DALAM MENGANTISIPASI BISNIS HALAL GLOBAL
DWI PURNOMO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Strategi
Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis Halal Global”
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
disertasi ini.
Bogor, Oktober 2011
Dwi Purnomo
DWI PURNOMO. Halal Agro-industry Development Strategy In Anticipating Global halal Business. Under Supervision of E. GUMBIRA SA'ID, ANAS
M. FAUZI, KHASWAR SYAMSU, and MUHAMMAD TASRIF.
The increasing trend of the world halal products and Muslim population had reached 1.8 billion of 6.5 billion people showed an enormous potential business. It was estimated that 12% or USD 347-500 billion of the global food and agricultural products trading per year was halal products. This study aimed to assess halal agro-industrial development strategy by using a combination of observations, direct comparisons method, SWOT analysis (strength, weakness, opportunity, threats) and AHP (Analytic Hierarchy Process) to increase Indonesian competitiveness on global halal business and products. The review began with the identification of global halal agro-industry and its business trend development as by observing and identifying five groups of halal products in Malaysia International halal Showcase (MIHAS) in 2009-2011 period. Accordingly, halal agro-industry development external and internal criteria were identified using SWOT analysis to be compared among six ASEAN countries to determine ASEAN halal agro-industry competitiveness position. Finally, Indonesian halal agro-industry strategy alternatives were formulated under SWOT-AHP method. Data was collected by conducting focus group discussions, depth interviews, questioners which were involving 34 respondents in total consisted of experts, policy makers, industrialists, international customers, associations and academicians. The results showed that the developments of Indonesian halal halal were potentially strategic. Indonesian halal agro-industry premised in a strategic position, but it was situated in the fifth position among other six ASEAN countries. The development of Indonesian halal agro-industry was formulated to protect halal domestic market and gradually to increase its national competitiveness to become a global halal business excellence. The strategies chosen were developing halal compatible logistics infrastructure, improving legislation and long-term development plans, increasing coordination among the policies and interests, developing advocacy on trading and networking skills, increasing the competitiveness of the domestic halal products, increasing the halal agro-industry research and development mastery, increasing public awareness and the creation of the halal industry champions. The results of this study expected to be used as a reference for various stakeholders for strategic decision making to increase Indonesian halal agro-industry competitiveness.
DWI PURNOMO. Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis halal Global. Dibimbing oleh E. GUMBIRA SA’ID, ANAS M. FAUZI, KHASWAR SYAMSU, dan MUHAMMAD TASRIF.
Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar dunia dengan pasar halal terbesar di dunia (Karim, 2010), selain hal tersebut Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan maritim yang menjadi potensi perkeonomian yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi kegiatan bernilai tambah. Salah satunya adalah dengan pembangunan agroindustri yang berkelanjutan. Agroindustri yang memiliki tren meningkat di tingkat internasional adalah agrondustri halal. Produk-produk halal memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata tujuh persen per tahun (Sungkar, 2009) serta tumbuhnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk-produk halal dan meningkatjnya jumlah penduduk muslim yang mencapai 1,8 milliar jiwa dari 5,5 milliar jiwa penduduk dunia (Kettani, 2009).
Dengan perkembangan di atas, produsen dan pelaku bisnis halal telah memiliki rencana ekspansi pasar secara internasional, termasuk untuk ekspansi pasar produk halal Indonesia. Sedangkan Indonesia yang memiliki visi pengembangan agroindustri halal hanya melingkupi perlindungan konsumen muslim dalam negeri serta. Untuk jangka panjang, Indonesia terancam menjadi tujuan pasar halal terbesar di dunia, bukan sebagai pelaku dan produsen produk halal utama dunia, hal ini dikarenakan Indonesia tidak memiliki langkah strategis untuk meningkatkan daya sainggnya untuk dapat bersaing di tingkat internasional.
Industri halal merupakan bisnis yang melibatkan 122 negara, setara dengan nilai bisnis senilai US$ 500 Miliar dan dalam hal ini, komunitas Muslim bukanlah satu-satunya yang mengkonsumsi produk halal tetapi merambah ke komunitas lain yang mengenal halal sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi. Pasar halal internasional tumbuh pesat dan berpotensi mencapai dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia (HDC, 2009).
Tujuan penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Mengantisipasi Bisnis halal Global ini adalah untuk menghasilkan deskripsi kondisi terkini perkembangan
Penelitian ini dibagi menjadi tiga sub kajian utama, yaitu 1) kajian untuk menentukan posisi daya saing agroindustri halal dengan menggunakan analisis SWOT kuantitatif serta dengan metoda pengamatan langsung yang menganalisa tren perkembangan agroindustri halal internasional pada eksibisi halal internasional MIHAS tahun 2009 hingga 2011 di Malaysia, 2) kajian faktor intrisnik produk dan ekstrinsik kelembagaan agroindustri halal pada enam negara ASEAN dan 3) kajian dengan menentukan prioritas strategi yang dilakukan dalam pengembangan agroindustri dengan metode analisis SWOT-AHP.
agroindustri halal Indonesia, menghasilkan analisis situasional dan menyusun strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia yang dapat bersaing di tingkat internasional, khususnya di ASEAN.
penduduk muslim (Che-Man, 2009). Dari segi produk,produk-produk bersertifikat halal yang telah dikembangkan secara global antara lain daging, buah-buahan, coklat, makanan beku, hewan laut, makanan kaleng, permen, makanan ringan, pasta dan mi, saus, kue, sereal, seasoning, bumbu, biskuit dan minuman (Gumbira-Sa’id, 2008). Selain itu, para pelaku bisnis global seperti Nestle, KFC, Mc Donald’s, Coca Cola, Pizza Hut dan lain-lain juga sudah terlibat dalam bisnis global (Kassim, 2010).
Pengamatan langsung yang dilakukan pada Malaysia International halal Showcase (MIHAS) periode tahun 2009 sampai dengan 2010 yang mem
Posisi daya saing Indonesia dalam agroindustri halal ditentukan dengan metode analisis SWOT-Kuantitatif dengan membandingkan enam negara ASEAN yang mengembangkan agroindustri halal. Faktor internal terdiri dari sumber daya alam sebagai sumber bahan baku, kemampuan lembaga sertifikasi, sistem sertifikasi halal, tingkat keyakinan kehalalan produk-produk halal (level of trust), jumlah pelaku industri halal, advokasi internasional dan lokal, sarana dan prasarana riset dan teknologi, infrastruktur logistik dan jejaring kelembagaan. Untuk faktor eksternal terdiri dari peluang kebijakan dan komitmen pemerintah, tingkat kesadaran masyarakat dan industri, tingkat inovasi dan daya saing produk, nilai tambah dan dampak ekonomi, besarnya potensi pasar produk-produk halal, pengaruh pasar bebas, tingkat penerimaan lembaga internasional atas standar yang dikembangkan, dinamika global dan makroekonomi dunia serta sistem sertifikasi halal asing.
perlihatkan kekuatan bisnis halal dari negara-negara internasional dan melibatkan 81 negara. Fenomena yang terjadi pada pameran bisnis halal MIHAS yang berlangsung dari tahun 2007 hingga tahun 2011 menujukkan bahwa bisnis halal semakin membesar. MIHAS telah memberikan efek bola salju secara internasional dengan nilai bisnis halal yang semakin membesar. Konsumen juga semakin terbuka menerima produk halal sebagai produk global.
Lima negara ASEAN memiliki posisi daya saing yang strategis dimana terletak di kuadran S-O (kekuatan-peluang). Pada kuadran S-O strategi pengembangan agroindustri akan cenderung atau lebih mengutamakan pemanfaatan potensi internal yang berupa kekuatan untuk meraih peluang-peluang eksternal yang luas sehingga strategi akan bersifat agresif. Satu negara yang berada pada kuadran (S-W) hanya ditempati oleh Filipina yang jauh tertinggal dibandingkan dengan lima negara ASEAN lainnya dalam pengembangan agroindustri halal. meskipun Indonesia berada pada kuadran S-O (kekuatan-peluang) bersama dengan lima negara yang lain, namun terlihat bahwa posisi Indonesia masih tertinggal. Malaysia dan Thailand. Malaysia menjadi negara dengan posisi daya saing yang paling tinggi, sedangkan Indonesia memiliki posisi daya saing yang relatif dekat dengan Brunei
Darussalam dan Singapura. Analisis SWOT-kuantitatif menghasilkan delapan
alternatif kelompok strategi dengan nilai tertinggi yang diyakini mampu memberikan dampak yang luas pada faktor-faktor lain yang dibutuhkan dalam pengembangan agroindustri halal Indonesia.
kosmetik dan obat-obatan. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa, Malaysia dan Thailand memiliki tingkat kematangan faktor intrinsik produk yang jauh lebih maju. Indonesia berada pada posisi yang cukup baik dalam penguasaan fakor-faktor intrinsik produk dengan skor rata-rata di atas tiga. Indonesia cukup unggul dalam hal harga, rasa, variasi produk dan level of trust. Dalam hal mutu, penampilan produk dan cara penyajian, Indonesia perlu memberikan perhatian lebih dalam agar mampu ditingkatkan atau menyamai kekuatan produk-produk halal kompetitor dari negara lain.
Faktor-faktor ekstrinsik kelembagaan yang dikembangkan dari kriteria yang dihasilkan pada analisis SWOT-kuantitatif terdahulu terdiri dari 1) Kebijakan dan komitmen pemerintah, 2) Tingkat kesadaran masyarakat dan industri, 3) Advokasi internasional dan lokal, 4) Tingkat inovasi dan daya saing produk, 5) Kemampuan lembaga sertifikasi, 6) Riset dan penguasaan teknologi, 7) Ketersediaan bahan baku, 8) Potensi pasar, 9) Jejaring kelembagaan, 10) Infrastruktur logistik, 11) Sistem sertifikasi halal, dan 12) Kekuatan dan jumlah pelaku industri halal. Hasil perbandingan hasil analisis kekuatan, kelemahan, potesi dan ancaman secara keseluruhan menunjukkan bahwa, Malaysia dan Thailand menjadi negara yang memiliki kelengkapan faktor ekstrinsik kelembagaan yang jauh lebih maju dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Perumusan strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia, lebih lanjut menggunakan metode AHP. Agroindustri halal Indonesia memiliki beberapa faktor yang kondisinya mendekati ideal seperti potensi pasar yang besar, kemampuan lembaga sertifikasi, ketersediaan bahan baku dan sistem sertifikasi yang paling unggul di dunia, sedangkan faktor infrastruktur menjadi faktor dengan kondisi eksiting terburuk dan tingkat urgensi yang paling tinggi. Faktor lain yang perlu segera diatasi adalah kemampuan riset atau penelitian dan pengembangan, tingkat inovasi, kemampuan advokasi, serta komitmen pemerintah yang rendah. Hasil yang diperoleh dari penentuan prioritas strategi dalam pengembangan agroindustri halal, adalah 1) Pembangunan infrastruktur logistik yang kompatibel dengan konsep halal, 2) Perbaikan perundang-undangan dan rencana pembangunan jangka panjang, 3) Peningkatan koordinasi antar pemangku kebijakan dan kepentingan, 4) pengembangan kemampuan advokasi dan jejaring kerjasama perdagangan, 5) Peningkatan daya saing produk halal dalam negeri, 6) Peningkatan penguasaan penelitian dan pengembangan agroindustri halal, 7) Peningkatan kesadaran masyarakat dan industri dan 8) Penciptaan halal champions.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penulisan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
DALAM MENGANTISIPASI BISNIS HALAL GLOBAL
DWI PURNOMO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
:
Penguji pada Ujian Tertutup 1. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S.
2. Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng
Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Dedi Fardiaz, M.
Guru Besar Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor
2. Dr. Dedi Mulyadi,M.Si
Direktur Jenderal Pengembangan
Perwilayahan Industri Kementrian
Perindustrian Republik Indonesia
3. Dr. Ir. Sam Herodian, M.S.
Dekan Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
4.Dr.Eng. Taufik Djatna, S.TP, M.Si.
Sekretaris Program Studi Teknologi
Industri Pertanian, Institut Pertanian
Mengantisipasi Bisnis Halal Global
Nama : Dwi Purnomo
Nomor pokok : F361070011
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa’id, M.A.Dev.
Anggota
Prof. Dr. Anas M. Fauzi, M.Eng. Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St.
Anggota
Anggota
Dr. Ir. Muhammad Tasrif
Mengetahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian
Dr. Ir. Machfud, MS. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Pencapaian ini secara khusus saya dedikasikan untuk Ibunda tercinta dan
tersayang Rr. Sri Widodo sebagai hadiah ulang tahun yang ke-70. Terimakasih
atas doa yang senantiasa terus mengalir disertai dengan dorongan semangat yang
tak pernah padam, serta bantuan materi dan cinta kasih yang telah Ibunda
sehingga penulis mampu menyelesaikan program Doktor ini. Ucapan
terimakasih dan penghargaan yang tinggi juga penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ganjar Kurnia, DEA selaku Rektor Universitas Padjadjaran yang
telah memberikan ijin, bantuan serta dukungan penelitian selama menempuh
Program Doktor ini.
2. Prof Dr. Ir. Nurpilihan Bafdal, Prof.Dr. M. Ade Moetangad Kramadibrata,
Dipl.,Ing. M.Res.Eng., Sc., Prof Dr. Ir. Roni Kastaman, Prof. Dr.Ir. Imas Siti
Setiasih, S.U., Prof. Carmencitta, Guru Besar Fakultas Teknologi Industri
Pertanian Universitas Padjadjaran.
3. Ir. Mimin Muhaemin, M.Eng., Ph.D., Sudaryanto, Ir.M.S., Tati Sukarti
Ir.,M.S., dan seluruh civitas akademika Fakultas Teknologi Industri Pertanian
Universitas Padjadjaran.
4. Bapak Alexi B. Adi, Bapak Bambang Suhada, Bapak Suhardjito serta
rekan-rekan mahasiswa Program Doktor Program Studi Teknologi Industri
Pertanian angkatan 2007.
5. Keluarga Besar R. Djikun Tjokroatmodjo (Alm), Brigjen. Pol. Purn.H.
Murhadi,S.H.,M.H., Kombes Pol. Purn. Hj. Sri Sudarmi, Hj. Sri Muryati, Sri
Kusmiati, Sri Sugiarti, S.E., Letkol (Inf) TNI AD Suharto,S.Sos., Drs. Nono
Sukirno Dadang Suherman, S.Pd. dan seluruh sepupu, dan keluarga besar
Pawiro Utomo (Alm). Bapak Drs. Heryanto, Dr. Widjajani, Dian Aquarita
S.T , Ir. Belli Belinda, Ir. Dandi Budiman, Bambang Bayu Febbyanto, Ibu
Rerry Andriany, Kukuh Tohadiyono, Widdy Kardiansyah, Siti Amalia,
Rizky, Puni..
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya, disertasi ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya. Disertasi ini
berjudul Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam Menantisipasi Bisnis
halal Global, yang diselesaikan dengan maskud memberikan kontribusi pemikiran
bagi pengembangan bisnis berbasis agroindustri halal di Indonesia seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat serta tren pasar internasional terhadap
produk-produk halal.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang tulus kepada para personalia di bawah ini :
1. Prof. Dr. Ir. E. Gumbira-Said, MA.Dev selaku ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan curahan ilmu, waktu, pembelajaran dan motivasi bagi penulis.
2. Prof. Dr. Ir. Anas M. Fauzi, M.Eng., Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu dan Dr. Ir.
Muhammad Tasrif, M.Eng selaku anggota komisi yang telah memberikan
bimbingan dan arahan selama penyusunan disertasi ini.
3. Dr. Ir. M. Nadratuzzaman Hosen, Ms., M.Sc, Ph.D, Ir. Suroso Natakusuma,
MM, Ibu Ning Rahayu, Ibu Sussy Dyah Widowati, Ir.,MT, Ir. Meiriyanto, Drh.
Basir Nainggolan, MM, Ir. Hassanuddin Yasni, MM, Irfan Fauzani, MM,
Gunawan Abitama, Ir, Drs. Zafrullah Salim, M.H, Rhadeya Setiawan, Ir.,MBA,
Agus Susanto, SE., Tamzil Muhammad, Bapak AA Aikma serta personalia
lainnya yang telah menjadi nara sumber serta memberikan bantuan fasilitas dan
pengetahuan dalam penyelesaian penelitian ini.
4. Dr. Ir. Sam Herodian, M.S. dan Dr. Ir. Sugiyono, M.App.Sc, Dekan dan Wakil
dekan Fakultas Teknologi Pertanian IPB dan pimpinan ujian tertutup dan
terbuka dan tertutup.
5. Dr. Dedi Mulyadi, M.Si., Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri
Kementrian Perindustrian R.I. dan Prof. Dr. Dedi Fardiaz, M.Sc dari SEAFAST
Center IPB, Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng dan Dr. Ir. Dr. Ir. Liesbetini Hartoto, M.S. selaku penguji luar komisi dalam ujian terbuka dan tertutup.
Akhirnya, semoga disertasi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Oktober 2011
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 9 Mei 1980, anak kedua dari dua
bersaudara, pasangan Supardjo (Alm) dan Rr. Sri Widodo. Adik dari Yulia Eka
Pujiati (Almh) ini meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian diperoleh dari Jurusan
Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran pada tahun 2003.
Penulis menyelesaikan pendidikan S2 pada Departemen Teknik dan Manajemen
Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung pada tahun 2005.
Selanjutnya, pada tahun 2007 menempuh pendidikan program Doktor di Program
Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sejak tahun 2006 sampai sekarang penulis bekerja sebagai staf pengajar di
Jurusan Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri
Pertanian. Selain sebagai pengajar, penulis juga aktif sebagai peneliti dan penulis
serta dan menjadi fasilitator pengembangan kelembagaan industri menengah dan
kecil di Provinsi Jawa Barat.
Selama mengikuti pendidikan program Doktor, penulis telah menulis dan
melakukan publikasi beberapa artikel ilmiah sebagai berikut :
1. Purnomo D, Gumbira-Sa’idE., Fauzi A.M, SyamsuK., Tasrif
2. Purnomo D, Gumbira-Sa’id
M. 2011. Analisis
Kekuatan Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Indonesia Dalam
Meningkatkan Daya Saing Agroindustri Halal. Dipublikasikan pada Jurnal
Teknotan Universitas Padjadjaran (September 2011)
E., Fauzi A.M, SyamsuK., TasrifM. 2011. Kajian
Peningkatan Peran Kelembagaan Sertifikasi Halal dalam Pengembangan
Agroindustri halal di Indonesia. Dipublikasikan pada Jurnal Fatwa Volume I
Nomor 1 Tahun 2011, dipublikasikan pada Buku Fatwa Ulama Indonesia Dalam
Sorotan (terbitan Majelis Ulama Indonesia, Juli 2011) serta dipresentrasikan
pada
3. Purnomo D, Gumbira-Sa’id
Islamic Conference on MUI Studies, 25 - 26 Juli 2011. E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif
4. Purnomo D, Gumbira-Sa’id
M. 2011. Posisi
Daya Saing Produk Dan Kelembagaan Agroindustri Halal ASEAN. Diterbitkan
pada Jurnal Warta Kebijakan LIPI. Terakrditasi. (Diterima, September 2011) E., Fauzi A.M, Syamsu K., TasrifM. 2011. Posisi
Daya Saing Produk dan Kelembagaan Agroindustri Halal Asean. Dipublikasikan
6. Purnomo D, Gumbira-Sa’id
Konsep Program Pengembangan Pertanian Norton pada Agroindustri Halal
Dalam Peningkatan Daya Saing Agroindustri halal Indonesia. Dipublikasikan
pada Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Andalas (September 2011)
E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif
7. Purnomo D, Gumbira-Sa’id
M. 2010.
Indonesian Halal-Based Agro Industry Products Development Strategy in Anticipating ASEAN halal-Hub. telah dipublikasikan pada Prosiding
International Annual Symposium on Sustainabilty Science and Management. Universiti Malaysia Trengganu. Malaysia 8-11 Mei 2010
E., Fauzi A.M, Syamsu K., Tasrif M. 2011.
Indonesian Halal Agro-industry Products Competitiveness Development Strategy. Telah dipublikasikan pada Prosiding International Annual Symposium on Sustainabilty Science and Management. Universiti Malaysia Trengganu. Malaysia 10-13 Juli 2011.
Karya-karya ilimiah tersebut merupakan bagian dari Disertasi program doktor
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………...…... xiii
DAFTAR TABEL ………... xvi
DAFTAR GAMBAR …..……… xvii
DAFTAR LAMPIRAN ………... viii
1 PENDAHULUAN……….……… 1
1.1.Pengembangan Agroindustri Nasional………... 1
1.2.Terminologi Halal, Agroindustri Halal dan Halal-Hub………... 4
1.2.1. Halal……… 4
1.2.2. Agroindustri Halal……… 4
1.2.3. Halal-Hub……… 8
1.3. Perkembangan Bisnis Halal Global………. 8
1.4. Perumusan Permasalahan……….. 13
1.5. Tujuan Penelitian……… 15
1.6. Manfaat Penelitian………. 15
1.7. Kebaruan Penelitian………...………. 16
1.8. Ruang Lingkup Penelitian……….. 17
2 TINJAUAN PUSTAKA……….……… 19
2.1. Agroindustri………. 19
2.2. Kecenderungan Pertambahan Penduduk Muslim……….……… 24
2.3. Tren Permintaan Produk Agroindustri Halal Global……… 26
2.4. Strategi dan Perencanaan Startegi………. 27
2.4.1. Pengembangan Strategi………..………. 27
2.4.2. Strategi dan Kebijakan………. 29
2.4.3. Manajemen Strategi dalam Peningkatan Kinerja……….. 30
2.4.4. Elemen-elemen Kunci Proses Pembuatan Kebijakan………. 34
2.4.5. Prinsip Pengembangan Kebijakan Berbasis Pertanian………. 36
2.4.6. Hubungan Pembuatan Kebijakan dengan Analisis Kebijakan……. 37
2.4.7. Fasilitas Pengembangan Agroindustri……….. 39
2.5. Analisis SWOT……….. 45
2.6. Analytical Hierarchy Process (AHP)……… 47
3 METODE PENELITIAN………..…. 49
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian……… 49
3.2. Langkah-langkah Penelitian……… 52
3.3. Jenis dan Sumber Data………. 53
3.4. Instrumen Penelitian………...……… 54
3.5. Tahapan Penelitian……… 55
xiv
5.1. Perkembangan Umum MIHAS………. 93
5.2. Penyelenggaraan Pameran Produk……… 94
98 7.2.1. Penampilan Produk ………... 127
128
7.3.3. Brunei Darussalam……… 139
7.3.4. Singapura……… 140
7.3.5. Indonesia……… 140
7.3.6. Filipina……… 142
7.4. Dampak Kekuatan Intrsinsik ASEAN Terhadap Indonesia……… 143 7.2.7. Apresiasi Konsumen. ………..………
7.2.8. Level of Trust………
7.2.2. Rasa...
7.2.6. Cara Penyajian………
6 ANALISIS POSISI DAYA SAING AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA.
6.1. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia……… 6.2. Konsep Program Pengembangan Agroindustri Halal………
7 POSISI DAYA SAING PRODUK AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA
7.2.3. Harga ………. .………
4.3. ASEAN Halal-Hub………
7.2.5. Variasi Produk ……….……… 4.4. Indonesia Malaysia Thailand Growth Triangle (IMT-GT) ……… 4.1. Pasar Halal Dunia……… 4.2. Kemajuan Agroindustri Halal Global………
5.3. Pertemuan Bisnis……… 5.4. Pengunjung MIHAS……… 5.5. Produk-Produk yang Ditampilkan………
5 ANALISIS PERKEMBANGAN BISNIS HALAL MIHAS………...
4.2.1. Asia ……… 4.2.2. Uni Eropa ……… 4.2.3. Timur Tengah ………
7.1. Faktor Intrinsik Produk……… 7.2. Analisis Kondisi Faktor-Faktor Intrinsik di Setiap Negara...
xv
8.5.3. Brunei Darussalam……… 167
8.5.4. Singapura……… 168 10 KESIMPULAN DAN SARAN...
10.1 Kesimpulan... 8.4.11. Sistem Sertifikasi Halal……… 8.4.12. Kekuatan Pelaku Bisnis Agrondustri Halal……… 8.5. Analisis Kekuatan Faktor- Faktor Ekstrinsik Di Setiap Negara………
8.6. Dampak Kekuatan Intrinsik ASEAN Terhadap Indonesia ...
9 PENENTUAN PRIORITAS STRATEGI PENGEMBANGAN
AGROINDUSTRI HALAL INDONESIA………...
8.4.5. Kemampuan Lembaga Sertifikasi……… 8.4.2. Tingkat Kesadaran Masyarakat dan Industri……… 8.4.3. Advokasi Internasional dan Lokal………
9.3. Implementasi Strategi……… 9.1. Kondisi Eksisting dan Urgensi Permasalahan Agroidustri Halal Indonesia… 9.2. Penentuan Prioritas Strategi Pengembangan……… 8.1. Faktor Ekstrinsik kelembagaan Agroindustri Halal…...
8.4.6. Riset dan Penguasaan Teknologi……… 8.4.7. Ketersediaan Bahan Baku……… 8.4.1. Kebijakan dan Komitmen Pemerintah……… 8.2. Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor Ekstrinsik Agroindustri Halal... 8.3. Penilaian Kekuatan Faktor-Faktor Ekstrinsik di Setiap Negara ……… 8.4. Analisis Kondisi Faktor-faktor Ekstrinsik di Setiap Negara………
xvi
Halaman
1. Jumlah Penduduk Muslim Dunia Tahun 2010………..……… 10
2. Perkiraan Jumlah Penduduk Muslim Hingga Tahun 2075….………...… 10
3. Ragam Produk Global Bersertifikat Halal …….………….…... 13
4. Perkiraan Jumlah Populasi Muslim Dunia Tahun 2010………..……… 24
5. Tipologi Peluang dalam Inisiatif Nilai Tambah…..………... 43
6. Prinsip-prinsip AHP……….…... 47
7. Responden Penelitian…...………... 60
8. Perkiraan Optimistik Ukuran Pasar Halal Tahunan………... 62
9. Nilai Pasar Halal Global ………... 64
10. Perusahaan Besar Dunia yang Sudah Terlibat Dalam Bisnis Halal Global... 65
11. Komparasi Perkembangan Kebijakan Pendorong Bisnis Halal di Tiga Negara ASEAN………... 12. Jumlah Pabrik Makanan Thailand………..……... 82
13. Negara-Negara Utama Peserta MIHAS……….……….. 95
14. Rumusan Matriks SWOT Strategi Pengembangan Agroindustri Halal………. 109
15. Hasil Identifikasi dan Pembobotan Kriteria Masing... 111
16. Bobot Nilai Dari Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal... 115
17. Hasil Pengelompokkan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri……… Halal Berdasarkan Analisis SWOT... 18. Kriteria Pemenuhan Faktor Intrinsik Produk... 122
19. Penilaian Bobot Terhadap Faktor Intrinsik Produk ……... 123
20. Penilaian Kekuatan Faktor-Faktor Intrinsik produk di Setiap Negara ... 124
21. Kriteria Penilaian Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN ……... 22. Tingkat Kekuatan Faktor-Faktor Ekstrinsik kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN ... 23. Perolehan Skor Faktor Ekstrinsik Kelembagaan Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN... 24. Nilai Tingkat Pencapaian dan Tingkat Urgensi Faktor-Faktor Pengembangan Agroindustri Halal Indonesia ... 25. Koordinat SWOT Enam Negara ASEAN Pelaku Agroindustri Halal ... 177
26. Kriteria Daya Saing dan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal… 178 27. Pengelompokan Alternatif Strategi Pengembangan Agroindustri Halal... 180
28. Prioritas Perhatian Pengembangan Agorindustri Halal Indonesia………... 182
xvii
1. Elemen-Elemen Potensi Pasar Produk Agroindustri Halal... 6 2. Distribusi Pasar Produk Agroindustri Halal... 7 3. Representasi Tren Pencarian Kata Halal Di Internet... 9 4. Sebaran Penduduk Muslim Dunia... 25 5. Tahap Perumusan Strategi... 32 6. Proses Manajemen Strategi... 33 7. Manajemen Strategik Dalam Penetapan Visi Dan Strategi... 35 8. Taksonomi Kebijakan Pertanian... 36 9. Prinsip Dasar Keberlanjutan Kebijakan Pertanian... 36 10. Elemen-Elemen Pembuatan Kebijakan... 37 11. Kerangka Model Analisis Klaster Berbasis Pertanian... 38 12. Klaster Industri Berbasis Pertanian... 40
13. Peranan Program Pengembangan Pertanian Dalam Pengembangan Ekonomi… 42
14. Ilustrasi Matriks SWOT dalam Indentifikasi Alternatif... 45
15. Kerangka Pemikiran Pengembangan Agroindustri Halal………... 49
16. Kerangka Analisis Kebijakan Agroindustri Halal... 52 17. Alur Pelaksanaan Penelitian... 53 18. Langkah-Langkah Penelitian... 56 19. Alur Tahapan Prosedur Penelitian... 57 20. Tahapan Pengolahan Data Kuantitatif... 59 21. Negara-Negara Konferensi Islam... 63 22. Tren Peningkatan Pasar Halal Dunia... 65 23. Potensi Pasar Halal Terbesar di Asia... 68 24. Jumlah Produk yang Dikembangkan Thailand... 83
25. Lingkup Kerjasama IMT-GT, HDC dan Pengembangan ASEAN Halal-Hub… 89
26. Wilayah Kerjasama Forum IMT-GT... 90 27. Lingkup Kerjasama IMT-GT... 91 28. Jumlah Booths, Peserta dan Negara Asal Peserta... 96
29. Jumlah Peserta Kelompok Perusahaan pada MIHAS Tahun 2007-2011……… 97
30. Jumlah Pertemuan Bisnis Selama MIHAS Tahun 2007-2011... 99 31. Perbandingan Jumlah Negara Peserta Pameran dan Jumlah Negara
Pada Pertemuan Bisnis dalam MIHAS... 32. Jumlah Buyers dan Perusahaan yang Terlibat Transaksi... 100 33. Jumlah Pengunjung dan Asal Negara Pengunjung... 101 34. Matriks SWOT Agroindustri Halal... 106 35. Tingkat Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman (SWOT)
Agroindustri Halal di Enam Negara ASEAN...
36. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal ASEAN………. 108
37. Posisi Daya Saing Agroindustri Halal Indonesia...…... 113 38. Matriks Strategi Utama ...…... 114
Agroindustri Halal…….………...……… 40. Kondisi Faktor-Faktor Intrinsik Produk di Enam Negara ASEAN... 126
119 100
106
xviii
Halaman
1. Pengolahan Data Faktor-Faktor Ekstrinsik……….. 220
2. Pengolahan Data Faktor-Faktor Intrinsik………...………… 224
3. Perhitungan SWOT……….………. 228
1
I.
PENDAHULUAN
1.1.Pengembangan Agroindustri Nasional
Indonesia mempunyai keunggulan komparatif sebagai negara agraris dan
maritim. Keunggulan komparatif tersebut merupakan fundamental perekonomian
yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi sehingga menjadi
keunggulan bersaing. Dengan demikian, perekonomian yang dikembangkan
memiliki landasan yang kokoh pada sumberdaya domestik, memiliki kemampuan
bersaing dan berdayaguna bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kegiatan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif tersebut
berkembang di Indonesia, salah satunya dalam bentuk pembangunan agroindustri.
Pengalaman di masa lalu membuktikan bahwa pembangunan pertanian yang tidak
disertai dengan pengembangan industri hulu pertanian, industri hilir pertanian
serta jasa-jasa pendukung secara harmonis dan simultan, tidak mampu
mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing yang kuat.
Meskipun Indonesia berhasil menjadi salah satu produsen terbesar pada beberapa
komoditas pertanian dunia tetapi Indonesia belum memiliki kemampuan bersaing
di pasar Internasional. Selain itu, nilai tambah yang diraih dari pemanfaatan
keunggulan komparatif tersebut masih relatif kecil, sehingga tingkat pendapatan
masyarakat tetap rendah.
Belajar dari pengalaman masa lalu tersebut, pendekatan pembangunan
ekonomi dalam rangka mendayagunakan keunggulan komparatif menjadi
keunggulan kompetitif perlu diubah dari pembangunan pertanian kepada
pembangunan agroindustri, di mana pertanian, industri hulu pertanian, industri
hilir pertanian serta sektor yang menyediakan jasa yang diperlukan,
dikembangkan secara simultan dan harmonis. Berdasarkan Pedoman Umum
Pelaksanaan Program/Proyek Pengembangan Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian, Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian
(2004) pembangunan pertanian ditujukkan untuk: (1) meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup petani; (2) mewujudkan sistem ketahanan pangan yang berbasis
meningkatkan daya saing produk pertanian dan ekspor hasil pertanian; (4)
mengembangkan aktivitas ekonomi perdesaan; dan (5) meningkatkan kesempatan
kerja dan kesempatan berusaha secara adil melalui pengembangan agribisnis.
Saat ini, pengembangan agroindustri memerlukan langkah nyata untuk
merangsang investasi, meningkatkan nilai tambah dan mencari pasar-pasar baru di
dalam dan luar negeri. Keseriusan upaya merangsang pertumbuhan tinggi di sekor
pertanian adalah suatu keharusan apabila pengembangan agroindustri
berkerakyatan yang lebih modern dan responsif terhadap perubahan global akan
dijadikan prioritas.
Untuk mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan
bersaing, salah satunya adalah dengan mengembangkan kemampuan
agroindustrinya. Agroindustri mampu mengubah komoditas pertanian primer
menjadi produk olahan, baik produk antara maupun produk akhir, termasuk di
dalamnya adalah penanganan pasca panen, industri pengolahan makanan dan
minuman, industri biofarmaka, industri bio-energi, industri pengolahan hasil
ikutan serta industri agrowisata (Arifin, 2004).
Keunggulan komparatif Indonesia berupa potensi sumber daya alam yang
sangat besar, dengan jumlah penduduk terbesar ke-empat secara global, dan
terbesar nomor satu berpenduduk muslim di Dunia merupakan fundamental
perekonomian yang perlu didayagunakan melalui pembangunan ekonomi
sehingga menjadi keunggulan bersaing dan dapat dikembangkan menjadi motor
penggerak ekonomi nasional. Memadukan sumber daya alam yang kaya dengan
populasi muslim terbesar di dunia secara komprehensif dapat diwujudkan melalui
konsep pengembangan agroindustri halal. Hal tersebut merupakan bentuk yang
tepat untuk memanfaatkan potensi yang dimiliki sehingga menjadi penghasil
produk-produk bernilai tambah, berdaya saing tinggi dan dalam rangka memenuhi
potensi kebutuhan pasar halal domestik dan internasional. Agroindustri halal
diharapkan dapat menjawab keunggulan komparatif menjadi keunggulan
Cakupan produk agroindustri halal meliputi produk-produk bernilai
tambah yang diolah sebagai produk makanan halal atau bahan konsumtif yang
halal dimakan atau digunakan, adalah jawaban atas permintaan pasar yang besar
terutama bagi negara-negara berpenduduk muslim. Potensi yang dimiliki dan tren
dunia akan meningkatnya kesadaran konsumen muslim terhadap produk-produk
halal dan tumbuhnya jumlah penduduk muslim yang mencapai 1,8 miliar jiwa dari
6,5 miliar jiwa penduduk dunia semakin menguatkan permintaan akan
produk-produk halal internasional. Perkembangan produk-produk halal tidak hanya terjadi di
negara yang mayoritas penduduknya Islam saja tetapi juga di
negara-negara barat, karena perusahaan-perusahaan internasional yang berpusat di
negara-negara tersebut kini menggunakan konsep halal sebagai salah satu strategi
bisnis dan pemasarannya. Hal tersebut dilakukan, mengingat secara global, pasar
halal dunia sangat menjanjikan, dan diperkirakan mencapai sekitar 12 persen dari
total perdagangan global produk pangan dan pertanian dengan nilai antara USD
347-500 milyar per tahun (Che-Man, 2006).
Dengan besarnya pertumbuhan rata-rata pasar produk halal yang mencapai
tujuh persen per tahun dan diperkirakan mencapai dua kali lipat di beberapa
negara Asia dengan jumlah penduduk muslim besar seperti Indonesia, Republik
Rakyat China, Pakistan dan India dalam 10 tahun ke depan (Sungkar, 2009), maka
banyak negara muslim maupun non muslim berupaya mengembangkan dan
meningkatkan produksi produk halal untuk mengisi pasar dunia. Hal ini menjadi
suatu masalah yang serius jika potensi masyarakat muslim Indonesia hanya
dijadikan pasar oleh negara lain. Keadaan tersebut juga sekaligus menjadi
tantangan bagi Indonesia agar dapat memanfaatkan pertumbuhan pasar halal dunia
untuk menyiapkan produk halal yang dapat diserap dalam memenuhi kebutuhan
produk halal yang semakin meningkat.
Dengan semakin berkembangnya pasar pangan halal global, berbagai
negara telah membangun strategi untuk memasuki, memanfaatkan peluang dan
mengembangkan bisnis pangan halal domestik, regional maupun global. Upaya
pengembangan produk dan pasar halal global salah satunya dilakukan dengan
1.2.Terminologi Halal, Agroindustri Halal dan Halal-Hub
1.2.1. Halal
Produk halal, secara syariah Islam adalah produk yang baik, atau dikenal
dengan istilah halaalan, thayyiban dan mubaarakan dan tidak terdiri dari najis
atau bercampur najis (Ibrahim, 2008), sedangkan menurut Menurut Dahlan
(2009), halal memliki arti diperbolehkan untuk dikonsumsi atau digunakan oleh
umat Muslim. Lebih jauh, pangan halal harus aman bagi seluruh konsumen (aspek
kesehatan) tanpa unsur yang tidak diperbolehkan (haram) dan kotoran (najis) bagi
umat muslim (aspek keamanan spiritual).
Dalam terminologi Islam, pada prinsipnya semua bahan makanan dan
minuman adalah halal, kecuali yang diharamkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Bahan yang diharamkan Allah SWT adalah bangkai, darah, babi dan hewan yang
disembelih dengan nama selain Allah (QS. Al-Baqarah; 173), sedangkan
minuman yang diharamkan Allah adalah semua bentuk khamar (minuman
beralkohol) (QS. Al-Baqarah; 219).
Hewan yang dihalalkan akan berubah statusnya menjadi haram apabila
mati karena tercekik, terbentur, jatuh ditanduk, diterkam binatang buas dan yang
disembelih untuk berhala (QS. Al-Maidah; 3). Jika hewan-hewan tersebut sempat
disembelih dengan menyebut nama Allah sebelum mati, maka akan tetap halal
kecuali diperuntukkan bagi berhala (LPPOM- MUI, 2009).
1.2.2. Agroindustri halal
Agroindustri adalah bagian atau salah satu sub-sistem agribisnis yang
memperoleh dan mentransformasikan bahan-bahan hasil pertanian menjadi bahan
setengah jadi maupun barang jadi yang langsung dikonsumsi (Gumbira-Sa’id dan
Intan, 2004).
Dikaitkan dengan kehalalan produk, maka bagian-bagian dalam sistem
yang menghasilkan dan mentransformasikan hasil pertanian menjadi bahan
setengah jadi maupun barang jadi seperti dalam definisi agroindustri di atas, harus
memenuhi prinsip-prinsip mendasar yang harus diperhatikan atau khamsu
halaalaat mengenai kehahalan suatu produk. Kehalalan suatu produk ditentukan
1. Sumber Daya Manusia (Man).
Abattoirs yang menjadi pemotong hewan merupakan penganut agama Islam
2. Bahan Baku (Materials).
Bahan baku yang dikategorikan sebagai bahan baku halal adalah yang
dijelaskan dalam syariat Islam, terutama dari sumber perolehannya. Hewan
yang halal dimakan tidak dapat dimakan secara serta merta, tetapi harus
melalui proses penyembelihan, pengulitan dan proses penanganan yang sesuai
dengan syariah Islam dengan tidak melibatkan unsur yang tidak diperbolehkan
(haram) atau ditambahkan dengan bahan-bahan yang tidak jelas asal-usulnya
termasuk kotoran (najis), serta tidak boleh terkontaminasi dengan zat-zat
haram, minuman beralkohol, darah dna hewan atau tanaman beracun.
3. Mekanisme (Mechanism).
Dalam melakukan pengolahan produk halal, persiapan, proses, transportasi
dan penyimpanannya tidak boleh dicampuradukkan dengan bahan-bahan atau
ramuan yang tidak halal. Alat-alat memasak seperti belanga, periuk, sendok
dan sebagainya. harus suci, bersih dan halal. Tempat membasuh segala
perkakas masakan dan hidangan harus dipisahkan antara yang halal dengan
yang haram.
4. Keuangan (Monetary).
Produk yang dihasilkan harus terbebas dari sumber-sumber kauangan yang
haram.
Dengan definisi agroindustri, halal dan persyaratan produk halal di atas,
maka dapat dirumuskan bahwa arti agroidustri halal yang digunakan dalam
penelitian ini adalah bagian atau salah satu sub-sistem agribisnis yang
memperoleh dan atau mentransformasikan bahan-bahan hasil pertanian menjadi
bahan setengah jadi maupun barang jadi, yang selama prosesnya, baik itu
pemotongan hewan, penggunaan bahan baku, mekanisme, sumber keuangan dan
atau manejemennya mempertimbangkan hukum Islam untuk menciptakan produk
yang baik dengan pemenuhan terhadap persyaratan kemanan secara religious
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kesehatan (quality and health
concern) yang dapat dikonsumsi atau digunakan oleh umat Muslim ataupun
non-Muslim, dimana tidak terdiri dari unsur-unsur yang diharamkan, najis atau
bercampur najis.
Dalam pengembangan pasar produk agroindustri halal, kecermatan
terhadap kondisi bisnis dan perdagangan produk agroindustri halal yang meliput i
elemen-elemen konsumen, produk, maupun praktik perdagangan perlu dicermati.
Terdapat empat hal yang penting dalam menentukan potensi pasar produk-produk
agroindustri halal (Gambar 1) yaitu kondisi permintaan produk saat ini dan yang
akan datang, kompetisi internal dan struktur industri, adaptasi pasar terhadap rasa,
pilihan, dan lainnya serta hambatan tarif dan non tarif di wilayah domestik
maupun global.
Kecermatan pemasaran produk terhadap keinginan dan kepuasan
konsumen merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan dan
mempertahankan pasar produk agroindustri halal. Konsumen mengharapkan
produk agroindustri halal bermutu tinggi dengan harga kompetitif. Pemenuhan
terhadap kesesuaian keinginan konsumen perlu diutamakan, sehingga produsen
maupun pelaku bisnis perlu memahami karakteristik permintaan terhadap produk
halal.
Untuk menghindari kegagalan pasar, produsen maupun pelaku bisnis perlu
mencermati keseluruhan rantai perdagangan, tidak saja hanya pada konsumen.
Kegagalan pasar produk agroindustri yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh
kegagalan memilih strategi pemasaran terbaik, kegagalan dalam pengarahan
manajemen strategis, kegagalan dalam mengidentifikasi potensi secara tepat,
kegagalan dalam berhubungan dengan petugas pemerintah yang tepat, serta
kegagalan untuk mengerti perilaku pembelian pelanggan (Gumbira-Sa’id, 2008).
Pada Gambar 2 diperlihatkan rantai audit, distribusi dan pemasaran produk
agroindustri halal (khususnya untuk produk peternakan).
Industri Pakan
Jagung
Zat Tambahan Pakan Kedelai
Budidaya
Penumbuhan
Pemrosesan Primer
Pemrosesan Sekunder
Distribusi Pasar Tradisional
IMPOR 1. Beku 2. Pemrosesan
Lebih Lanjut Jasa Pangan
Pengecer Bahan Makanan
Ekspor
Pelanggan Akhir DIDORONG OLEH PERMINTAAN
TERPUSAT PADA
1.2.3. Halal-Hub
Halal-hub merupakan simpul-simpul kerjasama kegiatan dalam hal
manajemen, produksi, sertifikasi dan konsultasi yang dilakukan oleh
negara-negara yang memiliki kepentingan dalam pengembangan dan pemasaran produk
halal. Dalam implementasinya, halal-hub mengarah pada aspek-aspek peraturan
dan lembaga yang berwenang atas penanganan dan pengembangan produk halal.
halal-hub diselenggarakan atas peran dan persetujuan dari berbagai
organisasi atau badan-badan Islam di negara-negara bersangkutan, para produsen
produk halal, pedagang, pembeli dan pihak lainnya yang secara global
menyepakati aspek halal sebagai dasar pelaksanaannya. Tujuan utama dari
halal-hub adalah menyediakan platform yang dapat dipercaya yang diharapkan mampu
menjembatani rantai pasok produk halal global. Hal ini akan menjadi upaya yang
sangat bermanfaat bagi setiap individu maupun organisasi yang memiliki
pandangan jauh kedepan dalam mengembangkan bisnis halal secara global
(Mariam, 2006).
1.3.Perkembangan Bisnis Halal Global
Di dunia terdapat beberapa negara yang memiliki keinginan untuk menjadi
halal-hub internasional yakni Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam bahkan
negara-negara non-Muslim seperti Inggris, Belanda dan Kanada. Indonesia
sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar cenderung hanya menjadi pasar
yang besar bagi produk-produk halal internasional, sehingga harus segera
menyiapkan strategi untuk bersaing dengan negara-negara yang telah menjadikan
halal-hub sebagai strategi bersaing industrinya.
Sistem perdagangan dan paradigma masyarakat yang senantiasa berubah
menuntut perlindungan atas produk yang dikonsumsinya menjadi tuntutan yang
tidak dapat dielakkan lagi. Tuntutan akan standar mutu tinggi yang menjamin
kemanan dan asal-usul menjadi perhatian masyarakat internasional pada saat ini.
Kondisi yang sama juga mulai terjadi pada komunitas Muslim internasional yang
semakin kritis untuk mendapatkan produk yang terjamin mutu dan kehalalannya,
sehingga mengharuskan produsen untuk dapat memproduksi produk halal sesuai
Tren jaminan halal tersebut dikaji dari semakin banyaknya pameran halal
internasional yang diselenggarakan oleh berbagai negara. Hingga tahun 2009
produk halal telah dipromosikan dalam 48 pameran internasional di 49 negara dan
melibatkan 1,838 pelaku usaha (daganghalal.com, 2009). Bahkan di dunia maya
tingkat popularitas pencarian kata ”halal” semakin meningkat. Hal ini
menunjukkan bahwa isu halal semakin mendunia. Gambar 3 berikut menerangkan
beberapa kata yang berhubungan dangan halal yang menjadi terminologi yang
paling dicari di dunia maya yang didasari oleh keingintahuan masyarakat akan
bisnis halal.
Gambar 3. Representasi Pencarian Kata halal di Internet (HDC, 2009)
Selain bukti di atas, perkembangan jumlah penduduk Muslim dunia yang
mencapai 1,65 Miliar jiwa pada tahun 2010 (Tabel 1 dan 2) dan yang bergerak
cepat menjadi tantangan dan peluang untuk melindungi konsumen Muslim. Upaya
perlindungan konsemen muslim perlu dilaksanakan bersamaan dengan upaya
meningkatkan daya saing dan standar produksi, sekaligus menjadikannya sebagai
Tabel 1. Jumlah Penduduk Muslim Dunia Tahun 2010 (Kettani, 2010)
Asia 4.184.149.728 27,44 1.148.173.347 69,38
Afrika 1.031.761.881 43,33 447.042.815 27,01
Eropa 734.602.633 6,74 49.545.462 2,99
Amerika 939.510.388 1,03 9.704.062 0,59
Oceania 35.799,477 1,33 475.708 0,03
Dunia 6.925.824,107 23,90 1.654.941.394 100
Tabel 2. Perkiraan Jumlah Penduduk Muslim Hingga Tahun 2075 (Kettani, 2010)
Tahun Total Penduduk (Jiwa)
2000 6.150.471.087 1.397.526.691 22,72
2010 6.925.824.107 1.654.941.394 23,9
2020 7.798.921.234 1.959.770.095 25,13
2030 8.782.084.481 2.320.746.124 26,43
2040 9.889.189.225 2.748.211.429 27,7
2050 11.135.860.028 3.254.412.872 29,22
2075 14.984.127.319 4.966.253.886 33,14
Industri halal, terutama pasar pangan halal merupakan bisnis yang
melibatkan 150 negara, mencakup 1,65 miliar populasi Muslim, setara dengan
total konsumsi Muslim sebesar US$ 458 Miliar per tahun dan menghasilkan
aktivitas perdagangan halal internasional sebesar USD 183 Miliar per tahun
(Dahlan, 2009). Komunitas Muslim bukanlah satu-satunya yang mengkonsumsi
produk halal tetapi telah merambah ke komunitas lain yang mengenal halal
sebagai produk yang memiliki mutu yang tinggi. Pasar halal internasional tumbuh
pesat dan berpotensi meraih dua miliar konsumen Muslim di seluruh dunia (HDC,
2009).
Bisnis halal global bahkan berkembang lebih jauh karena jangkauannya
mengarah ke arah industri barang dan jasa, kemudian menjadi kekuatan besar
dalam arena perdagangan dan keuangan dunia. Jika produk halal dan jasa
dan dari pemantauan pasar menunjukkan bahwa tren pertumbuhan yang kuat saat
ini meningkat hingga lima sampai sepuluh tahun (Che-Man, 2009).
Dengan berkembang pesatnya populasi Muslim saat ini yang mencapai
seperempat dari populasi dunia, menjadikan pasar halal mulai memiliki dampak
yang signifikan di pasar global. Kekuatan pasar baru tersebut didorong oleh
beberapa faktor berikut: Pertama, banyaknya negara-negara Muslim yang
mencapai tahap perkembangan yang dapat mulai mempengaruhi pasar dunia, baik
sebagai produsen maupun konsumen. Kedua, secara signifikan, barang-barang
seperti daging halal dan layanan perbankan syariah semakin populer di kalangan
non-Muslim, sehingga cepat memperluas dan meningkatkan pertumbuhan dalam
sektor industri (Che-man, 2006)
Di wilayah Asia Tenggara (ASEAN), Malaysia, Brunei Darussalam, dan
Thailand merupakan negara-negara yang sangat aktif dalam memanfaatkan
peluang pasar halal global, sedangkan Indonesia meskipun populasi Muslim–nya
terbanyak di dunia justru hanya berperan sebagai pasar, bukan sebagai produsen
pangan halal global. ASEAN dipelopori Malaysia berkembang sebagai pusat
produksi dan pemasaran produk halal global yang dilakukan dengan kerjasama
antar negara ASEAN atau dikenal sebagai ASEAN Halal-Hub. Di lain pihak,
negara-negara non muslim yang sangat kuat sektor peternakannya seperti Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia
menjadi sasaran pasar yang sangat besar potensinya untuk dipenetrasi oleh
produk-produk halal internasional. Dengan besarnya potensi di atas, sayangnya
pemerintah Indonesia kurang fokus dalam mengembangkan industri halal-nya.
Oleh karena itu, pengembangan agroindustri halal di Indonesia perlu dijadikan
sebagai landasan pengembangan industri yang kemudian dilengkapi dengan
sistem pengembangan strategisnya. Kekuatan yang dimiliki Indonesia tersebut
dapat dijadikan peluang untuk dapat memperkuat kemampuan kompetitifnya
dalam menghasilkan produk-produk bermutu tinggi serta melindungi pasar
domestik dari serangan produk asing, dan dalam jangka panjang Indonesia
diharapkan mampu memanfaatkan peluang pasar global dan menangkap pasar
Australia, Brazil, dan Kanada saat ini telah menjadi pemasok pangan halal utama
dunia untuk produk daging, unggas serta produk peternakan lain dan turunannya
dikarenakan telah sadar sepenuhnya akan potensi pasar produk halal yang ada
(Gumbira-Sa’id, 2008).
Di wilayah ASEAN, Malaysia adalah negara yang paling serius untuk
memposisikan diri menjadi Halal-Hub di kawasan Asia dan pelopor dalam
globalisasi sertifikasi halal. Malaysia menjadi negara pertama yang memiliki
badan pengelola industi halal dan cetak biru yang memberikan tujuan jelas dan
pedoman dalam industri halal-nya. Saat ini, Malaysia tengah mempersiapkan
tahap pembuatan cetak biru pengembangan industri halal. Pemerintah Malaysia
aktif memberikan insentif, skema atau hibah serta fasilitas lain yang didedikasikan
untuk mengembangkan industri halal (Che-man, 2006).
Di lain pihak, Thailand yang menjadi salah satu produsen pangan utama di
wilayah Asia, mendirikan industri pangan halal di wilayah mayoritas muslim
provinsi Pattani dan melakukan negosiasi dengan hipermarket Carrefour untuk
memasok pangan halal di berbagai cabangnya di wilayah Asia Tenggara
(Musalmah, 2009). Negara Asia lainnya adalah Taiwan yang mengembangkan
produk halalnya bekerja sama dengan Malaysia dalam hal sertifikasi pangan halal
dan berencana meningkatkan ekspor pangan halalnya untuk tujuan negara-negara
Timur Tengah. Saat ini juga Republik Rakyat China secara agresif mengambil
peluang pasar produk halal, termasuk Indonesia yang dijadikan sebagai pasar
utama produk halalnya.
Pasar produk halal Indonesia adalah salah satu tujuan pasar bagi beragam
produsen pangan halal impor produsen global, khususnya di hypermarket dan
supermarket besar, antara lain meliputi produk pangan fungsional, produk pangan
siap saji, produk bahan tambahan makanan, kosmetik dan bahan-baku industri.
Beragam produk yang bersertifikat halal yang telah dikembangkan secara global
Tabel 3. Ragam Produk Bersertifikat Halal Yang Telah Dikembangkan dan Dipasarkan Secara Global (Gumbira-Sa’id, 2008)
Produk Halal Global
Daging Buah-Buahan Olahan Coklat Makanan Beku
Hewan Laut Olahan Makanan Kaleng Permen Makanan Ringan
Pasta dan Mi Saus Kue Sereal
Seasoning Bumbu Biskuit Minuman
Perkembangan global diatas menjadi tantangan bagi produk agroindustri
halal Indonesia untuk mengisi potensi pasar halal global secara optimal. Oleh
karena itu selayaknya Indonesia mampu mengisi potensi pasar yang sangat besar
tersebut dengan modal utama berupa sumber daya alam yang mendukung
sekaligus sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
1.4.Perumusan Permasalahan
Perkembangan produk halal di dunia menjadi suatu trend bisnis yang
berkembang dengan pesat. Negara-negara yang maju agroindustri halal-nya
diantaranya adalah Malaysia, Brunei Darussalam dan negara-negara lain yang
populasi muslim-nya merupakan penduduk minoritas seperti Thailand, Filipina
dan Perancis. Negara-negara tersebut mengedepankan produk halalnya sebagai
produk yang dipandang sangat penting, sehingga menimbulkan suatu pertanyaan
mengenai bagaimana strategi pengembangan produk halal yang perlu dilakukan
Indonesia agar tidak hanya dijadikan sebagai target pasar produk halal terbesar.
Urgensi atas permasalahan di atas semakin mengemuka ketika
negara-negara ASEAN lainya sudah melangkah jauh lebih maju untuk mengembangkan
agroindustri halal-nya. Malaysia dan Brunei Darusalam sejak beberapa tahun yang
lalu telah memprediksi bahwa nilai pasar produk halal global segera akan
mencapai USD 2.1 Trilyun dengan pertumbuhan sebesar USD 500 Milyar per
tahun, dan kemudian menyikapinya dengan berbagai kebijakan untuk
mengembangkan industri halalnya sebagai pelopor industri halal di dunia. Pada
tahun 2010, Malaysia memposisikan diri menjadi satu-satunya pintu bagi seluruh
produk makanan halal yang hendak dipasarkan oleh negara-negara lain (Che-man,
Jika rencana Malaysia terlaksana, maka akan sangat banyak sisi negatif
yang akan dialami dunia usaha Indonesia, khususnya bagi kalangan industri
makanan. Setiap produk Indonesia yang hendak dipasarkan ke luar negeri,
terutama ke negara-negara Islam, harus dilegalisasi halal dahulu di Malaysia
sebelum dapat dipasarkan ke pasar internasional. Selama ini, indikasi Malaysia
membatasi ruang gerak Industri halal, khususnya makanan halal nasional sudah
terasa. Misalnya, dengan menciptakan prosedur yang sulit bagi produk Indonesia
untuk masuk ke Malaysia serta membatasi jumlahnya. Malaysia juga selalu
berusaha mendapatkan berbagai produk dari pelaku usaha pangan Indonesia untuk
diduplikasi, walaupun pola tersebut tidak menyimpang dari ketentuan bisnis,
karena modusnya adalah kerja sama (Wiliasih, 2008).
Selain negara-negara ASEAN, produk halal ternyata juga mampu menarik
minat negara-negara maju yang mayoritas penduduknya non muslim untuk
memberikan labelisasi halal pada produknya, hal ini karena halal dinilai sebagai
patok duga tertinggi dalam hal standar mutu. Banyak rakyat negara maju yang
produk makanan dan jasanya sudah mendapatkan label halal (Dahlan, 2009).
Perkembangan pasar halal global yang tumbuh pesat, didasari dengan
potensi pasar, sumber daya yang dimiliki Indonesia dan pergerakan negara-negara
lain menjadi latar belakang perlunya untuk segera melakukan perencanaan strategi
untuk mengantisipasi perkembangan industri halal dunia. Indonesia, dengan
segala potensi yang ada perlu dengan segera berkonsolidasi untuk
memberdayakan segenap stakeholder yang terlibat dalam pengembangan
agroindustri halal nasional, yakni pengekspor, pengecer, penyedia input produksi,
produsen label, perusahaan transportasi, perusahaan logistik pendukung, jasa
manajemen, jasa konsultansi, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga
pemasaran dan promosi perdagangan, institusi pemerintah serta institusi bisnis
pada umumnya.
Potensi lain yang dapat dikembangkan adalah dengan menjalin kerjasama
dengan sektor-sektor penting terkait, antara lain kalangan perbankan, perusahaan
teknologi informasi dan akademisi. Kerjasama yang dilakukan perlu dilengkapi
produk halal, antara lain pusat pertukaran informasi produk-produk halal, pusat
penelitian dan pengembangan serta sertifikasi halal.
Konsolidasi dari berbagai pihak yang terkait diperlukan untuk
merumuskan kebijakan yang tepat sebagai tindakan antisipatif dan strategis dalam
pengembangan produk agroindustri halal nasional. Perubahan pola pikir dilakukan
untuk mendorong potensi bisnis dan perdagangan produk halal sehingga
memberikan manfaat baik secara sosial maupun ekonomis bagi banyak orang. Hal
ini dilakukan dengan tujuan menjadikan Indonesia bukan hanya sekedar pasar
terbesar, namun juga pelaku utama produsen produk halal di dunia.
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian Strategi Pengembangan Agroindustri Halal Dalam
Mengantisipasi Bisnis Halal Global ini adalah sebagai berikut:
1. Menghasilkan deskripsi kondisi terkini dari perkembangan bisnis dan
2. Menghasilkan analisis situasional dan kemampuan daya saing agroindustri
halal Indonesia.
agroindustri halal ASEAN.
3. Menyusun strategi pengembangan agroindustri halal Indonesia dalam
mengembangkan produk halal yang dapat bersaing di tingkat internasional,
khususnya di ASEAN.
1.6.Manfaat Penelitian
Kerangka strategi yang dikembangkan dalam penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat bagi pemerintah dalam melakukan perencanaan kebijakan
pengembangan agroindustri, serta bagi lembaga-lembaga yang memiliki perhatian
khusus bagi pengembangan agroindustri halal di Indonesia. Dalam penelitian ini
juga digunakan pendekatan perbandingan secara langsung dengan negara pelaku
agroindustri halal lain untuk mengevaluasi struktur integrasi agroindustri halal
yang sesuai untuk memperkuat posisi Indonesia dalam mengantisipasi bisnis halal
Implikasi utama dari kerangka penelitian ini di masa depan adalah untuk
menekankan pentingnya menciptakan kesesuaian kebijakan pemerintah yang
dijalankan dengan orientasi strategis pengembangan agroindustri halal.
1.7. Kebaruan Penelitian
Strategi
pengembangan agroindustri halal yang dihasilkan ditujukan agar dapat
melindungi pasar dalam negeri dari membanjirnya produk-produk halal asing,
serta meningkatkan peran penting Indonesia dalam perdagangan produk
agroindustri halal internasional.
Penelitian strategi pengembangan produk agroindustri halal dalam
mengantisipasi bisnis halal global ditekankan pada pengembangan potensi dan
daya saing Indonesia. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang
didukung oleh potensi pemanfaatan sumber daya alam yang tinggi, untuk
dikembangkan menjadi salah satu pelaku bisnis dan agroindustri halal global.
Meskipun saat ini banyak pelaku dalam negeri yang berkomitmen memajukan
industri halal, namun belum ada strategi dan kebijakan khusus untuk
meningkatkan peranan, komitmen pengembangan dan pengawasan yang jelas dan
berkelanjutan terhadap agroindustri halal.
Terkait dengan kondisi di atas, penelitian yang dilakukan menghasilkan
kebaruan pada pemahaman agroindustri halal, karakteristik bisnis dan agroindustri
halal sebagai pondasi dalam pemanfaatan potensi dalam negeri untuk
dikembangkan menjadi kegiatan industri yang bernilai tambah dan berdaya saing.
Penelitian ini juga menghasilkan hasil analisis berupa pertumbuhan bisnis dan
agroindustri halal secara global, rincian keterlibatan sektoral pada pelaku
agorindustri halal, indeks kinerja agroindustri halal serta desain pengembangan
agroindustri halal Indoneisa yang merupakan hasil analisis dan sintesa dari
data-data yang diperoleh dengan metode pengamatan langsung, analisis
1.8. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk merancang strategi pengembangan
agroindustri halal Indonesia menggunakan metoda analitik deskriptif, pengamatan
langsung pada pameran MIHAS, survey, wawancara dan Focus Group Discusion,
analisis SWOT Kuantitatif, dan analisis SWOT-AHP. Namun karena luasnya
cakupan agroindustri halal Indonesia maka dalam penelitian ini ditentukan batasan
permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini.
Kajian dilakukan dengan batasan pada terminologi agroindustri halal
dengan produk-produk halal yang dikaji dibatasi ke dalam lima kelompok, yakni
1) Produk daging, (2) Produk makanan dan minuman olahan, (3) Produk
mikrobial, (4) Produk seasoning dan flavour, serta (5) Produk kosmetik dan
obat-obatan. Perumusan strategi yang dikaji terbatas pada bagaimana memastikan
ke-lima kelompok produk halal tersebut teridentifikasi dari faktor intrinsik produk
dan faktor ekstrinsik kelembagaannya untuk diarahkan pada peningkatan daya
II . TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Agroindustri
Agroindustri adalah industri yang mengolah komoditas pertanian primer
menjadi produk olahan, baik produk antara (intermediate product) maupun
produk akhir (finish product), termasuk di dalamnya adalah penanganan pasca
panen, industri pengolahan makanan dan minuman, industri biofarmaka, industri
bio-energi, industri pengolahan hasil ikutan (by-product) serta industri agrowisata
(Arifin, 2004). Di lain pihak, kegiatan agribisnis memiliki arti penting bagi
pengembangan agroindustri yakni kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau
keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas (yang menunjang kegiatan
pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian). Esensi
utama dari suatu sistem agribisnis sebagai keterkaitan seluruh komponen dan
subsistem agribinis yang terdiri atas (1) Sub Sistem Agribisnis Hulu, (2) Sub
Sistem Pengolahan Usaha Tani, (3) Sub Sistem Pengolahan, (4) Sub Sistem
Pemasaran serta (5) Sub Sistem Penunjang. Dengan elemen-elemen tersebut
bukan hal mudah untuk dapat memutuskan suatu strategi pengembangan yang
terintegrasi, apalagi dengan fakor eksternal yang sukar untuk dikendalikan
(Gumbira-Sa’id dan Intan, 2004).
Pada masa lalu, dengan orientasi pada peningkatan produksi, maka yang
menjadi motor penggerak sektor pertanian adalah usaha tani. Hasil usaha tani
menentukan perkembangan agribisnis hilir dan hulu. Hal di atas pada dasarnya
sesuai pada masa lalu, karena target pembangunan sektor pertanian masih
diorientasikan untuk mencapai tingkat produksi semaksimal mungkin. Saat ini,
dan di masa yang akan datang, orientasi sektor pertanian secara berangsur-angsur
berubah kepada orientasi pasar. Dengan berlangsungnya perubahan preferensi
konsumen yang makin menuntut atribut produk yang lebih rinci dan lengkap serta
adanya preferensi konsumen akan produk olahan, maka motor penggerak sektor
pertanian harus berubah dari usaha tani kepada agroindustri. Dalam hal ini, untuk
harus menjadi lokomotif dan sekaligus penentu kegiatan sub-sektor usaha tani dan
selanjutnya akan menentukan sub-sektor agribisnis hulu.
Paling sedikit terdapat lima alasan utama agroindustri penting untuk
menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi di masa depan yakni sebagai berikut
(Kementrian Pertanian, 2004):
a) Industri pengolahan mampu mentransformasikan keunggulan komparatif
menjadi keunggulan bersaing (kompetitif), yang pada akhirnya akan
memperkuat daya saing produk agribisnis.
b) Produknya memiliki nilai tambah dan pangsa pasar yang besar sehingga
kemajuan yang dicapai dapat mempengaruhi pertumbuhan perekonomian
nasional secara keseluruhan.
c) Memiliki keterkaitan yang besar baik ke hulu maupun ke hilir (forward and
backward linkages), sehingga mampu menarik kemajuan sektor-sektor
lainnya.
d) Memiliki basis bahan baku lokal (keunggulan komparatif) yang dapat
diperbaharui sehingga terjamin keberlanjutannya;
e) Memiliki kemampuan untuk mentransformasikan struktur ekonomi nasional
dari pertanian ke industri dengan agroindustri sebagai motor penggeraknya.
Permasalahan yang dihadapi di bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil
Pertanian yang sekaligus merupakan isu pokok dalam pembangunan pengolahan
dan pemasaran hasil pertanian adalah sebagai berikut (Deptan, 2004) :
a) Rendahnya daya saing produk pertanian, yang disebabkan oleh rendahnya
mutu dan tampilan produk; rendahnya tingkat efisiensi produksi dan
pemasaran; rendahnya akses pelaku usaha terhadap informasi; lemahnya
budaya pemasaran dan kewirausahaan pelaku; serta minimnya sarana dan
prasarana pengolahan, dan pemasaran hasil pertanian.
b) Kurangnya sumber daya manusia terdidik di bidang pertanian yang terjun
dalam praktek usaha pertanian profesional berskala menengah dan besar yang
dapat menghasilkan produk-produk pertanian dengan mutu dan harga yang
dapat bersaing di pasar global. Disamping itu, kebijakan makro yang
diterapkan saat ini masih belum kondusif bagi para pemilik modal dan
pertanian, sehingga diperlukan upaya-upaya promosi investasi untuk menarik
minat para calon investor baik dari kalangan dalam negeri maupun luar negeri.
c) Rendahnya tingkat keberlanjutan usaha-usaha pengolahan dan pemasaran hasil
pertanian yang disebabkan oleh kecilnya skala usaha (tidak mencapai skala
ekonomi); pengembangan subsistem produksi yang tidak terkoordinasi dengan
subsistem pengolahan dan pemasaran; produksi belum berorientasi pasar;
pemanfaatan teknologi yang kurang ramah lingkungan dan belum adanya
sistem insentif penerapan teknologi ramah lingkungan; ketergantungan kepada
komponen impor untuk bahan baku maupun bahan penolong; perubahan tata
ruang wilayah; kurang profesionalnya sumberdaya manusia; serta masih
lemahnya kemitraan dan kelembagaan usaha.
d) Pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian selama ini masih
belum mengakomodasi serta belum mendapat dukungan dan partisipasi penuh
dari masyarakat dan pemerintah daerah. Berbagai permasalahan perencanaan
lebih bersifat “top down” dan kebijakan pembangunan industri nasional
kurang memperhatikan atau tidak berbasis pada sumberdaya domestik.
e) Belum adanya kebijakan yang mengendalikan ekspor bahan mentah untuk
melindungi dan merangsang berkembangnya agroindustri di dalam negeri,
serta masih kuatnya budaya di masyarakat petani dan pengusaha untuk
menghasilkan produk primer saja. Disamping belum adanya kebijakan yang
mengendalikan ekspor bahan mentah, sehingga melindungi dan merangsang
berkembangnya ekspor produk olahan.
f) Mutu produk olahan khususnya usaha pengolahan berskala rumah tangga dan
usaha kecil masih belum memenuhi persyaratan yang ditetapkan pasar,
khususnya untuk memenuhi pasar internasional.
g) Sarana dan prasarana yang belum memadai, seperti belum berkembangnya
workshop yang dapat mengembangkan alat-alat pengolahan, serta masih
rendahnya penguasaan terhadap teknologi pengolahan untuk meningkatkan
diversifikasi produk dan pemanfaatan hasil ikutan.
h) Legalitas di bidang usaha pasca panen dan pengolahan yang masih lemah