PENGGUNAAN INTERNET
Bab 10 Fenomena E-commerce
£
Fenomena e-commerce pada usaha/perusahaan ekonomi kreatif di Indonesia, berdasarkan hasil SE2016 diindikasikan sebesar 50,87 persen usaha/ perusahaan ekonomi kreatif yang menggunakan internetGambar 48. Persentase Penerapan E-commerce Usaha/ Perusahaan Ekonomi Kreatif, 2016
72 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Menurut hasil Listing Sensus Ekonomi 2016, ditemukan sebanyak 3,9 persen usaha/perusahaan ekonomi kreatif di Indonesia. Dari sejumlah usaha/perusahaan ekraf yang menggunakan internet tersebut, sebanyak 50,87 persen memanfaatkannya untuk pembelian dan atau penjualan barang/jasa via internet, atau yang disebut dengan penerapan e-commerce. Hal ini berarti bahwa sudah lebih dari separuh usaha ekonomi kreatif yang telah menggunakan media internet, telah
menerapkan e-commerce. untuk melakukan transaksi penjualan dan
atau pembelian barang/jasa.
Fenomena e-commerce yang terjadi pada usaha/perusahaan yang berada
di Pulau Jawa, yakni sebesar 71,05 persen. Sedangkan yang paling sedikit
menerapkan e-commerce merupakan usaha/perusahaan ekonomi kreatif
yang berada di Pulau Maluku dan Papua, yakni hanya 0,56 persen usaha/ perusahaan.
Gambar 49. Persentase Penerapan E-commerce Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif menurut Pulau, 2016
73 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF
BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Gambar 50. Persentase Penerapan E-commerce Usaha/ Perusahaan Ekonomi Kreatif menurut Provinsi, 2016
74 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Jika dilihat berdasarkan provinsinya, D.I. Yogyakarta merupakan provinsi yang memiliki persentase terbesar usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang menerapkan e-commerce dari usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang memanfaatkan media internet, yaitu sebesar 75,70 persen. Provinsi berikutnya yang usaha/perusahaannya telah banyak menerapkan e-commerce adalah Provinsi Banten (69,64 persen), Provinsi Jawa Tengah (65,97 persen) dan selanjutnya Provinsi Lampung (65,48 persen). Usaha/ perusahaan ekonomi kreatif di provinsi lainnya juga telah cukup banyak
menerapkan e-commerce, persentasenya ada pada rentang 25 sampai
65 persen. Hanya dua provinsi yang persentase usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang menerapkan e-commerce kurang dari 25 persen, yakni Provinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 24,39 persen dan Provinsi Sumatera Utara sebanyak 16,45 persen.
Gambar 51. Persentase Penerapan E-commerce Usaha/ Perusahaan Ekonomi Kreatif pada 20 Kota Terbesar yang Menerapkan, 2016
Di antara 99 kabupaten/kota seluruh Indonesia, kabupaten/ kota yang usaha/perusahaan ekonomi kreatifnya paling banyak
menerapkan e-commerce adalah Kota Bandung di Jawa Barat yaitu
sebanyak 8,84 persen dari seluruh usaha/perusahaan ekonomi kreatif pengguna e-commerce di 99 kabupaten/kota tersebut. Kota kedua yang paling banyak menggunakan e-commerce adalah Kota Surabaya di Jawa Timur yakni sebanyak 7,05 persen, disusul kemudian adalah Kota Jakarta Selatan di DKI Jakarta yakni sebanyak 6,29 persen. Urutan berikutnya adalah Kota Depok di Jawa Barat dengan usaha/perusahaan ekonomi kreatifnya yang menggunakan e-commerce sebanyak 4,87 persen, disusul berikutnya adalah Kota Jakarta Pusat di DKI Jakarta yakni sebanyak 4,08 persen.
£
Sebanyak 94,12 persen usaha ekonomi kreatif di kabupaten kepulauan seribu yang memanfaatkan media internet, telah menggunakan e-commerce75 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF
BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
10.2 E-commerce dan subsektor
Berdasarkan hasil Listing SE2016, bila dilihat dari subsektornya,
fenomena e-commerce terbesar terlihat pada subsektor desain
komunikasi visual, yaitu sebanyak 81,72 persen disusul usaha/ perusahaan pada subsektor aplikasi dan game developer, sebesar 77,24 persen. Subsektor berikutnya yang juga banyak menerapkan e-commerce adalah subsektor desain produk yakni sebesar 72,21 persen. Sedangkan fenomena e-commerce terendah berada pada subsektor kuliner, yakni 38,86 persen. Untuk subsektor yang lain, persentase usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang telah menerapkan e-commerce telah lebih dari 50 persen.
£
Penerapan e-commerce paling tinggi diindikasikan berada pada subsektor desain komunikasi visualGambar 52. Persentase Penerapan E-commerce Usaha/ Perusahaan Ekonomi Kreatif menurut Subsektor Ekraf, 2016
WARALABA
79 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF
BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Waralaba (franchise) merupakan bentuk kerjasama bisnis, dimana
ada pihak yang menerima/memanfaatkan hak kekayaan intelektual (HAKI) berupa merek dagang, nama, hingga manajemen usaha dari pihak pemberi/pemilik. Sebagai imbalannya, pihak pemberi akan memperoleh balas jasa sesuai persyaratan yang telah disepakati. Dengan persentase sebesar 0,26 persen usaha yang menerapkan konsep bisnis waralaba. Hal ini mengindikasikan bahwa penerapan konsep bisnis waralaba pada usaha-usaha ekonomi kreatif belum cukup diminati. Sisi lain yang dapat dimaknai dari angka tersebut yaitu penerapan sistem waralaba merupakan peluang bisnis baru yang terbuka lebar untuk dikembangkan.
Bab 11
Waralaba
£
Penerapan sistem waralaba merupakan peluang bisnis baru yang terbuka lebar untuk dikembangkanGambar 53. Persentase Sebaran Usaha/Perusahaan Ekonomi Kreatif yang Menerapkan Sistem Waralaba Menurut Provinsi, 2016
80 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Dari 0,26 persen usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang telah menjalankan sistem waralaba, 70,80 persennya terpusat di Pulau Jawa. Sedangkan 29,20 persen sisanya tersebar di 28 provinsi lain. Jawa Barat tercatat sebagai provinsi dengan persentase tertinggi yaitu 22,48 persen. Provinsi dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi kedua ini juga memiliki jumlah pelaku usaha ekonomi kreatif terbanyak di Indonesia (sekitar 1,5 juta usaha).
Hasil SE2016 juga menyajikan informasi terkait gambaran penerapan sistem waralaba di level kabupaten/kota sensus, yaitu di 99 kabupaten/kota. Daerah konsentrasi penerapan sistem waralaba pada usaha/perusahaan ekonomi kreatif terjadi di wilayah ibukota dan sekitarnya.
Hal ini terbilang wajar karena iklim industri ekonomi kreatif pada tujuh kota besar tersebut saat ini terbilang cukup kondusif. Kota Administrasi Jakarta Selatan tercatat sebagai kota sensus yang paling dominan dengan persentase penerapan sistem waralaba sebesar 8,88 persen. Dengan kata lain, Kota Administrasi Jakarta Selatan memiliki kontribusi hampir 9 persen terhadap total usaha/perusahaan yang telah menerapkan sistem waralaba secara nasional.
Jika dilihat menurut subsektor ekonomi kreatif, diperoleh informasi bahwa subsektor kuliner berada di posisi terdepan dalam menerapkan konsep bisnis waralaba (80,01 persen). Diikuti subsektor fashion dan kriya di posisi kedua dan ketiga dengan persentase masing-masing 10,52 persen dan 4,64 persen. Tiga subsektor tersebut memiliki kontribusi sekitar 95 persen terhadap keseluruhan usaha/perusahaan ekonomi kreatif yang menerapkan sistem waralaba di Indonesia.
£
Konsentrasi penerapan sistem waralaba pada usaha/ perusahaan ekonomi kreatif terjadi di wilayah ibukota dan kota- kota besarGambar 54. Persentase Tujuh Kota dengan Usaha/Perusahaan Paling Dominan dalam Menerapkan Sistem Waralaba, 2016
81 PROFIL USAHA/PERUSAHAAN 16 SUBSEKTOR EKRAF
BERDASARKAN SENSUS EKONOMI 2016 (SE2016)
Tingginya geliat bisnis waralaba pada tiga subsektor tersebut tidak terlepas dari peran perkembangan dunia teknologi yang begitu pesat. Pemilik usaha kuliner, fashion, dan kriya tentu akan sangat terbantu oleh berbagai kemudahan dan itur yang ditawarkan aplikasi-aplikasi digital. Misalnya untuk melakukan promosi melalui media sosial, pemasaran, dan juga riset untuk diversiikasi produk. Ditambah fasilitas pengiriman barang akan menjadi lebih mudah dengan semakin banyaknya usaha logistik/jasa pengiriman barang. Kombinasi dari dua hal tersebut tentu akan menjadi amunisi penting bagi pengusaha ekonomi kreatif dalam mendulang setinggi-tingginya omzet usaha.