• Tidak ada hasil yang ditemukan

Feminisme Radikal

Dalam dokumen Kekuasaan Negara atas Tubuh Perempuan St (Halaman 41-45)

KEKUASAAN NEGARA ATAS TUBUH PEREMPUAN : PENDEKATAN FEMINISME

2.1.1 Feminisme Radikal

Feminisme radikal muncul sejak pertengahan tahun 1970-an dimana aliran ini menawarkan ideologi "perjuangan separatisme perempuan". Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Menurut Alison Jaggar dan Paula Rothenberg, klaim tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:52

1. Bahwa perempuan adalah, secara historis kelompok teropresi yang pertama53. 2. Bahwa opresi terhadap perempuan adalah yang paling menyebar, dan ada di

dalam hampir setiap masyarakat yang diketahui.

52

Rosemarie Putnam Tong.. Feminist Thought , terj Aquarini Priyatna Prabasmoro, Bandung : Jalasutra, 2004, Hal. 69

53

Yang pertama maksudnya adalah bahwa dari semua bentuk opresi terhadap manusia, perempuan selalu menjadi orang yang utama sebagai korban dari berbagai bentuk tindakan opresi tersebut.

3. Bahwa opresi terhadap perempuan adalah yang terdalam, yang berarti bahwa opresi ini merupakan bentuk opresi yang paling sulit dihapuskan, dan tidak dapat dihilangkan dengan perubahan sosial yang lain, misalnya dengan penghapusan masyarakat kelas.

4. Bahwa opresi terhadap perempuan menyebabkan penderitaan yang paling buruk bagi korbannya, baik secara kualitatif maupun kuantitatif, meskipun penderitaan yang ditimbulkan muncul dengan tidak disadari karena adanya prasangka seksis, baik dari pihak opresor maupun dari pihak korban.

5. Bahwa opresi terhadap perempuan memberikan model konseptual terhadap opresi yang lain.

Opresi terhadap kaum perempuan ini diklaim oleh femimins radikal sebagai akibat sistem patriarki yaitu: seluruh sistem kekuasaan laki-laki atas perempuan. Penguasa laki-laki, tatanan militer, industri, politik dan agama yang laki-laki, serikat- serikat buruh yang laki-laki dan kelompok kiri yang didominasi oleh laki-laki semuanya merupakan bagian dari patriarki yang memperkuat dan diperkuat oleh kekuasaan individu laki-laki atas perempuan dan anak-anak dalam keluarga mereka.54

Ideologi patriarki, menurut Millet dalam Sexual Politics, membesar-besarkan perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, dan memastikan bahwa laki-laki selalu mempunyai peran maskulin dan dominan, sedangkan perempuan selalu mempunyai peran yang subordinat, atau feminin dengan menggunakan sistem seks dan gender sebagai suatu rangkaian pengaturan untuk menransformasi seksualitas

54

biologis menjadi produk kegiatan manusia. Seperti halnya masyarakat patriarki menggunakan fakta tertentu mengenai fisiologi perempuan dan laki-laki (kromosom, anatomi, hormon) sebagai dasar untuk membangun serangkaian identitas dan perilaku feminin dan maskulin untuk memberdayakan laki-laki dan melemahkan perempuan. Dalam hal ini, masyarakat patriarki meyakinkan dirinya sendiri bahwa konstruksi budayanya adalah alamiah dan oleh sebab itu normalitas seseorang bergantung pada kemampuannya untuk menunjukkan identitas dan perilaku gender yang secara kultural dihubungkan dengan jenis kelamin biologis seseorang.55 Menurut Simone de Beauvoir terdapat beberapa hal mengenai streotip yang membedakan perempuan dan laki-laki dan hal ini mempertanyakan “what is a woman?”:56

1. Seorang laki-laki tidak pernah memulai untuk memprentasikan dirinya sebagai seorang individu dari seks yang benar. Ia tak perlu menekankan bahwa ia adalah seorang laki-laki. Seorang laki-laki berada di sisi yang benar menjadi seorang laki-laki, dan sebaliknya menjadi seorang perempuan adalah sisi yang salah.

2. Perempuan memiliki ovarium, sebuah uterus : hal inilah yang memenjarakan perempuan ke dalam subjektivitas, dan membatasi suatu hal yang alami dalam diri perempuan.

3. Humanitas adalah laki-laki, dan laki-laki mengartikan perempuan tidak seperti apa adanya perempuan, tetapi sebagai relativitas laki-laki.

55

Rosemarie Putnam Tong, Feminist Thought, terj Aquarini Priyatna Prabasmoro Bandung : Jalasutra, 2004, hal. 72

56

4. Laki-laki mampu berfikir dengan dirinya sendiri tanpa perempuan, tetapi sebaliknya perempuan tidak mampu berfikir akan dirinya sendiri tanpa laki-laki.

5. Perempuan merupakan apa yang laki-laki putuskan dan tetapkan. Perempuan dinamakan „the sex‟ dengan maksud bahwa perempuan muncul berguna untuk laki-laki sebagai „sexual being‟. Perempuan hanyalah seks- absolut seks, tidak lebih.

6. Perempuan diartikan dan dibedakan dengan referensinya terhadap laki- laki, bukan terhadap perempuan itu sendiri. Perempuan adalah suatu kebetulan. Dengan demikian laki-laki adalah subjek, laki-laki adalah absolut, sedangkan perempuan adalah yang lainnya (the Other).

Feminis Radikal mengklaim bahwa gender itu terpisah dari seks, dan masyarakat patriarki menggunakan peran gender yang kaku untuk memastikan bahwa perempuan tetap pasif (penuh kasih sayang, penurut, tanggap terhadap simpati dan persetujuan, baik ,dan ramah) dan laki laki tetap aktif (kuat, agresif, penuh rasa ingin tahu, ambisius, penuh rencana, bertanggung jawab, orisinil, dan kompetitif). Seks selama ini mungkin adalah gender, karena itu bagi masyarakat patriarki tubuh dikonstruksi untuk menampilkan suatu gender tertentu yang sudah dikonstruksi terlebih dahulu sebelum tubuh itu sendiri ada.57Karena itu cara bagi perempuan untuk menghancurkan kekuasaan laki-laki yang tidak layak atas perempuan, adalah dengan

57

Aquarini Priyatna Prabasmoro, Kajian Budaya Feminis Tubuh, Sastra dan Budaya Pop,Yogyakarta&Bandung, 2006, hal.52

pertama-tama menyadari bahwa perempuan tidak ditakdirkan menjadi pasif, seperti juga laki-laki tidak ditakdirkan menjadi aktif, dan kemudian mengembangkan kombinasi apapun dari sifat-sifat feminin dan maskulin yang paling merefleksikan kepribadian unik mereka masing-masing.58 Perempuan tidak seharusnya menjadi feminin dengan takaran nilai-nilai feminin yang ditentukan oleh masyarakat patriarki karena sesungguhnya begitu banyak perempuan mengandung kedua nilai-nilai baik feminin ataupun maskulin. Sehingga tidak selayaknya seorang perempuan harus terjebak untuk mengikuti nilai-nilai yang ditentukan oleh masyarakat patriarki tersebut.

Dalam dokumen Kekuasaan Negara atas Tubuh Perempuan St (Halaman 41-45)