi tanaman dan jumlah daun. Faktor-faktor ini terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah tanaman kedelai itu sendiri. Sedangkan faktor eksternal meliputi : serangan hama, waktu penyemprotan, curah hujan, intensitas cahaya matahari, media tanam, fisiologi cekaman, dan

human error.

Tanaman kedelai yang dijadikan sebagai subjek penelitian ini berasal dari biji kedelai yang didapatkan dari pasar Stan Paingan. Varietas Gamasugen 2

merupakan tanaman kedelai hasil pemuliaan tanaman dari galur Q-298 yang dikeluarkan pada 17 Juni 2013. Kedelai ini tergolong baru di pasaran sehingga informasi mengenai karakteristik optimal untuk pertumbuhan varietas kedelai ini sangat sedikit bahkan tidak ada. Alasan peneliti menggunakan varietas kedelai ini adalah kurangnya informasi yang peneliti dapatkan dalam mencari biji atau bibit kedelai yang resmi. Maksudnya resmi disini adalah memiliki label nama varietas yang jelas sehingga dapat diketahui ciri khusus serta cara menanamnya untuk mendapatkan hasil yang optimal. Peneliti mencoba mencari benih kedelai di beberapa toko pertanian yang biasanya menjual benih tanaman tetapi peneliti disarankan untuk mencari di pasar. Beberapa pasar yang sudah peneliti kunjungi tidak mengetahui kedelai varietas apa yang dijual, tetapi salah satu penjual di Pasar Stan mengetahui bahwa salah satu kedelai yang dijual merupakan Varietas Gamasugen 2 sehingga peneliti membeli kedelai di tempat tersebut. Hal ini menjadi salah satu kendala selama penelitian dan kemungkingan menjadi faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tinggi dan jumlah daun tanaman kedelai. Setiap tanaman berasal dari biji yang akan berkecambah dan menjadi tanaman baru hingga akhirnya menghasilkan biji lagi untuk melestarikan spesiesnya. Tanaman kedelai merupakan tanaman musiman yang idealnya ditanam saat musim kemarau atau di puncak musim penghujan oleh petani di Indonesia, tetapi prinsip ini menjadi terganggu karena

global warming yang menyebabkan perubahan musim yang tidak pasti. Hal ini

dapat mempengaruhi kualitas biji kedelai yang dipanen. Varietas Gamasugen 2 sudah dapat dipanen pada usia 66 – 68 hari (Balitbang, 2016). Menurut Badan

Penyuluhan dan Pengambangan SDM Pertanian (2015) kematangan kedelai hingga siap panen dapat bergantung pada varietas, ketinggian tempat, dan tujuan penggunaan. Ketinggian tempat mempengaruhi kematangan fisiologis. Pada daerah yang semakin tinggi dari permukaan laut kematangan fisiologis tertunda, sedangkan semakin rendah daerahnya akan semakin cepat mencapai kematangan fisiologis. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wawan (2006) bahwa umur berbunga pada tanaman kedelai yang ditanam di dataran tinggi (<1000 mdpl) mundur sekitar 2-3 hari dibandingkan dengan kedelai yang ditanamn di dataran rendah (<20 mdpl). Kematangan fisiologis ini mempengaruhi pembentukan bunga yang akhirnya pembentukan dan pengisian polong jadi ikut terpengaruh sehingga tanaman kedelai yang secara umur tanaman sudah siap panen tetapi secara fisiologis belum dapat dipanen. Pemanenan kedelai yang terlalu awal menyebabkan kualitas dan kuantitas produksi menurun. Hal inilah yang kemudian menjadi kendala karena peneliti tidak mengetahui apakah biji kedelai yang dijual di pasar dipanen pada waktu yang tepat baik secara fisiologi atau umur panen. Selain itu ada kemungkinan bahwa biji kedelai dicampur antara biji dengan mutu yang baik dan buruk. Faktor eksternal yang pertama adalah serangan hama. Serangan hama terjadi selama penelitian tetapi puncaknya ada pada 2 minggu pertama penelitian (hari ke 15 sampai 24). Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pada masa tersebut tanaman kedelai sedang berada pada fase vegetatif. Biasanya pada fase vegetatif sel-sel tanaman sedang aktif membelah baik untuk perpanjangan akar atau batang, atau perbanyak daun. Pada dasanya fase

vegetatif ini bertujuan untuk mengoptimalisasikan pertumbuhan tanaman sehingga tanaman menjadi siap pada saat memasuki fase generatif. Misalnya dalam pertumbuhan akar, semakin banyak dan panjang akar yang terbentuk penyerapan unsur hara menjadi optimal. Pertumbuhan batang yang tinggi serta kuat berpotensi untuk menopang tanaman kedelai dan menyediakan ruang bagi daun untuk tumbuh, karena semakin tinggi batang tanaman maka daun pun lebih lebat. Serangan hama oleh ulat daun menyebabkan daun menjadi berlubang, beberapa daun juga ada yang yang robek karena dimakan belalang. Daun yang berlubang dan robek ini menyebabkan pemberian pupuk melalui daun menjadi tidak optimal. Pada daun terdapat stomata yang memberikan peranan penting dalam penelitian ini karena kaitannya terhadap pemberian pupuk daun. Daun yang berlubang dan robek mengakibatkan jumlah stomata yang tersebar pada sebidang daun juga berkurang, sehingga jumlah pupuk yang masuk melalui stomata juga menjadi lebih sedikit. Dengan demikian hal ini yang menyebabkan pupuk organik cair air kelapa muda tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.

Faktor kedua adalah waktu pemberian pupuk. Idealnya pemberian pupuk daun dilakukan pada pagi atau sore saat sinar matahari tidak terlalu terik, hal ini bertujuan untuk meminimalisir penguapan pupuk yang berlebihan. Berdasarkan fakta di lapangan selama peneliti melakukan pengambilan data, Paingan memasuki awal musim penghujan yang menyulitkan peneliti dalam menentukan waktu pemberian POC. POC tidak pernah diberikan pada sore hari karena biasanya hujan deras sering terjadi pada sore hari. Melihat kondisi

demikian peneliti menyemprotkan POC pada jam 6 pagi. Namun, pada minggu ke- 3 dan 4 peneliti menyemprotkan pupuk menjelang siang hari saat cuaca mendung. Tidak konsistennya peneliti dalam memberikan pupuk bisa saja menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian POC air kelapa muda tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Hal ini juga dipengaruhi oleh waktu membuka dan menutup stomata yang kemungkinan pada saat peneliti menyemprotkan POC, stomata sedang menutup sehingga POC yang diberikan tidak diserap oleh tanaman.

Faktor ketiga adalah curah hujan. Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa selama penelitian Paingan memasuki awal musim penghujan yang mengakibatkan pemberian pupuk menjadi tidak optimal. Hal ini dikarenakan pupuk yang disemprotkan pada daun larut bersama air hujan sehingga pemberian pupuk menjadi sia-sia.

Faktor keempat adalah intensitas cahaya matahari. Karena awal musim penghujan cuaca menjadi tidak stabil, pada pagi hingga siang hari matahari bersinar terik sedangkan pada sore hari hujan deras atau bahkan hujan seharian. Hal ini menyebabkan cahaya matahari yang diterima oleh tanaman kedelai menjadi tidak menentu, padahal menurut Sastra (2015) tanaman kedelai membutuhkan cahaya matahari dengan batas kritis 15 jam per hari dan minimal 10 jam. Berkurangnya intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman kedelai karena perubahan cuaca menyebabkan aktifnya hormon auksin yang ada dalam tanaman kedelai. Peran hormon auksin dalam pemanjangan sel menyebabkan tanaman kedelai lebih tinggi, sehingga POC air kelapa muda

yang diberikan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai.

Faktor kelima adalah media tanam. Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwa tanaman kedelai Gamasugen 2 merupakan varietas yang tergolong baru di pasaran yang jarang dijadikan sebagai subjek penelitian. Hal ini menyebabkan kurangnya informasi yang peneliti dapatkan mengenai varietas kedelai ini. Dalam menyikapi hal ini, peneliti menggunakan referensi kedelai secara umum khususnya untuk lingkungan pertumbuhannya salah satunya media tanam. Tanaman kedelai idealnya ditanam pada tanah lempung berpasir, tetapi pada saat penelitian peneliti menggunakan tanah vulkanik. Pada dasarnya kedelai dapat tumbuh di berbagai jenis tanah tetapi pertumbuhannya dapat lebih optimal pada tanah lempung berpasir. Alasan peneliti tidak menggunakan tanah lempung berpasir karena peneliti menyesuaikan jenis tanah yang ada di kebun pendidikan Biologi.

Faktor keenam adalah fisiologi cekaman. Menurut Campbell (2003), fluktuasi lingkungan menantang kehidupan setiap mahluk hidup. Salah satunya seperti perubahan lingkungan yang drastis dapat membuat tanaman tertekan (stress). Hal demikian yang juga terjadi selama penelitian. Intensitas curah hujan yang tinggi serta panas matahari yang tidak pasti menyebabkan tanaman kedelai tertekan sehingga mempengaruhi pertumbuhannya. Selain faktor lingkungan, perawatan tanaman yang salah juga dapat menyebabkan tanaman menjadi stress. Hal ini dibuktikan pada saat peneliti melakukan kesalahan dalam menggemburkan tanah yang mana tanaman kedelai dicabut sampai akar

kemudian diletakkan lagi. Respon tanaman pada saat itu adalah layu dan akhirnya kembali normal setelah beberapa menit. Stress yang dialami oleh tanaman memicu produksi hormon Asam Absisat (ABA) yang dapat menyebabkan kerontokan daun, bunga, dan buah. Hal ini dibuktikan selama penelitian bahwa di minggu-minggu terakhir penelitian daun menjadi rontok. Faktor ketujuh adalah human error yang meliputi penggemburan tanah, dan fermentasi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya perawatan tanaman yang salah seperti penggemburan tanah yang tidak tepat dapat menyebabkan tanaman menjadi stress. Tanaman yang stress dapat memicu produksi hormon ABA yang dapat menyebabkan gugurnya daun. Semakin banyak daun yang gugur, semakin sedikit jumlah daun yang menerima POC. Pada saat melakukan fermentasi pupuk, peneliti tidak menggunakan botol kaca yang gelap melainkan botol kaca bening yang diletakkan pada ruangan yang temaram. Penggunaan botol kaca yang berwarna gelap membantu dalam meminimalisir cahaya yang masuk karena intensitas cahaya dapat mempengaruhi suhu selama pembuatan pupuk. Selama proses pembuatan pupuk, suhu lingkungan perlu diperhatikan karena akan mempengaruhi kerja mikroorganisme yang membantu selama fermentasi pupuk. Hal inilah yang dapat menjadi faktor POC yang diberikan tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan tanaman kedelai karena kematangan pupuk yang kurang maksimal.

Dokumen terkait