• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengembangan agroindustri halal dalam mengantisipasi bisnis halal global

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi pengembangan agroindustri halal dalam mengantisipasi bisnis halal global"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)

DWI PURNOMO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis Halal Global” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Oktober 2011

Dwi Purnomo

(4)

Global halal Business. Under Supervision of E. GUMBIRA SA'ID, ANAS M. FAUZI, KHASWAR SYAMSU, and MUHAMMAD TASRIF.

The increasing trend of the world halal products and Muslim population had reached 1.8 billion of 6.5 billion people showed an enormous potential business. It was estimated that 12% or USD 347-500 billion of the global food and agricultural products trading per year was halal products. This study aimed to assess halal agro-industrial development strategy by using a combination of observations, direct comparisons method, SWOT analysis (strength, weakness, opportunity, threats) and AHP (Analytic Hierarchy Process) to increase Indonesian competitiveness on global halal business and products. The review began with the identification of global halal agro-industry and its business trend development as by observing and identifying five groups of halal products in Malaysia International halal Showcase (MIHAS) in 2009-2011 period. Accordingly, halal agro-industry development external and internal criteria were identified using SWOT analysis to be compared among six ASEAN countries to determine ASEAN halal agro-industry competitiveness position. Finally, Indonesian halal agro-industry strategy alternatives were formulated under SWOT-AHP method. Data was collected by conducting focus group discussions, depth interviews, questioners which were involving 34 respondents in total consisted of experts, policy makers, industrialists, international customers, associations and academicians. The results showed that the developments of Indonesian halal halal were potentially strategic. Indonesian halal agro-industry premised in a strategic position, but it was situated in the fifth position among other six ASEAN countries. The development of Indonesian halal agro-industry was formulated to protect halal domestic market and gradually to increase its national competitiveness to become a global halal business excellence. The strategies chosen were developing halal compatible logistics infrastructure, improving legislation and long-term development plans, increasing coordination among the policies and interests, developing advocacy on trading and networking skills, increasing the competitiveness of the domestic halal products, increasing the halal agro-industry research and development mastery, increasing public awareness and the creation of the halal industry champions. The results of this study expected to be used as a reference for various stakeholders for strategic decision making to increase Indonesian halal agro-industry competitiveness.

(5)

Mengantisipasi Bisnis halal Global. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, ANAS M. FAUZI, KHASWAR SYAMSU, dan MUHAMMAD TASRIF.

Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar dunia dengan pasar halal terbesar di dunia (Karim, 2010), selain hal tersebut Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim yang menjadi potensi perkeonomian yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi kegiatan bernilai tambah. Salah satunya adalah dengan pembangunan agroindustri yang berkelanjutan. Agroindustri yang memiliki tren meningkat di tingkat internasional adalah agrondustri halal. Produk-produk halal memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tujuh persen per tahun (Sungkar, 2009) serta tumbuhnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk-produk halal dan meningkatjnya jumlah penduduk muslim yang mencapai 1,8 milliar jiwa dari 5,5 milliar jiwa penduduk dunia (Kettani, 2009).

Dengan perkembangan di atas, produsen dan pelaku bisnis halal telah memiliki rencana ekspansi pasar secara internasional, termasuk untuk ekspansi pasar produk halal Indonesia. Sedangkan Indonesia yang memiliki visi pengembangan agroindustri halal hanya melingkupi perlindungan konsumen muslim dalam negeri serta. Untuk jangka panjang, Indonesia terancam menjadi tujuan pasar halal terbesar di dunia, bukan sebagai pelaku dan produsen produk halal utama dunia, hal ini dikarenakan Indonesia tidak memiliki langkah strategis untuk meningkatkan daya sainggnya untuk dapat bersaing di tingkat internasional.

Industri halal merupakan bisnis yang melibatkan 122 negara, setara dengan nilai bisnis senilai US$ 500 Miliar dan dalam hal ini, komunitas Muslim bukanlah satu-satunya yang mengkonsumsi produk halal tetapi merambah ke komunitas lain yang mengenal halal sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi. Pasar halal internasional tumbuh pesat dan berpotensi mencapai dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia (HDC, 2009).

Tujuan penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis halal Global ini adalah untuk menghasilkan deskripsi kondisi terkini perkembangan

Penelitian ini dibagi menjadi tiga sub kajian utama, yaitu 1) kajian untuk menentukan posisi daya saing agroindustri halal dengan menggunakan analisis SWOT kuantitatif serta dengan metoda pengamatan langsung yang menganalisa tren perkembangan agroindustri halal internasional pada eksibisi halal internasional MIHAS tahun 2009 hingga 2011 di Malaysia, 2) kajian faktor intrisnik produk dan ekstrinsik kelembagaan agroindustri halal pada enam negara ASEAN dan 3) kajian dengan menentukan prioritas strategi yang dilakukan dalam pengembangan agroindustri dengan metode analisis SWOT-AHP.

agroindustri halal Indonesia, menghasilkan analisis situasional dan menyusun strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia yang dapat bersaing di tingkat internasional, khususnya di ASEAN.

(6)

coklat, makanan beku, hewan laut, makanan kaleng, permen, makanan ringan, pasta dan mi, saus, kue, sereal, seasoning, bumbu, biskuit dan minuman (Gumbira-Sa’id, 2008). Selain itu, para pelaku bisnis global seperti Nestle, KFC, Mc Donald’s, Coca Cola, Pizza Hut dan lain-lain juga sudah terlibat dalam bisnis global (Kassim, 2010).

Pengamatan langsung yang dilakukan pada Malaysia International halal Showcase (MIHAS) periode tahun 2009 sampai dengan 2010 yang mem

Posisi daya saing Indonesia dalam agroindustri halal ditentukan dengan metode analisis SWOT-Kuantitatif dengan membandingkan enam negara ASEAN yang mengembangkan agroindustri halal. Faktor internal terdiri dari sumber daya alam sebagai sumber bahan baku, kemampuan lembaga sertifikasi, sistem sertifikasi halal, tingkat keyakinan kehalalan produk-produk halal (level of trust), jumlah pelaku industri halal, advokasi internasional dan lokal, sarana dan prasarana riset dan teknologi, infrastruktur logistik dan jejaring kelembagaan. Untuk faktor eksternal terdiri dari peluang kebijakan dan komitmen pemerintah, tingkat kesadaran masyarakat dan industri, tingkat inovasi dan daya saing produk, nilai tambah dan dampak ekonomi, besarnya potensi pasar produk-produk halal, pengaruh pasar bebas, tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar yang dikembangkan, dinamika global dan makroekonomi dunia serta sistem sertifikasi halal asing.

perlihatkan kekuatan bisnis halal dari negara-negara internasional dan melibatkan 81 negara. Fenomena yang terjadi pada pameran bisnis halal MIHAS yang berlangsung dari tahun 2007 hingga tahun 2011 menujukkan bahwa bisnis halal semakin membesar. MIHAS telah memberikan efek bola salju secara internasional dengan nilai bisnis halal yang semakin membesar. Konsumen juga semakin terbuka menerima produk halal sebagai produk global.

Lima negara ASEAN memiliki posisi daya saing yang strategis dimana terletak di kuadran S-O (kekuatan-peluang). Pada kuadran S-O strategi pengembangan agroindustri akan cenderung atau lebih mengutamakan pemanfaatan potensi internal yang berupa kekuatan untuk meraih peluang-peluang eksternal yang luas sehingga strategi akan bersifat agresif. Satu negara yang berada pada kuadran (S-W) hanya ditempati oleh Filipina yang jauh tertinggal dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya dalam pengembangan agroindustri halal. meskipun Indonesia berada pada kuadran S-O (kekuatan-peluang) bersama dengan lima negara yang lain, namun terlihat bahwa posisi Indonesia masih tertinggal. Malaysia dan Thailand. Malaysia menjadi negara dengan posisi daya saing yang paling tinggi, sedangkan Indonesia memiliki posisi daya saing yang relatif dekat dengan Brunei Darussalam dan Singapura. Analisis SWOT-kuantitatif menghasilkan delapan alternatif kelompok strategi dengan nilai tertinggi yang diyakini mampu memberikan dampak yang luas pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia.

(7)

Indonesia berada pada posisi yang cukup baik dalam penguasaan fakor-faktor intrinsik produk dengan skor rata-rata di atas tiga. Indonesia cukup unggul dalam hal harga, rasa, variasi produk dan level of trust. Dalam hal mutu, penampilan produk dan cara penyajian, Indonesia perlu memberikan perhatian lebih dalam agar mampu ditingkatkan atau menyamai kekuatan produk-produk halal kompetitor dari negara lain.

Faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang dikembangkan dari kriteria yang dihasilkan pada analisis SWOT-kuantitatif terdahulu terdiri dari 1) Kebijakan dan komitmen pemerintah, 2) Tingkat kesadaran masyarakat dan industri, 3) Advokasi internasional dan lokal, 4) Tingkat inovasi dan daya saing produk, 5) Kemampuan lembaga sertifikasi, 6) Riset dan penguasaan teknologi, 7) Ketersediaan bahan baku, 8) Potensi pasar, 9) Jejaring kelembagaan, 10) Infrastruktur logistik, 11) Sistem sertifikasi halal, dan 12) Kekuatan dan jumlah pelaku industri halal. Hasil perbandingan hasil analisis kekuatan, kelemahan, potesi dan ancaman secara keseluruhan menunjukkan bahwa, Malaysia dan Thailand menjadi negara yang memiliki kelengkapan faktor ekstrinsik kelembagaan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan negara-negara lainnya.

Perumusan strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia, lebih lanjut menggunakan metode AHP. Agroindustri halal Indonesia memiliki beberapa faktor yang kondisinya mendekati ideal seperti potensi pasar yang besar, kemampuan lembaga sertifikasi, ketersediaan bahan baku dan sistem sertifikasi yang paling unggul di dunia, sedangkan faktor infrastruktur menjadi faktor dengan kondisi eksiting terburuk dan tingkat urgensi yang paling tinggi. Faktor lain yang perlu segera diatasi adalah kemampuan riset atau penelitian dan pengembangan, tingkat inovasi, kemampuan advokasi, serta komitmen pemerintah yang rendah. Hasil yang diperoleh dari penentuan prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri halal, adalah 1) Pembangunan infrastruktur logistik yang kompatibel dengan konsep halal, 2) Perbaikan perundang-undangan dan rencana pembangunan jangka panjang, 3) Peningkatan koordinasi antar pemangku kebijakan dan kepentingan, 4) pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring kerjasama perdagangan, 5) Peningkatan daya saing produk halal dalam negeri, 6) Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal, 7) Peningkatan kesadaran masyarakat dan industri dan 8) Penciptaan halal champions.

(8)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(9)

DWI PURNOMO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)

Penguji pada Ujian Tertutup 1. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S. 2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng

Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Dedi Fardiaz, M. Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor 2. Dr. Dedi Mulyadi,M.Si

Direktur Jenderal Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Perindustrian Republik Indonesia 3. Dr. Ir. Sam Herodian, M.S.

Dekan Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

4.Dr.Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si.

(11)

Nomor pokok : F361070011

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.A.Dev.

Anggota

Prof. Dr. Anas M. Fauzi, M.Eng. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St.

Anggota

Anggota

Dr. Ir. Muhammad Tasrif

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.

(12)
(13)

Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan untuk Ibunda tercinta dan tersayang Rr. Sri Widodo sebagai hadiah ulang tahun yang ke-70. Terimakasih atas doa yang senantiasa terus mengalir disertai dengan dorongan semangat yang tak pernah padam, serta bantuan materi dan cinta kasih yang telah Ibunda sehingga penulis mampu menyelesaikan program Doktor ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA selaku Rektor Universitas Padjadjaran yang telah memberikan ijin, bantuan serta dukungan penelitian selama menempuh Program Doktor ini.

2. Prof Dr. Ir. Nurpilihan Bafdal, Prof.Dr. M. Ade Moetangad Kramadibrata, Dipl.,Ing. M.Res.Eng., Sc., Prof Dr. Ir. Roni Kastaman, Prof. Dr.Ir. Imas Siti Setiasih, S.U., Prof. Carmencitta, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

3. Ir. Mimin Muhaemin, M.Eng., Ph.D., Sudaryanto, Ir.M.S., Tati Sukarti Ir.,M.S., dan seluruh civitas akademika Fakultas Teknologi Industri Pertanian Universitas Padjadjaran.

4. Bapak Alexi B. Adi, Bapak Bambang Suhada, Bapak Suhardjito serta rekan-rekan mahasiswa Program Doktor Program Studi Teknologi Industri Pertanian angkatan 2007.

5. Keluarga Besar R. Djikun Tjokroatmodjo (Alm), Brigjen. Pol. Purn.H. Murhadi,S.H.,M.H., Kombes Pol. Purn. Hj. Sri Sudarmi, Hj. Sri Muryati, Sri Kusmiati, Sri Sugiarti, S.E., Letkol (Inf) TNI AD Suharto,S.Sos., Drs. Nono Sukirno Dadang Suherman, S.Pd. dan seluruh sepupu, dan keluarga besar Pawiro Utomo (Alm). Bapak Drs. Heryanto, Dr. Widjajani, Dian Aquarita S.T , Ir. Belli Belinda, Ir. Dandi Budiman, Bambang Bayu Febbyanto, Ibu Rerry Andriany, Kukuh Tohadiyono, Widdy Kardiansyah, Siti Amalia, Rizky, Puni..

(14)
(15)

Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya, disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Disertasi ini berjudul Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Menantisipasi Bisnis halal Global, yang diselesaikan dengan maskud memberikan kontribusi pemikiran bagi pengembangan bisnis berbasis agroindustri halal di Indonesia seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat serta tren pasar internasional terhadap produk-produk halal.

Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada para personalia di bawah ini :

1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Said, MA.Dev selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan curahan ilmu, waktu, pembelajaran dan motivasi bagi penulis. 2. Prof. Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng., Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu dan Dr. Ir.

Muhammad Tasrif, M.Eng selaku anggota komisi yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan disertasi ini.

3. Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, Ms., M.Sc, Ph.D, Ir. Suroso Natakusuma, MM, Ibu Ning Rahayu, Ibu Sussy Dyah Widowati, Ir.,MT, Ir. Meiriyanto, Drh. Basir Nainggolan, MM, Ir. Hassanuddin Yasni, MM, Irfan Fauzani, MM, Gunawan Abitama, Ir, Drs. Zafrullah Salim, M.H, Rhadeya Setiawan, Ir.,MBA, Agus Susanto, SE., Tamzil Muhammad, Bapak AA Aikma serta personalia lainnya yang telah menjadi nara sumber serta memberikan bantuan fasilitas dan pengetahuan dalam penyelesaian penelitian ini.

4. Dr. Ir. Sam Herodian, M.S. dan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc, Dekan dan Wakil dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan pimpinan ujian tertutup dan terbuka dan tertutup.

5. Dr. Dedi Mulyadi, M.Si., Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementrian Perindustrian R.I. dan Prof. Dr. Dedi Fardiaz, M.Sc dari SEAFAST

Center IPB, Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Ir. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S. selaku penguji luar komisi dalam ujian terbuka dan tertutup. Akhirnya, semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Oktober 2011

(16)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 Mei 1980, anak kedua dari dua bersaudara, pasangan Supardjo (Alm) dan Rr. Sri Widodo. Adik dari Yulia Eka Pujiati (Almh) ini meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian diperoleh dari Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran pada tahun 2003. Penulis menyelesaikan pendidikan S2 pada Departemen Teknik dan Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2005. Selanjutnya, pada tahun 2007 menempuh pendidikan program Doktor di Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Selain sebagai pengajar, penulis juga aktif sebagai peneliti dan penulis serta dan menjadi fasilitator pengembangan kelembagaan industri menengah dan kecil di Provinsi Jawa Barat.

Selama mengikuti pendidikan program Doktor, penulis telah menulis dan melakukan publikasi beberapa artikel ilmiah sebagai berikut :

1. Purnomo D, Gumbira-Sa’idE., Fauzi A.M, SyamsuK., Tasrif

2. Purnomo D, Gumbira-Sa’id

M. 2011. Analisis Kekuatan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Indonesia Dalam Meningkatkan Daya Saing Agroindustri Halal. Dipublikasikan pada Jurnal Teknotan Universitas Padjadjaran (September 2011)

E., Fauzi A.M, SyamsuK., TasrifM. 2011. Kajian Peningkatan Peran Kelembagaan Sertifikasi Halal dalam Pengembangan Agroindustri halal di Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Fatwa Volume I Nomor 1 Tahun 2011, dipublikasikan pada Buku Fatwa Ulama Indonesia Dalam Sorotan (terbitan Majelis Ulama Indonesia, Juli 2011) serta dipresentrasikan pada

3. Purnomo D, Gumbira-Sa’id

Islamic Conference on MUI Studies, 25 - 26 Juli 2011. E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif

4. Purnomo D, Gumbira-Sa’id

M. 2011. Posisi Daya Saing Produk Dan Kelembagaan Agroindustri Halal ASEAN. Diterbitkan pada Jurnal Warta Kebijakan LIPI. Terakrditasi. (Diterima, September 2011)

(17)

6. Purnomo D, Gumbira-Sa’id

Dalam Peningkatan Daya Saing Agroindustri halal Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Andalas (September 2011)

E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif

7. Purnomo D, Gumbira-Sa’id

M. 2010.

Indonesian Halal-Based Agro Industry Products Development Strategy in

Anticipating ASEAN halal-Hub. telah dipublikasikan pada Prosiding

International Annual Symposium on Sustainabilty Science and Management. Universiti Malaysia Trengganu. Malaysia 8-11 Mei 2010

E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif M. 2011.

Indonesian Halal Agro-industry Products Competitiveness Development

Strategy. Telah dipublikasikan pada Prosiding International Annual Symposium on Sustainabilty Science and Management. Universiti Malaysia Trengganu. Malaysia 10-13 Juli 2011.

(18)

xiii

Halaman

DAFTAR ISI ………...…... xiii

DAFTAR TABEL ………... xvi

DAFTAR GAMBAR …..……… xvii

DAFTAR LAMPIRAN ………... viii

1 PENDAHULUAN……….……… 1

1.1.Pengembangan Agroindustri Nasional………... 1

1.2.Terminologi Halal, Agroindustri Halal dan Halal-Hub………... 4

1.2.1. Halal……… 4

1.2.2. Agroindustri Halal……… 4

1.2.3. Halal-Hub……… 8

1.3. Perkembangan Bisnis Halal Global………. 8

1.4. Perumusan Permasalahan……….. 13

1.5. Tujuan Penelitian……… 15

1.6. Manfaat Penelitian………. 15

1.7. Kebaruan Penelitian………...………. 16

1.8. Ruang Lingkup Penelitian……….. 17

2 TINJAUAN PUSTAKA……….……… 19

2.1. Agroindustri………. 19

2.2. Kecenderungan Pertambahan Penduduk Muslim……….……… 24

2.3. Tren Permintaan Produk Agroindustri Halal Global……… 26

2.4. Strategi dan Perencanaan Startegi………. 27

2.4.1. Pengembangan Strategi………..………. 27

2.4.2. Strategi dan Kebijakan………. 29

2.4.3. Manajemen Strategi dalam Peningkatan Kinerja……….. 30

2.4.4. Elemen-elemen Kunci Proses Pembuatan Kebijakan………. 34

2.4.5. Prinsip Pengembangan Kebijakan Berbasis Pertanian………. 36

2.4.6. Hubungan Pembuatan Kebijakan dengan Analisis Kebijakan……. 37

2.4.7. Fasilitas Pengembangan Agroindustri……….. 39

2.5. Analisis SWOT……….. 45

2.6. Analytical Hierarchy Process (AHP)……… 47

3 METODE PENELITIAN………..…. 49

3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian……… 49

3.2. Langkah-langkah Penelitian……… 52

3.3. Jenis dan Sumber Data………. 53

3.4. Instrumen Penelitian………...……… 54

3.5. Tahapan Penelitian……… 55

(19)

xiv

5.1. Perkembangan Umum MIHAS………. 93

5.2. Penyelenggaraan Pameran Produk……… 94

98 7.2.1. Penampilan Produk ………... 127

128

7.3.3. Brunei Darussalam……… 139

7.3.4. Singapura……… 140

7.3.5. Indonesia……… 140

7.3.6. Filipina……… 142

7.4. Dampak Kekuatan Intrsinsik ASEAN Terhadap Indonesia……… 143 7.2.7. Apresiasi Konsumen. ………..………

7.2.8. Level of Trust………

7.2.2. Rasa...

7.2.6. Cara Penyajian……… 6 ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA.

6.1. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia……… 6.2. Konsep Program Pengembangan Agroindustri Halal………

7 POSISI DAYA SAING PRODUK AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA

7.2.3. Harga ………. .………

4.3. ASEAN Halal-Hub………

7.2.5. Variasi Produk ……….……… 4.4. Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT) ……… 4.2. Kemajuan Agroindustri Halal Global………

5.3. Pertemuan Bisnis……… 5.4. Pengunjung MIHAS……… 5.5. Produk-Produk yang Ditampilkan……… 5 ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS………...

4.2.1. Asia ……… 4.2.2. Uni Eropa ……… 4.2.3. Timur Tengah ………

7.1. Faktor Intrinsik Produk……… 7.2. Analisis Kondisi Faktor-Faktor Intrinsik di Setiap Negara...

(20)

xv

8.5.3. Brunei Darussalam……… 167

8.5.4. Singapura……… 168 10 KESIMPULAN DAN SARAN...

10.1 Kesimpulan... 8.4.11. Sistem Sertifikasi Halal……… 8.4.12. Kekuatan Pelaku Bisnis Agrondustri Halal……… 8.5. Analisis Kekuatan Faktor- Faktor Ekstrinsik Di Setiap Negara………

8.6. Dampak Kekuatan Intrinsik ASEAN Terhadap Indonesia ...

9 PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN

AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA………... 8.4.5. Kemampuan Lembaga Sertifikasi……… 8.4.2. Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri……… 8.4.3. Advokasi Internasional dan Lokal………

9.3. Implementasi Strategi……… 9.1. Kondisi Eksisting dan Urgensi Permasalahan Agroidustri Halal Indonesia… 9.2. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan……… 8.1. Faktor Ekstrinsik kelembagaan Agroindustri Halal…...

8.4.6. Riset dan Penguasaan Teknologi……… 8.4.7. Ketersediaan Bahan Baku……… 8.4.1. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah……… 8.2. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor Ekstrinsik Agroindustri Halal... 8.3. Penilaian Kekuatan Faktor-Faktor Ekstrinsik di Setiap Negara ……… 8.4. Analisis Kondisi Faktor-faktor Ekstrinsik di Setiap Negara………

(21)

xvi

2. Perkiraan Jumlah Penduduk Muslim Hingga Tahun 2075….………...… 10

3. Ragam Produk Global Bersertifikat Halal …….………….…... 13

4. Perkiraan Jumlah Populasi Muslim Dunia Tahun 2010………..……… 24

5. Tipologi Peluang dalam Inisiatif Nilai Tambah…..………... 43

6. Prinsip-prinsip AHP……….…... 47

7. Responden Penelitian…...………... 60

8. Perkiraan Optimistik Ukuran Pasar Halal Tahunan………... 62

9. Nilai Pasar Halal Global ………... 64

10. Perusahaan Besar Dunia yang Sudah Terlibat Dalam Bisnis Halal Global... 65

11. Komparasi Perkembangan Kebijakan Pendorong Bisnis Halal di Tiga Negara ASEAN………... 12. Jumlah Pabrik Makanan Thailand………..……... 82

13. Negara-Negara Utama Peserta MIHAS……….……….. 95

14. Rumusan Matriks SWOT Strategi Pengembangan Agroindustri Halal………. 109

15. Hasil Identifikasi dan Pembobotan Kriteria Masing... 111

16. Bobot Nilai Dari Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal... 115

17. Hasil Pengelompokkan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri……… Halal Berdasarkan Analisis SWOT... 18. Kriteria Pemenuhan Faktor Intrinsik Produk... 122

19. Penilaian Bobot Terhadap Faktor Intrinsik Produk ……... 123

20. Penilaian Kekuatan Faktor-Faktor Intrinsik produk di Setiap Negara ... 124

21. Kriteria Penilaian Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN ……... 22. Tingkat Kekuatan Faktor-Faktor Ekstrinsik kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN ... 23. Perolehan Skor Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN... 24. Nilai Tingkat Pencapaian dan Tingkat Urgensi Faktor-Faktor Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia ... 25. Koordinat SWOT Enam Negara ASEAN Pelaku Agroindustri Halal ... 177

26. Kriteria Daya Saing dan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal… 178 27. Pengelompokan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal... 180

28. Prioritas Perhatian Pengembangan Agorindustri Halal Indonesia………... 182

(22)

xvii

2. Distribusi Pasar Produk Agroindustri Halal... 7 3. Representasi Tren Pencarian Kata Halal Di Internet... 9 4. Sebaran Penduduk Muslim Dunia... 25 5. Tahap Perumusan Strategi... 32 6. Proses Manajemen Strategi... 33 7. Manajemen Strategik Dalam Penetapan Visi Dan Strategi... 35 8. Taksonomi Kebijakan Pertanian... 36 9. Prinsip Dasar Keberlanjutan Kebijakan Pertanian... 36 10. Elemen-Elemen Pembuatan Kebijakan... 37 11. Kerangka Model Analisis Klaster Berbasis Pertanian... 38 12. Klaster Industri Berbasis Pertanian... 40

13. Peranan Program Pengembangan Pertanian Dalam Pengembangan Ekonomi… 42

14. Ilustrasi Matriks SWOT dalam Indentifikasi Alternatif... 45 15. Kerangka Pemikiran Pengembangan Agroindustri Halal………... 49 16. Kerangka Analisis Kebijakan Agroindustri Halal... 52 17. Alur Pelaksanaan Penelitian... 53 18. Langkah-Langkah Penelitian... 56 19. Alur Tahapan Prosedur Penelitian... 57 20. Tahapan Pengolahan Data Kuantitatif... 59 21. Negara-Negara Konferensi Islam... 63 22. Tren Peningkatan Pasar Halal Dunia... 65 23. Potensi Pasar Halal Terbesar di Asia... 68 24. Jumlah Produk yang Dikembangkan Thailand... 83

25. Lingkup Kerjasama IMT-GT, HDC dan Pengembangan ASEAN Halal-Hub… 89

26. Wilayah Kerjasama Forum IMT-GT... 90 27. Lingkup Kerjasama IMT-GT... 91 28. Jumlah Booths, Peserta dan Negara Asal Peserta... 96

29. Jumlah Peserta Kelompok Perusahaan pada MIHAS Tahun 2007-2011……… 97

30. Jumlah Pertemuan Bisnis Selama MIHAS Tahun 2007-2011... 99 31. Perbandingan Jumlah Negara Peserta Pameran dan Jumlah Negara

Pada Pertemuan Bisnis dalam MIHAS... 32. Jumlah Buyers dan Perusahaan yang Terlibat Transaksi... 100 33. Jumlah Pengunjung dan Asal Negara Pengunjung... 101 34. Matriks SWOT Agroindustri Halal... 106 35. Tingkat Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT)

Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN...

36. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal ASEAN………. 108

37. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia...…... 113 38. Matriks Strategi Utama ...…... 114

Agroindustri Halal…….………...……… 40. Kondisi Faktor-Faktor Intrinsik Produk di Enam Negara ASEAN... 126

119 100

106

(23)

xviii

2. Pengolahan Data Faktor-Faktor Intrinsik………...………… 224

3. Perhitungan SWOT……….………. 228

(24)

1

1.1.Pengembangan Agroindustri Nasional

Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim. Keunggulan komparatif tersebut merupakan fundamental perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi keunggulan bersaing. Dengan demikian, perekonomian yang dikembangkan memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, memiliki kemampuan bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut berkembang di Indonesia, salah satunya dalam bentuk pembangunan agroindustri. Pengalaman di masa lalu membuktikan bahwa pembangunan pertanian yang tidak disertai dengan pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan, tidak mampu mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing yang kuat. Meskipun Indonesia berhasil menjadi salah satu produsen terbesar pada beberapa komoditas pertanian dunia tetapi Indonesia belum memiliki kemampuan bersaing di pasar Internasional. Selain itu, nilai tambah yang diraih dari pemanfaatan keunggulan komparatif tersebut masih relatif kecil, sehingga tingkat pendapatan masyarakat tetap rendah.

(25)

mengembangkan aktivitas ekonomi perdesaan; dan (5) meningkatkan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha secara adil melalui pengembangan agribisnis.

Saat ini, pengembangan agroindustri memerlukan langkah nyata untuk merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di dalam dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sekor pertanian adalah suatu keharusan apabila pengembangan agroindustri berkerakyatan yang lebih modern dan responsif terhadap perubahan global akan dijadikan prioritas.

Untuk mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, salah satunya adalah dengan mengembangkan kemampuan agroindustrinya. Agroindustri mampu mengubah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energi, industri pengolahan hasil ikutan serta industri agrowisata (Arifin, 2004).

(26)

tambah yang diolah sebagai produk makanan halal atau bahan konsumtif yang halal dimakan atau digunakan, adalah jawaban atas permintaan pasar yang besar terutama bagi negara-negara berpenduduk muslim. Potensi yang dimiliki dan tren dunia akan meningkatnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk-produk halal dan tumbuhnya jumlah penduduk muslim yang mencapai 1,8 miliar jiwa dari 6,5 miliar jiwa penduduk dunia semakin menguatkan permintaan akan produk-produk halal internasional. Perkembangan produk-produk halal tidak hanya terjadi di negara yang mayoritas penduduknya Islam saja tetapi juga di negara-negara barat, karena perusahaan-perusahaan internasional yang berpusat di negara-negara tersebut kini menggunakan konsep halal sebagai salah satu strategi bisnis dan pemasarannya. Hal tersebut dilakukan, mengingat secara global, pasar halal dunia sangat menjanjikan, dan diperkirakan mencapai sekitar 12 persen dari total perdagangan global produk pangan dan pertanian dengan nilai antara USD 347-500 milyar per tahun (Che-Man, 2006).

Dengan besarnya pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai tujuh persen per tahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat di beberapa negara Asia dengan jumlah penduduk muslim besar seperti Indonesia, Republik Rakyat China, Pakistan dan India dalam 10 tahun ke depan (Sungkar, 2009), maka banyak negara muslim maupun non muslim berupaya mengembangkan dan meningkatkan produksi produk halal untuk mengisi pasar dunia. Hal ini menjadi suatu masalah yang serius jika potensi masyarakat muslim Indonesia hanya dijadikan pasar oleh negara lain. Keadaan tersebut juga sekaligus menjadi tantangan bagi Indonesia agar dapat memanfaatkan pertumbuhan pasar halal dunia untuk menyiapkan produk halal yang dapat diserap dalam memenuhi kebutuhan produk halal yang semakin meningkat.

(27)

1.2.1. Halal

Produk halal, secara syariah Islam adalah produk yang baik, atau dikenal dengan istilah halaalan, thayyiban dan mubaarakan dan tidak terdiri dari najis atau bercampur najis (Ibrahim, 2008), sedangkan menurut Menurut Dahlan (2009), halal memliki arti diperbolehkan untuk dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim. Lebih jauh, pangan halal harus aman bagi seluruh konsumen (aspek kesehatan) tanpa unsur yang tidak diperbolehkan (haram) dan kotoran (najis) bagi umat muslim (aspek keamanan spiritual).

Dalam terminologi Islam, pada prinsipnya semua bahan makanan dan minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya. Bahan yang diharamkan Allah SWT adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang disembelih dengan nama selain Allah (QS. Al-Baqarah; 173), sedangkan minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamar (minuman beralkohol) (QS. Al-Baqarah; 219).

Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila mati karena tercekik, terbentur, jatuh ditanduk, diterkam binatang buas dan yang disembelih untuk berhala (QS. Al-Maidah; 3). Jika hewan-hewan tersebut sempat disembelih dengan menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal kecuali diperuntukkan bagi berhala (LPPOM- MUI, 2009).

1.2.2. Agroindustri halal

Agroindustri adalah bagian atau salah satu sub-sistem agribisnis yang memperoleh dan mentransformasikan bahan-bahan hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dikonsumsi (Gumbira-Sa’id dan Intan, 2004).

Dikaitkan dengan kehalalan produk, maka bagian-bagian dalam sistem yang menghasilkan dan mentransformasikan hasil pertanian menjadi bahan setengah jadi maupun barang jadi seperti dalam definisi agroindustri di atas, harus memenuhi prinsip-prinsip mendasar yang harus diperhatikan atau khamsu

halaalaat mengenai kehahalan suatu produk. Kehalalan suatu produk ditentukan

(28)

Abattoirs yang menjadi pemotong hewan merupakan penganut agama Islam 2. Bahan Baku (Materials).

Bahan baku yang dikategorikan sebagai bahan baku halal adalah yang dijelaskan dalam syariat Islam, terutama dari sumber perolehannya. Hewan yang halal dimakan tidak dapat dimakan secara serta merta, tetapi harus melalui proses penyembelihan, pengulitan dan proses penanganan yang sesuai dengan syariah Islam dengan tidak melibatkan unsur yang tidak diperbolehkan (haram) atau ditambahkan dengan bahan-bahan yang tidak jelas asal-usulnya termasuk kotoran (najis), serta tidak boleh terkontaminasi dengan zat-zat haram, minuman beralkohol, darah dna hewan atau tanaman beracun.

3. Mekanisme (Mechanism).

Dalam melakukan pengolahan produk halal, persiapan, proses, transportasi dan penyimpanannya tidak boleh dicampuradukkan dengan bahan-bahan atau ramuan yang tidak halal. Alat-alat memasak seperti belanga, periuk, sendok dan sebagainya. harus suci, bersih dan halal. Tempat membasuh segala perkakas masakan dan hidangan harus dipisahkan antara yang halal dengan yang haram.

4. Keuangan (Monetary).

Produk yang dihasilkan harus terbebas dari sumber-sumber kauangan yang haram.

(29)

concern) yang dapat dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim ataupun non-Muslim, dimana tidak terdiri dari unsur-unsur yang diharamkan, najis atau bercampur najis.

Dalam pengembangan pasar produk agroindustri halal, kecermatan terhadap kondisi bisnis dan perdagangan produk agroindustri halal yang meliput i elemen-elemen konsumen, produk, maupun praktik perdagangan perlu dicermati. Terdapat empat hal yang penting dalam menentukan potensi pasar produk-produk agroindustri halal (Gambar 1) yaitu kondisi permintaan produk saat ini dan yang akan datang, kompetisi internal dan struktur industri, adaptasi pasar terhadap rasa, pilihan, dan lainnya serta hambatan tarif dan non tarif di wilayah domestik maupun global.

(30)

konsumen merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan dan mempertahankan pasar produk agroindustri halal. Konsumen mengharapkan produk agroindustri halal bermutu tinggi dengan harga kompetitif. Pemenuhan terhadap kesesuaian keinginan konsumen perlu diutamakan, sehingga produsen maupun pelaku bisnis perlu memahami karakteristik permintaan terhadap produk halal.

Untuk menghindari kegagalan pasar, produsen maupun pelaku bisnis perlu mencermati keseluruhan rantai perdagangan, tidak saja hanya pada konsumen. Kegagalan pasar produk agroindustri yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh kegagalan memilih strategi pemasaran terbaik, kegagalan dalam pengarahan manajemen strategis, kegagalan dalam mengidentifikasi potensi secara tepat, kegagalan dalam berhubungan dengan petugas pemerintah yang tepat, serta kegagalan untuk mengerti perilaku pembelian pelanggan (Gumbira-Sa’id, 2008). Pada Gambar 2 diperlihatkan rantai audit, distribusi dan pemasaran produk agroindustri halal (khususnya untuk produk peternakan).

Industri Pakan

Jagung

Zat Tambahan Pakan Kedelai

Budidaya

Penumbuhan

Pemrosesan Primer

Pemrosesan Sekunder

Distribusi Pasar Tradisional

IMPOR 1. Beku 2. Pemrosesan

Lebih Lanjut Jasa Pangan

Pengecer Bahan Makanan

Ekspor

Pelanggan Akhir DIDORONG OLEH PERMINTAAN

TERPUSAT PADA

(31)

Halal-hub merupakan simpul-simpul kerjasama kegiatan dalam hal manajemen, produksi, sertifikasi dan konsultasi yang dilakukan oleh negara-negara yang memiliki kepentingan dalam pengembangan dan pemasaran produk halal. Dalam implementasinya, halal-hub mengarah pada aspek-aspek peraturan dan lembaga yang berwenang atas penanganan dan pengembangan produk halal.

halal-hub diselenggarakan atas peran dan persetujuan dari berbagai

organisasi atau badan-badan Islam di negara-negara bersangkutan, para produsen produk halal, pedagang, pembeli dan pihak lainnya yang secara global menyepakati aspek halal sebagai dasar pelaksanaannya. Tujuan utama dari halal-hub adalah menyediakan platform yang dapat dipercaya yang diharapkan mampu menjembatani rantai pasok produk halal global. Hal ini akan menjadi upaya yang sangat bermanfaat bagi setiap individu maupun organisasi yang memiliki pandangan jauh kedepan dalam mengembangkan bisnis halal secara global (Mariam, 2006).

1.3.Perkembangan Bisnis Halal Global

Di dunia terdapat beberapa negara yang memiliki keinginan untuk menjadi

halal-hub internasional yakni Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam bahkan

negara-negara non-Muslim seperti Inggris, Belanda dan Kanada. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar cenderung hanya menjadi pasar yang besar bagi produk-produk halal internasional, sehingga harus segera menyiapkan strategi untuk bersaing dengan negara-negara yang telah menjadikan

halal-hub sebagai strategi bersaing industrinya.

(32)

internasional yang diselenggarakan oleh berbagai negara. Hingga tahun 2009 produk halal telah dipromosikan dalam 48 pameran internasional di 49 negara dan melibatkan 1,838 pelaku usaha (daganghalal.com, 2009). Bahkan di dunia maya tingkat popularitas pencarian kata ”halal” semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa isu halal semakin mendunia. Gambar 3 berikut menerangkan beberapa kata yang berhubungan dangan halal yang menjadi terminologi yang paling dicari di dunia maya yang didasari oleh keingintahuan masyarakat akan bisnis halal.

(33)

Benua Populasi

Asia 4.184.149.728 27,44 1.148.173.347 69,38 Afrika 1.031.761.881 43,33 447.042.815 27,01 Eropa 734.602.633 6,74 49.545.462 2,99 Amerika 939.510.388 1,03 9.704.062 0,59

Oceania 35.799,477 1,33 475.708 0,03

Dunia 6.925.824,107 23,90 1.654.941.394 100 Tabel 2. Perkiraan Jumlah Penduduk Muslim Hingga Tahun 2075 (Kettani, 2010)

Tahun Total Penduduk

(Jiwa)

2000 6.150.471.087 1.397.526.691 22,72 2010 6.925.824.107 1.654.941.394 23,9 2020 7.798.921.234 1.959.770.095 25,13 2030 8.782.084.481 2.320.746.124 26,43 2040 9.889.189.225 2.748.211.429 27,7 2050 11.135.860.028 3.254.412.872 29,22 2075 14.984.127.319 4.966.253.886 33,14

Industri halal, terutama pasar pangan halal merupakan bisnis yang melibatkan 150 negara, mencakup 1,65 miliar populasi Muslim, setara dengan total konsumsi Muslim sebesar US$ 458 Miliar per tahun dan menghasilkan aktivitas perdagangan halal internasional sebesar USD 183 Miliar per tahun (Dahlan, 2009). Komunitas Muslim bukanlah satu-satunya yang mengkonsumsi produk halal tetapi telah merambah ke komunitas lain yang mengenal halal sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi. Pasar halal internasional tumbuh pesat dan berpotensi meraih dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia (HDC, 2009).

(34)

ini meningkat hingga lima sampai sepuluh tahun (Che-Man, 2009).

Dengan berkembang pesatnya populasi Muslim saat ini yang mencapai seperempat dari populasi dunia, menjadikan pasar halal mulai memiliki dampak yang signifikan di pasar global. Kekuatan pasar baru tersebut didorong oleh beberapa faktor berikut: Pertama, banyaknya negara-negara Muslim yang mencapai tahap perkembangan yang dapat mulai mempengaruhi pasar dunia, baik sebagai produsen maupun konsumen. Kedua, secara signifikan, barang-barang seperti daging halal dan layanan perbankan syariah semakin populer di kalangan non-Muslim, sehingga cepat memperluas dan meningkatkan pertumbuhan dalam sektor industri (Che-man, 2006)

Di wilayah Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand merupakan negara-negara yang sangat aktif dalam memanfaatkan peluang pasar halal global, sedangkan Indonesia meskipun populasi Muslim–nya terbanyak di dunia justru hanya berperan sebagai pasar, bukan sebagai produsen pangan halal global. ASEAN dipelopori Malaysia berkembang sebagai pusat produksi dan pemasaran produk halal global yang dilakukan dengan kerjasama antar negara ASEAN atau dikenal sebagai ASEAN Halal-Hub. Di lain pihak, negara-negara non muslim yang sangat kuat sektor peternakannya seperti

(35)

dunia untuk produk daging, unggas serta produk peternakan lain dan turunannya dikarenakan telah sadar sepenuhnya akan potensi pasar produk halal yang ada (Gumbira-Sa’id, 2008).

Di wilayah ASEAN, Malaysia adalah negara yang paling serius untuk memposisikan diri menjadi Halal-Hub di kawasan Asia dan pelopor dalam globalisasi sertifikasi halal. Malaysia menjadi negara pertama yang memiliki badan pengelola industi halal dan cetak biru yang memberikan tujuan jelas dan pedoman dalam industri halal-nya. Saat ini, Malaysia tengah mempersiapkan tahap pembuatan cetak biru pengembangan industri halal. Pemerintah Malaysia aktif memberikan insentif, skema atau hibah serta fasilitas lain yang didedikasikan untuk mengembangkan industri halal (Che-man, 2006).

Di lain pihak, Thailand yang menjadi salah satu produsen pangan utama di wilayah Asia, mendirikan industri pangan halal di wilayah mayoritas muslim provinsi Pattani dan melakukan negosiasi dengan hipermarket Carrefour untuk memasok pangan halal di berbagai cabangnya di wilayah Asia Tenggara (Musalmah, 2009). Negara Asia lainnya adalah Taiwan yang mengembangkan produk halalnya bekerja sama dengan Malaysia dalam hal sertifikasi pangan halal dan berencana meningkatkan ekspor pangan halalnya untuk tujuan negara-negara Timur Tengah. Saat ini juga Republik Rakyat China secara agresif mengambil peluang pasar produk halal, termasuk Indonesia yang dijadikan sebagai pasar utama produk halalnya.

Pasar produk halal Indonesia adalah salah satu tujuan pasar bagi beragam produsen pangan halal impor produsen global, khususnya di hypermarket dan

supermarket besar, antara lain meliputi produk pangan fungsional, produk pangan

(36)

Dipasarkan Secara Global (Gumbira-Sa’id, 2008)

Produk Halal Global

Daging Buah-Buahan Olahan Coklat Makanan Beku Hewan Laut Olahan Makanan Kaleng Permen Makanan Ringan

Pasta dan Mi Saus Kue Sereal

Seasoning Bumbu Biskuit Minuman

Perkembangan global diatas menjadi tantangan bagi produk agroindustri halal Indonesia untuk mengisi potensi pasar halal global secara optimal. Oleh karena itu selayaknya Indonesia mampu mengisi potensi pasar yang sangat besar tersebut dengan modal utama berupa sumber daya alam yang mendukung sekaligus sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.

1.4.Perumusan Permasalahan

Perkembangan produk halal di dunia menjadi suatu trend bisnis yang berkembang dengan pesat. Negara-negara yang maju agroindustri halal-nya diantaranya adalah Malaysia, Brunei Darussalam dan negara-negara lain yang populasi muslim-nya merupakan penduduk minoritas seperti Thailand, Filipina dan Perancis. Negara-negara tersebut mengedepankan produk halalnya sebagai produk yang dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan suatu pertanyaan mengenai bagaimana strategi pengembangan produk halal yang perlu dilakukan Indonesia agar tidak hanya dijadikan sebagai target pasar produk halal terbesar.

(37)

yang akan dialami dunia usaha Indonesia, khususnya bagi kalangan industri makanan. Setiap produk Indonesia yang hendak dipasarkan ke luar negeri, terutama ke negara-negara Islam, harus dilegalisasi halal dahulu di Malaysia sebelum dapat dipasarkan ke pasar internasional. Selama ini, indikasi Malaysia membatasi ruang gerak Industri halal, khususnya makanan halal nasional sudah terasa. Misalnya, dengan menciptakan prosedur yang sulit bagi produk Indonesia untuk masuk ke Malaysia serta membatasi jumlahnya. Malaysia juga selalu berusaha mendapatkan berbagai produk dari pelaku usaha pangan Indonesia untuk diduplikasi, walaupun pola tersebut tidak menyimpang dari ketentuan bisnis, karena modusnya adalah kerja sama (Wiliasih, 2008).

Selain negara-negara ASEAN, produk halal ternyata juga mampu menarik minat negara-negara maju yang mayoritas penduduknya non muslim untuk memberikan labelisasi halal pada produknya, hal ini karena halal dinilai sebagai patok duga tertinggi dalam hal standar mutu. Banyak rakyat negara maju yang produk makanan dan jasanya sudah mendapatkan label halal (Dahlan, 2009).

Perkembangan pasar halal global yang tumbuh pesat, didasari dengan potensi pasar, sumber daya yang dimiliki Indonesia dan pergerakan negara-negara lain menjadi latar belakang perlunya untuk segera melakukan perencanaan strategi untuk mengantisipasi perkembangan industri halal dunia. Indonesia, dengan segala potensi yang ada perlu dengan segera berkonsolidasi untuk memberdayakan segenap stakeholder yang terlibat dalam pengembangan agroindustri halal nasional, yakni pengekspor, pengecer, penyedia input produksi, produsen label, perusahaan transportasi, perusahaan logistik pendukung, jasa manajemen, jasa konsultansi, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga pemasaran dan promosi perdagangan, institusi pemerintah serta institusi bisnis pada umumnya.

(38)

penelitian dan pengembangan serta sertifikasi halal.

Konsolidasi dari berbagai pihak yang terkait diperlukan untuk merumuskan kebijakan yang tepat sebagai tindakan antisipatif dan strategis dalam pengembangan produk agroindustri halal nasional. Perubahan pola pikir dilakukan untuk mendorong potensi bisnis dan perdagangan produk halal sehingga memberikan manfaat baik secara sosial maupun ekonomis bagi banyak orang. Hal ini dilakukan dengan tujuan menjadikan Indonesia bukan hanya sekedar pasar terbesar, namun juga pelaku utama produsen produk halal di dunia.

1.5.Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis Halal Global ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan deskripsi kondisi terkini dari perkembangan bisnis dan

2. Menghasilkan analisis situasional dan kemampuan daya saing agroindustri halal Indonesia.

agroindustri halal ASEAN.

3. Menyusun strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam mengembangkan produk halal yang dapat bersaing di tingkat internasional, khususnya di ASEAN.

1.6.Manfaat Penelitian

(39)

menekankan pentingnya menciptakan kesesuaian kebijakan pemerintah yang dijalankan dengan orientasi strategis pengembangan agroindustri halal.

1.7. Kebaruan Penelitian

Strategi pengembangan agroindustri halal yang dihasilkan ditujukan agar dapat melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya produk-produk halal asing, serta meningkatkan peran penting Indonesia dalam perdagangan produk agroindustri halal internasional.

Penelitian strategi pengembangan produk agroindustri halal dalam mengantisipasi bisnis halal global ditekankan pada pengembangan potensi dan daya saing Indonesia. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang didukung oleh potensi pemanfaatan sumber daya alam yang tinggi, untuk dikembangkan menjadi salah satu pelaku bisnis dan agroindustri halal global. Meskipun saat ini banyak pelaku dalam negeri yang berkomitmen memajukan industri halal, namun belum ada strategi dan kebijakan khusus untuk meningkatkan peranan, komitmen pengembangan dan pengawasan yang jelas dan berkelanjutan terhadap agroindustri halal.

(40)

Penelitian ini dilakukan untuk merancang strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia menggunakan metoda analitik deskriptif, pengamatan langsung pada pameran MIHAS, survey, wawancara dan Focus Group Discusion,

analisis SWOT Kuantitatif, dan analisis SWOT-AHP. Namun karena luasnya cakupan agroindustri halal Indonesia maka dalam penelitian ini ditentukan batasan permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini.

(41)
(42)

2.1. Agroindustri

Agroindustri adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun produk akhir (finish product), termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri bio-energi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata (Arifin, 2004). Di lain pihak, kegiatan agribisnis memiliki arti penting bagi pengembangan agroindustri yakni kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas (yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian). Esensi utama dari suatu sistem agribisnis sebagai keterkaitan seluruh komponen dan subsistem agribinis yang terdiri atas (1) Sub Sistem Agribisnis Hulu, (2) Sub Sistem Pengolahan Usaha Tani, (3) Sub Sistem Pengolahan, (4) Sub Sistem Pemasaran serta (5) Sub Sistem Penunjang. Dengan elemen-elemen tersebut bukan hal mudah untuk dapat memutuskan suatu strategi pengembangan yang terintegrasi, apalagi dengan fakor eksternal yang sukar untuk dikendalikan (Gumbira-Sa’id dan Intan, 2004).

(43)

selanjutnya akan menentukan sub-sektor agribisnis hulu.

Paling sedikit terdapat lima alasan utama agroindustri penting untuk menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di masa depan yakni sebagai berikut (Kementrian Pertanian, 2004):

a) Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan memperkuat daya saing produk agribisnis.

b) Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian nasional secara keseluruhan.

c) Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and

backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor

lainnya.

d) Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat diperbaharui sehingga terjamin keberlanjutannya;

e) Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.

Permasalahan yang dihadapi di bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian yang sekaligus merupakan isu pokok dalam pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian adalah sebagai berikut (Deptan, 2004) :

a) Rendahnya daya saing produk pertanian, yang disebabkan oleh rendahnya mutu dan tampilan produk; rendahnya tingkat efisiensi produksi dan pemasaran; rendahnya akses pelaku usaha terhadap informasi; lemahnya budaya pemasaran dan kewirausahaan pelaku; serta minimnya sarana dan prasarana pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian.

(44)

minat para calon investor baik dari kalangan dalam negeri maupun luar negeri. c) Rendahnya tingkat keberlanjutan usaha-usaha pengolahan dan pemasaran hasil pertanian yang disebabkan oleh kecilnya skala usaha (tidak mencapai skala ekonomi); pengembangan subsistem produksi yang tidak terkoordinasi dengan subsistem pengolahan dan pemasaran; produksi belum berorientasi pasar; pemanfaatan teknologi yang kurang ramah lingkungan dan belum adanya sistem insentif penerapan teknologi ramah lingkungan; ketergantungan kepada komponen impor untuk bahan baku maupun bahan penolong; perubahan tata ruang wilayah; kurang profesionalnya sumberdaya manusia; serta masih lemahnya kemitraan dan kelembagaan usaha.

d) Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian selama ini masih belum mengakomodasi serta belum mendapat dukungan dan partisipasi penuh dari masyarakat dan pemerintah daerah. Berbagai permasalahan perencanaan lebih bersifat “top down” dan kebijakan pembangunan industri nasional kurang memperhatikan atau tidak berbasis pada sumberdaya domestik.

e) Belum adanya kebijakan yang mengendalikan ekspor bahan mentah untuk melindungi dan merangsang berkembangnya agroindustri di dalam negeri, serta masih kuatnya budaya di masyarakat petani dan pengusaha untuk menghasilkan produk primer saja. Disamping belum adanya kebijakan yang mengendalikan ekspor bahan mentah, sehingga melindungi dan merangsang berkembangnya ekspor produk olahan.

f) Mutu produk olahan khususnya usaha pengolahan berskala rumah tangga dan usaha kecil masih belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan pasar, khususnya untuk memenuhi pasar internasional.

g) Sarana dan prasarana yang belum memadai, seperti belum berkembangnya

workshop yang dapat mengembangkan alat-alat pengolahan, serta masih

rendahnya penguasaan terhadap teknologi pengolahan untuk meningkatkan diversifikasi produk dan pemanfaatan hasil ikutan.

(45)

membanjirnya hasil pertanian dan hasil pengolahan pertanian impor yang membanjiri pasar Indonesia. Berdasarkan data BPS (September 2010), nilai impor Indonesia selama Januari– Juli 2010 mencapai USD 75,56 miliar yang terdiri atas non migas mencapai USD 60,33 miliar (79,84 persen) dan impor migas mencapai USD15,23 miliar (20,16 persen). Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar ke Indonesia ditempati oleh China, diikuti Jepang dan Singapura. Komposisi impor yang diperinci menurut golongan penggunaan barang adalah: barang konsumsi (7,40 persen), bahan baku penolong (72,90 persen), dan barang modal (19,70 persen).

Tingginya komposisi impor bahan baku penolong dan barang modal menunjukkan bahwa Indonesia harus segera mengurangi impor dengan membangun investasi di dalam negeri. Melakukan impor di mana bahan dasar tidak tersedia di dalam negeri adalah suatu keharusan, tetapi melakukan impor saat bahan dasarnya melimpah menunjukkan bahwa Indonesia belum mampu mentrasnformasikan kekayaan sumber daya alamnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat produksi masih kurang untuk dapat memenuhi kebutuhan didalam negeri. Salah satu penyebab agroindustri di Indonesia tidak berkembang adalah basis produksinya lemah dan kebijakan pemerintah tidak mendukung terjadinya sinergi yang unggul antara keterkaitan saling menguntungkan antara sektor pertanian dan agroindustrinya.

Kondisi di atas terjadi karena strategi pengembangan agroindustri nasional belum terintegrasi. Dalam kebijakan pengembangan sektor pertanian dan agroindustri, orientasi lebih ditujukan kepada pemenuhan komoditas tanpa pertimbangan ekonomis yang diimbangi dengan perbaikan mutu, peningkatan produktivitas, serta minimnya upaya penambahan nilai tambah pada komoditas pertanian.

(46)

suatu sistem industri seperti sektor pasar, sektor ekonomi, sektor tenaga kerja dan sektor produksi selalu berubah dari waktu ke waktu.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa perlu adanya suatu perangkat perancangan kebijakan yang mampu diimplementasikan sebagai alat bantu untuk mencapai pengembangan interaksi agroindustri dengan sektor pertanian di dalam negeri secara terintegrasi. Terlebih lagi penggunaan teknologi maju, dampak dari pelaksanaan otonomi daerah dan keseimbangan perkembangan antar daerah, yang dapat memperkuat sektor pertanian menjadi isu yang sangat penting, dan dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan yang tepat antara sektor pertanian dan sektor agroindustri Indonesia.

Pada kondisi saat ini, kebijakan dan strategi yang diterapkan pada industri-industri tersebut tidak terlalu responsif, terutama dengan keadaan keuangan dan krisis ekonomi dan relatif seringnya perubahan kebijakan sejak tahun 1998 yang tidak dapat diprediksi dan tidak stabil. Kebijakan-kebijakan tersebut perlu direstruksturisasi dan distabilisasi agar industri domestik mampu turut berkembang dalam kompetisi internasional baik secara lokal ataupun di pasar dunia. Hal ini termasuk kebijakan dalam hal-hal berikut (Arifin, 2004):

a) Melancarkan dan memberikan transparansi dalam bidang investasi;

b) Meningkatkan penggunaan dan pengadopsian inovasi dan teknologi agroindustri yang modern melalui peningkatan penelitian dan pengembangan dan pelatihan jasa-jasa pendukung lainnya;

c) Menguatkan usaha pengembangan institusional dan kapasitas teknik dan manajemennya;

(47)

Islam merupakan agama dengan jumlah pemeluk kedua terbesar di dunia setelah agama Kristen dan memiliki tingkat pertumbuhan yang sangat tinggi. Pada tahun 2025, 30% penduduk dunia diperkirakan akan merupakan penduduk muslim

mencapai 23,90 persen dari total penduduk dunia. Rasio penduduk muslim di dunia diperlihatkan pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Perkiraan Jumlah Populasi Muslim Dunia Tahun 2010 (Kettani, 2010)

Benua

Total Populasi Dunia (Jiwa)

Presentase Penduduk Muslim

(%)

Jumlah Penduduk Muslim (Jiwa)

Rasio Muslim

(%)

Asia 4.184.149.728 27,44 1.148,173.347 69,38 Afrika 1.031.761.881 43,33 447.042.815 27,01 Eropa 734.602.633 6,74 49.545.462 2,99 Amerika 939.510.388 1,03 9.704.062 0,59

Oceania 35.799.477 1,33 475.708 0,03

Dunia 6.925.824.107 23,90 1.654.941.394 100

(48)

Gambar 4. Sebaran Penduduk Muslim Dunia

Akibat peningkatan jumlah penduduk Muslim dunia, beragam faktor berkembang menjadi pendorong bisnis pangan halal dunia, seperti yang dijelaskan sebagai berikut (Sulaiman, 2007):

a) Kepedulian pada konsumsi produk halal di kalangan masyarakat muslim meningkat.

b) Daya beli masyarakat muslim meningkat seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat muslim di banyak negara muslim dunia.

c) Terdapat peningkatan kebutuhan konsumsi pangan yang aman dan bermutu tinggi pada masyarakat muslim maupun seluruh masyarakat dunia pada umumnya.

d) Produk halal ternyata tidak hanya diterima oleh komunitas muslim global saja, namun juga oleh kalangan non-muslim secara global.

e) Terminologi halal dianggap sebagai tanda mutu yang tinggi terhadap jaminan keamanan dan kesehatan pangan.

f) Jaminan halal meningkatkan kepercayaan terhadap produk.

(49)

volume dan nilai perdagangan produk halal global.

i) Terdapat peningkatan kebutuhan untuk keragaman dan diferensiasi produk yang tinggi pada pasar yang terdiferensiasi.

j) Terjadi peningkatan potensi pasar pada produk bermerek yang bermutu dan bernilai tambah tinggi.

2.3. Tren Permintaan Produk Agroindustri Halal Global

Seiring dengan meningkatnya permintaan produk halal secara global, sistem perdagangan bebas Internasional telah mengakomodasi halal dalam Codex

Alimentarius Commission (Codex), serta mendapat dukungan penuh

organisasi-organsasi internasional berpengaruh seperti World Health Organization (WTO),

Food and Agriculture Organization (

1) The International Organisation for Standardizations (ISO). Secara jelas dalam

aturannya, ISO tidak akan mengatur perkara yang berdasarkan aturan agama. Dengan demikian halal tidak akan diatur dalam ISO.

FAO), dan World Trade Organization

(WTO). Berikut lembaga-lembaga yang sering dikaitkan dengan isu standarisasi dan sertifikasi halal internasional:

2) Codex Alimentarius Commission (Codex); Memiliki panduan umum mengenai

penggunaan terminologi halal. Di dalam Codex, diakui adanya beberapa perbedaan pendapat mengenai hewan yang dikategorikan halal dan dalam hal proses pemotongan hewan berdasarkan mazhab yang ada. Untuk hal yang demikian maka intepretasi yang tepatnya diserahkan pada pihak yang berwenang pada negara pengekspor.

3) The World halal Council adalah asosiasi dari badan-badan sertifikasi halal

dunia yang didominasi oleh negara pengekspor makanan dan negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI).

4)

(50)

dan lokal menjadi instrumen penting untuk memperkuat daya saing produk domestik negara-negara produsen agar dapat memasuki pasar internasional, terutama untuk dapat masuk ke negara-negara dengan penduduk Muslim yang besar, terutama Indonesia.

2.4. Strategi dan Perencanaan Startegi

2.4.1. Pengembangan Strategi

Menurut Wheelen dan Hunger (1996), lingkungan ekternal terdiri atas dua bagian, yaitu lingkungan sosial dan lingkungan kerja. Lingkungan sosial merupakan kekuatan umum yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas-aktivitas organisasi jangka pendek tetapi dapat dan sering kali dapat mempengaruhi keputusan jangka panjang, yaitu kekuatan ekonomi, kekuatan Menerapkan teori dan konsep dari kekuatan daya saing, struktur, dan strategi yang matang, dalam penelitian ini diusulkan konsep strategi antisipasi perkembangan bisnis halal global agar kebijakan agroindustri produk halal berorientasi pada aspek strategi rantai pasokan, struktur perusahaan, dan integrasi sistem jaminan halal akan menyasar pada perusahaan produsen halal, dan dalam upaya untuk posisi Indonesia agar mampu bersaing dalam bisnis halal global.

Proses manajemen strategi yang dikembangkan meliputi empat elemen dasar, yaitu (1) pengamatan lingkungan (eksternal dan internal), (2) perumusan strategi, (3) implementasi strategi, (3) implementasi strategi, (4) evaluasi dan pengendalian (Weelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997). Variabel lingkungan eksternal terdiri atas lingkungan sosial dan lingkungan tugas, sedangkan variabel lingkungan internal terdiri atas struktur, budaya dan sumberdaya perusahaan. Kedua variabel tersebut memiliki hubungan dengan strategi perusahaan dalam meningkatkan kinerjanya.

(51)

politik dan sosio-kultural merupakan kekuatan yang bersifat sensitif sehingga tidak termasuk dalam kapasitas pengkajian penelitian.

Lingkungan kerja meliputi elemen-elemen atau kelompok-kelompok yang berpengaruh kepada perusahaan dan pada gilirannya akan dipengaruhi oleh pemerintah, komunitas lokal, pemasok, pesaing, pelanggan, kreditur, tenaga kerja, serikat buruh, kelompok kepentingan khusus, dan asosiasi perdagangan. Variabel-variabel dari lingkungan internal meliputi struktur budaya, dan sumberdaya organisasi. Struktur adalah cara bagaimana sumber daya diorganisasikan berkenaan dengan dengan komunikasi, wewenang, dan arus kerja. Budaya adalah pola keyakinan, pengharapan dan nilai-nilai yang dibagikan oleh anggota organisasi. Sumberdaya adalah aset yang merupakan bahan baku bagi produksi barang dan jasa organisasi, meliputi keahlian, kemampuan dan bakat manajerial.

Pada tahap perencanaan strategi akan dijabarkan strategi pilihan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi ke dalam sasaran-sasaran strategis, dengan disasarkan pada hasil pengamatan terhadap lingkungan eksternal maupun internal, karena perumusan strategi yang dimulai dengan analisis lingkungan tidak dapat dipisahkan dari proses perencanaan preategi perusahaan atau pada unit bisnis (Wheelen dan Hunger, 1996; Jauch dan Glueck, 1997)

(52)

dilakukan dengan menggunakan prisip manajemen strategi berbasis sumber daya. Penjaminan terhadap pencapaian kinerja yang baik membutuhkan suatu proses evaluasi kinerja. Menurut Kaplan dan Norton (1996) evaluasi terhadap kinerja dapat diawali dengan melakukan pengukuran kinerja yang didasarkan pada empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan pembelajaran. Tahapan selanjutnya dari proses evaluasi kinerja adalah tahap perbaikan (improvement). Menurut Cohen (1995) dan Dale (1995), untuk memastikan bahwa kebutuhan dan keinginan stakeholder dapat terpenuhi dalam proses perbaikan kinerja, maka dibutuhkan proses perbaikan yang berfokus pada stakeholder dan bermula dari suara stakeholder tersebut. Berdasarkan uraian terdahulu, kesesuaian antara lingkungan dan rencana strategik akan berpengaruh terhadap perspektif kinerja perusahaan dan proses pengukuran serta perbaikan yang tepat diharapkan dapat menjadi dasar evaluasi kinerja yang optimum.

2.4.2. Strategi dan Kebijakan

Strategi menurut Norton (2004), secara sederhana berarti rencana atau kegiatan yang dilakukan dalam upaya membantu organisasi mencapai tujuan dan sasaran yang disebut sebagai intended strategy. Strategi yang berkaitan dengan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran yang diinginkan, disebut sebagai realized strategy. Strategi pengembangan produk agroindustri halal, dimaksudkan sebagai kegiatan untuk memperoleh pola atau formula dan tahapan pelaksanaan untuk pengembangan agroindustri halal.

(53)

penelitian dan argumentasi untuk menghasilkan dan mentransformasikan informasi yang terkait dengan kebijakan yang dapat digunakan dalam suatu lingkungan politik untuk menyelesaikan masalah kebijakan (Weimer, 1989). Di lain pihak menurut Pal (1997) kebijakan adalah serangkaian tindakan (action) atau diamnya (inaction) otoritas publik (pemerintah) untuk memecahkan masalah.

Menurut Lowi (1972) semua jenis kebijakan dapat diartikan sebagai pemaksaan yang dilakukan dengan hati-hati, oleh karena kebijakan tersebut melibatkan perumusan maksud (purpose), sarana (means), pelaku dan objek pemaksaan. Salah satu yang paling menarik tentang kebijakan adalah bagaimana kebijakan tersebut dibuat atau dirumuskan. Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dalam kebijakan adalah menganalisa dan menyajikan alternatif yang tersedia, melalui sintesa riset dan teori-teori yang ada, dalam menyelesaikan masalah publik.

Strategi dan kebijakan tersebut merupakan bagian dari kebijakan industri dan kebijakan ekonomi karena secara langsung kegiatan agroindustri halal akan meningkatkan nilai tambah produk pertanian, sedangkan kebijakan industri dan ekonomi adalah bagian dari kebijakan. Pengembangan kebijakan pada dasarnya harus berkaitan dengan perkembangan manusia (human development), dengan tujuan yang spesifik terutama pada bidang pertanian publik berkaitan dengan “apa” yang harus dikerjakan oleh pemerintah. Menurut Norton (2004) kebijakan adalah suatu daftar tujuan (cita-cita) yang memiliki urutan prioritas dan pernyataan umum tentang maksud dan tujuan.

2.4.3. Manajemen Strategi dalam Peningkatan Kinerja

(54)

pengendalian sebuah strategi bisnis (Ward, 1996).

Tujuan utama dari manajemen strategi adalah untuk mengidentifikasi mengapa dalam persaingan beberapa perusahaan dapat berlangsung sukses, sedangkan sebagian lainnya mengalami kegagalan. Komponen utama proses manajemen strategi menutur Yuwono et al. (2004), meliputi hal-hal berikut:

a) Misi dan tujuan utama organisasi

b) Analisis lingkungan internal dan eksternak organisasi

c) Pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan perusahaan dengan peluang dan ancaman eksternal.

d) Pengadopsian struktur organisasi dan sistem pengendalian untuk mengimplementasikan strategi organisasi yang dipilih.

Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat enam hambatan dalam mengimplementasikan strategi, yaitu (1) hambatan visi (2) hambatan sumber daya manusia, (3) hambatan operasi, dan (4) hambatan pembelajaran. Masing-masing hambatan tersebut dapat ditanggulangi dengan penerapan komponen-komponen manajemen strategi, yaitu memformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi, mengkomunikasikan dan menghubungkan tujuan-tujuan dan tolok ukur strategi, menyusun dan melaksanakan target-target serta menyelaraskan insiatif-inisiatif strategis, dan mempertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis.

Gambar

Tabel  1.  Jumlah Penduduk Muslim Dunia Tahun 2010 (Kettani, 2010)
Gambar 4. Sebaran Penduduk Muslim Dunia (World Factbook, 2009)
Gambar 6.  Proses Manajemen Strategi (Wheelen dan Hunger, 1992)
Gambar 7 berikut:
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil evaluasi menggunakan analisis SWOT ke Sembilan elemen blok bangunan pada Business Model Canvas mengenai kekuatan dan kelemahan, peluang, serta ancaman yang

dalam melakukan ekspansi ke pasar global, (2) Mengetahui strategi yang terapkan oleh PT Semen Indonesia (Persero) Tbk.dalam melakukan ekspansi ke pasar global, (3)

berada pada Kuadran III yang artinya kelapa dalam meskipun memiliki kelemahan namun masih memiliki peluang yang cukup besar untuk dikembangkan.Salah satu caranya dengan