• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Strategi dan Perencanaan Startegi

2.4.7. Fasilitas Pengembangan Agroindustri

Fasilitas dan jasa pelayanan yang lebih banyak lagi diperlukan untuk memacu perkembangan agribisnis. Fasilitas-fasilitas tersebut harus tersedia dan terjangkau oleh para stakeholders. Kebutuhan akan fasilitas-fasilitas tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut (Deperindag, 2004):

a) Pelayanan para ahli, termasuk jasa pelayanan profesional (persiapan, konstruksi, keteknikan), jasa konsultan (operasi, evaluasi dan penyesuaian), dan jasa pendukung manajerial (entrepreneurial, konsultasi hukum, pemasaran).

b) Organisasi khusus bisnis pertanian (kelompok tani, asosiasi, koperasi, kerjasama kelompok atau bisnis, perusahaan).

c) Jasa keuangan (bank, asuransi, kredit mikro, kerjasama modal).

d) Teknologi (produksi, panen dan pasca panen, pemrosesan, ditribusi, pemasaran).

e) Pengembangan sumber daya manusia, tenaga kerja terlatih (ahli mesin pertanian, keuangan, akunting, pemasaran, promosi, hukum).

f) Infrastruktur, jalan, kelistrikan, transportasi, pergudangan, unit pemrosesan, pengepakan.

Gambar 12. Klaster Industri berbasis pertanian (Deperindag, 2004)

FONDASI EKONOMI Teknologi dan kemampuan R&D - teknologi asli lokal/ asal

- Sumber Global - Proses dan Sistem Informasi Kekuatan Sumber Daya Alam - Sumber Daya Tanah/ Lahan

- Sumber Daya Air - Iklim/Cuaca - Lingkungan Infrastruktur Fisik - Energi - Transportasi - Komunikasi Sumber Daya Manusia - Kualitas - Kuantitas - Ketersediaan dan Responsivitas Lingkungan Bisnis dan Pelayanan Pendukung - Sumber Modal - Keuangan - Insentif

Kluster Indistri Berbasiskan Pertanian

Industri-industri pendukung ( Penyedia Teknologi, Permesinan dan Barang-barang Material

Sistem suplai input material bahan mentah utama Sistem Suplai Pemrosesan Utama Sistem Suplai Pemrosesan Sekunder/ Tersier

Sistem Pelayanan dan Input Peralatan dan Permesinan

SISTEM INDUSTRI UTAMA

Nilai Tambah Per Pekerja Produktivit as Per Unit R&D Produksi Pasca Panen Farm

Production DistribusiLogistik Penjualan &Marketing

R&D Produksi Pasca Panen Farm Production Distribusi Logistik Sales & Marketing R&D Produksi Pasca Panen Farm Production Distribusi Logistik Penjualan &Marketing Aktivitas Rantai Nilai

Tambah

Aktivitas Rantai Nilai Tambah

Aktivitas Rantai Nilai Tambah

Bahan Mentah Primer Sekunder

PASAR EKSPOR PASAR DOMESTIK - Investasi - Perbankan - Jaminan Layanan R&D - Produksi - Pasca Panen - Produk

- Perbaikan & Pemeliharan Mesin - Pendukung Bisnis penting lain

- Akunting - Manajemen proyek - Jasa Konsultan - Transportasi dan Jasa Komunikasi Jasa Ekspor - Broker - Forwarding - Jasa Pelabuhan

Industri-industri dan jasa yang saling terkait dan berhubungan

- Pemrosesan - Keamanan Produk - Sistem kualitas

Kebijakan industri merupakan intervensi pemerintah secara sengaja dan terkoordinasi untuk mengembangkan industri. Melalui kebijakan industri pemerintah mengatur alokasi sumberdaya diantara industri-industri atau mempengaruhi level aktivitas perusahaan-perusahaan di dalam suatu industri, pemerintah mendorong peningkatan produksi, investasi, penelitian dan pengembangan, modernisasi atau restrukturisasi di jenis-jenis industri tertentu, dan mendorong penurunannya di industri lain (Norton, 2004).

Tujuan utama kebijakan industri di negara sedang berkembang pada prinsipnya adalah untuk pertumbuhan, pembangunan dan modernisasi ekonomi nasional (Norton, 2004). Kebijakan yang dilakukan berkaitan dengan pemaksimalan kesejahteraan masyarakat dengan cara pembuatan kebijakan. Tujuan utama tersebut diwakili oleh sejumlah tujuan yang tidak selalu saling kompatibel, misalnya, industrialisasi (mempercepat transformasi dari perekonomian berbasis pertanian ke perekonomian berbasis industri, pendalaman struktur industri, substitusi impor), pengembangan teknologi, orientasi ekspor, penciptaan lapangan kerja, pengembangan industri kecil menengah dan desentralisasi spasial.

Dalam penyusunan kebijakan industri, tujuan-tujuan di atas adalah sebagai

proksi bagi tujuan utama yang lebih luas yaitu efisiensi dan pertumbuhan. Instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan kebijakan industri adalah kebijakan makro ekonomi, kebijakan perdagangan, kebijakan sektor finansial, kebijakan pasar tenaga kerja, kebijakan pajak, sistem insentif bagi investasi industri, peraturan perijinan industri, peraturan kepemilikan dan investasi pemerintah serta kebijakan penyediaan infrastruktur. Peranan program pengembanan pertanian dalam pengembangan ekonomi nasional diperlihatkan pada Gambar 13.

Keterangan Nutrisi dan material lain yang dibutuhkan

di area pedesaan

Kekuatan daya beli dari daerah

pedesaan

Harga Komoditas Pertanian di

Pedesaan

Lapangan Kerja dan Pendapatan Petani Investasi Kebijakan perdagangan, nilai tukar, kebijakan dan perundang-undangan Program-program manajemen sumberdaya dan kebijakan Akses terhadap teknologi dan pasar Efek berganda dari

Permintaan Konsumen Produksi non-pertanian, pendapatan dan lapangan pekerjaan Buruh, modal, kebijakan industri

dan faktor lain Program-Program

Bantuan Pendampingan Program Pangan yang ditargetkan

Nutrisi dan meterial lain yang dibutuhkan

di area perkotaan

Nilai tukar mata uang asing dan

impor Ekspor Pertanian Produksi Pertanian (nilai nyata) Tujuan langsung program-program pertanian

Tujuan tidak langsung program-program pertanian

Gambar 13. Peranan Program Pengembangan Pertanian Dalam Pengembangan Ekonomi Nasional (Norton, 2004)

Sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam pembangunan perekonomian nasional. Namun demikian, potensi sektor pertanian belum dikembangkan secara optimal. Hal tersebut tercermin dari sebagian besar hasil dari sektor pertanian masih berupa komoditas (produk segar). Hal tersebut mengakibatkan aktivitas usaha pertanian yang dilakukan terperangkap pada resiko yang diakibatkan karakteristik khas pertanian berbasis komoditas seperti fluktuasi

harga, tingkat kerusakan yang tinggi, dan musiman. Kondisi tersebut mengkibatkan instabilitas kinerja para pelaku di sektor pertanian.

Dalam upaya mengurangi resiko khas pertanian berbasis komoditas, diperlukan berbagai upaya lanjutan berupa proses peningkatan nilai tambah (value added). Menurut USDA (Amanor-Boadu, 2005) nilai tambah dalam pertanian terbentuk ketika terjadi perubahan dalam bentuk fisik atau bentuk produk pertanian atau adopsi metode produksi atau proses penanganan yang bertujuan untuk meningkatkan basis konsumen bagi produk tersebut serta mendapatkan porsi yang lebih besar dari pengeluaran pembelanjaan konsumen yang tumbuh untuk produsen. Berdasarkan definisi tersebut, secara lebih lanjut Amanor-Boadu (2005) menyatakan bahwa inisiatif nilai tambah bisnis pada suatu rantai pasokan yang ada terjadi sebagai imbalan atas aktivitas yang dilakukan oleh pelaku usaha industri hilir pada suatu rantai pasokan. Ukuran imbalan tersebut secara langsung dan proporsional ditujukan untuk kepuasan konsumen. Imbalan tersebut berbentuk harga yang tinggi, peningkatan pangsa pasar, dan atau peningkatan akses pasar. Dengan demikian, hal tersebut akan meningkatkan tingkat keuntungan bagi pelaku usaha.

Coltrain et al. (2000) menyatakan bahwa terdapat dua jenis nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Inovasi meliputi aktivitas yang memperbaiki ”proses yang ada, prosedur, produk dan pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru” dengan menggunakan atau memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada (Tabel 5).

Tabel 5. Tipologi Peluang Dalam Inisiatif Nilai Tambah (Amanor-Boadu, 2005) Peluang Nilai Tambah

Dimensi Inovasi Koordinasi

Waktu Kecepatan Penyampaian Just in Time

Lokasi Kenyamanan Efisiensi

Produk/Pelayanan Bentuk Logistik

Proses/Metode Teknologi Aliansi Strategik Informasi Keamanan, Etika Sistem Informasi

Koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam sepanjang rantai pasokan untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai sepanjang rantai pasokan. Chopra dan Meindl (2001) menyatakan bahwa kesenjangan koordinasi akan menimbulkan ”bullwhip effect” atau fluktuasi dalam pesanan. Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan biaya. Inisiatif nilai tambah koordinasi difokuskan pada hubungan vertikal dan horisontal di antara produsen, pengolahan, perantara, distributor dan pengecer.

Peluang untuk menghasilkan nilai tambah pada pertanian masih sangat terbuka lebar, karena nilai tambah yang ada terpaku pada upaya untuk menghasilkan produk segar, sedangkan pengembangan produk hilir berbasis hasil pertanian masih terbatas. Terdapat beberapa peluang pengembangan industri hilir berbasis hasil pertanian di antaranya adalah industri pangan, industri biokimia, industri bioenergi, industri biofarmaka, industri biopolimer serta industri masa depan yang merupakan konvergensi di antara berbagai industri tersebut (Rochman, 2011).

Seluruh peluang dalam inisiatif nilai tambah pertanian dalam dunia nyatanya saling berinteraksi. Berdasarkan hal tersebut seluruh inisiatif tersebut harus dirancang secara sistematik untuk mencapai satu tujuan, yaitu mencapai keunggulan kompetitif berbasis nilai tambah secara berkelanjutan. Nilai tambah tersebut dapat diciptakan pada suatu unit usaha, pada suatu unit kawasan bahkan pada suatu negara. Dalam mencapai hal tersebut diperlukan kerjasama para

stakeholders dalam pembangunan perekonomian nasional.

Secara lebih spesifik, Amanor-Boadu (2005) menyatakan bahwa terdapat dua katagori utama peluang dalam pertanian yang dapat dikembangkan oleh para

stakeholders, yaitu pangan dan non pangan. Pengembangan hasil pertanian menjadi produk pangan akan mengarah pada pengembangan pangan eksotik, pangan fungsional dan reposisi produk tradisional. Arahan tersebut terjadi karena tuntutan dari perubahan perilaku konsumen, dimana produk pangan tidak hanya berfungsi sebagai kebutuhan dasar manusia, tetapi berkembang ke arah fungsi makanan yang menyehatkan.

Dokumen terkait