• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Pembentukan Plasma

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 60-64)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Fenomena Pembentukan Plasma

Fenomena terbentuknya plasma pada proses elektrolisis plasma karena dilakukan pada tegangan tinggi pada suhu tertentu sehinga menyebabkan loncatan listrik (bunga api listrik) akibat adanya elektron yang tereksitasi pada larutan yang mempunyai konduktifitas cukup tinggi. Plasma tersebut akan menghasilkan spesi-spesi reaktif dalam jumlah besar sehingga dapat meningkatkan pemutusan ikatan pada air sehingga meningkatkan pembentukan hidrogen hingga 8 kali lipat dibanding proses elektrolisis biasa (Mizuno, et al, 2003). Penggunaan tabung katoda pada penelitian ini ditujukan untuk penghubung antara fasa liquid dan fasa gas di daerah terbentuknya plasma yaitu disekeliling katoda dan juga sebagai media sirkulasi antara cairan yang ada didaerah anoda dengan cairan yang ada didaerah katoda agar plasma yang terbentuk menjadi lebih stabil. Pada elektrolisis plasma, plasma terbentuk pada jarak terdekat elektroda. Pijaran plasma yang dihasilkan dominan berwarna ungu jika menggunakan larutan KOH seperti pada Gambar 4.1 Mizuno (2003) menyebutkan bahwa warna plasma yang terbentuk adalah ungu dikarenakan adanya eksitasi elektron dari ion kalium. Warna ion kalium saat terbakar berwarna ungu. Warna ungu ini juga menandakan bahwa ketika terjadinya plasma terjadinya konsumsi (reaksi) kalium yang berasal KOH. Sedangkan warna yang plasma yang terbentuk jika menggunakan larutan KOH dengan penambahan aditif yaitu larutan metanol maka warna plasma yang dihasilkan adalah biru seperti pada

Gambar 4.2, hal ini disebabkan adanya ion hidrokarbon dimana atom karbon bila tereksitasi akan memancarkan warna biru-putih (Barros, 2008).

Gambar 4.1. Warna plasma larutan KOH Gambar 4.2. Warna plasma dengan penambahan aditif

Proses elektrolisis Faraday berlangsung hingga suhu mendekati 66 0C (pada tegangan 150 V). Pada suhu 640 C pada tegangan awal 150 V, mulai terbentuk bunga api plasma pada katoda di dalam ruang katoda. Saat plasma mulai terbentuk pada katoda, diiringi dengan turunnya arus secara tiba – tiba. Arus yang tertahan akan menghasilkan sejumlah panas dalam jumlah yang signifikan, yang mengambil elektron dari molekul-molekul gas menghasilkan suatu aliran gas yang terionisasi, atau plasma. Adapun setelah plasma terbentuk, arus menjadi tidak stabil dengan kecenderungan menurun. Hal ini terjadi karena pada saat plasma muncul, terbentuk 2 fasa di dalam reaktor yaitu fasa larutan (bersifat konduktif) dan gas. Kemunculan plasma kemudian akan membuat konduktivitas larutan menjadi lebih kecil dan akibatnya arus yang melewati larutan akan menurun. Arus yang turun menyebabkan konsumsi energi juga menurun karena daya listrik beranding lurus dengan arus dan tegangan.

Arus yang turun pada saat plasma muncul, juga dapat dijelaskan menggunakan teori peningkatan tahanan larutan saat suhu larutan semakin tinggi. Dari persamaan 4.1 berikut ini :

ܴ = ܴݔ݁ఈ் (4.1)

dapat diketahui hubungan antara tahanan dengan suhu media yang dilalui listrik. Dari Persamaan 4.1, terlihat bahwa resistensi listrik berbanding lurus dengan suhu (secara eksponensial). Semakin besar suhu, maka tahanan listrik akan semakin besar.

Berdasarkan analisis ketika terjadinya plasma pada proses elektrolisis plasma, resistansi mengalami peningkatan yang signifikan ketika mulai terbentuknya plasma. Elektron mengalami banyak lintasan perpindahan (tereksitasi) yang diiringi dengan

pelepasan energi sehingga menyebabkan tahanan meningkat. Hal ini diperkuat ketika telah dilakukan elektrolisis plasma, sampel larutan diukur resistansinya dan mengalami peningkatan dibanding sebelum elektrolisis plasma. Peningkatan tahanan yang signifikan ketika terjadinya plasma akan mempengaruhi arus yang mengalir. Hubungan arus dengan resistansi seperti pada persamaan 4.2 dibawah ini.

V = i . R (4.2)

Sehingga dapat diketahui bahwa meningkatnya tahanan yang signifikan menyebabkan arus yang mengalir mengalami penurunan pula, apabila tegangan dijaga konstan.

Karakteristik fenomena elektrolisis plasma dari awal (sebelum elektrolisis) sampai elektrolisis plasma berjalan stabil dapat dilihat pada Gambar 4.3 sampai Gambar 4.6 berikut ini:

Gambar 4.3. Sebelum proses elektrolisis Gambar 4.4. Proses elektrolisis berlangsung

Gambar 4.5. Awal proses elektrolisis plasma Gambar 4.6. Proses elektrolisis plasma stabil

Pada awal (sebelum proses elektrolisis) pada Gambar 4.3 terlihat larutan KOH yang digunakan masih jernih. Produksi hidrogen juga berbeda pada saat sebelum dan sesudah terbentuk plasma. Pada saat sebelum terbentuk plasma (proses elektrolisis), hidrogen yang diproduksi cenderung kecil dan stabil ditandai dengan adanya gelembung disekitar katoda dan larutan KOH secara visual terlihat keruh yang ditunjukkan pada Gambar 4.4, sedangkan pada saat sesudah terbentuk plasma (awal elekrolisis plasma), sudah mulai terbentuk plasma berwarna ungu kemerahan dan larutan KOH secara visual

larutan yang dipakai sudah mulai jenuh akibat adanya tegangan yang tinggi. Adapun laju alir yang dihasilkan akan semakin besar dan tidak stabil. Hal ini terjadi karena pada suhu yang semakin tinggi, maka penguapan yang terjadi pada air di larutan akan semakin besar sehingga menyebabkan laju alir gas produk pun semakin besar. Akan tetapi pada suhu yang mendekati titik didih air maka laju alir gas produk akan kembali menurun akibat terbentuknya spesi uap air yang menghambat produktifitas hidrogen. Adapun ketidakstabilan juga dipengaruhi oleh besar/kecilnya wujud plasma. Semakin besar wujud plasma, maka produksi hidrogen akan semakin besar karena pada kondisi plasma yang besar, pembentukan radikal – radikal *OH, *H, dan *OH2semakin intensif sehingga produksi gas hidrogen pun semakin besar yang ditunjukkan pada Gambar 4.6.

Kemunculan plasma juga diiringi suara gemuruh yang muncul dari reaktor yang disebabkan oleh terbentuknya fasa gas di dalam reaktor ditunjukkan pada Gambar 4.5 dan Gambar 4.6. Munculnya suara gemuruh ini tidak dipermasalahkan selama arus tidak melebihi 10 A (spesifikasi power analyzer hanya mampu digunakan hingga arus 10 Ampere) dan daya tidak melebihi 3000 Watt (slide regulator yang digunakan memiliki spesifikasi untuk daya maksimal 3000 Watt). Terbentuknya plasma sangat dipengaruhi oleh tegangan yang digunakan pada proses elektrolisis plasma, pengaruh tegangan terhadap waktu pembentukan plasma dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Pengaruh tegangan terhadap waktu pembentukan plasma

Tegangan (V) Bentuk plasma Waktu (detik) Suhu (oC)

150 kecil 67 66

180 sedang 39 51

225 Cukup besar 31 50

240 besar 24 49

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa semakin tinggi tegangan yang digunakan maka akan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan plasma, hal ini disebabkan tegangan yang tinggi akan memicu proses penjenuhan ikatan molekul air (H2O). Pada tegangan 240 V waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan plasma adalah 24 detik artinya sebelum waktu tersebut berlangsung proses elektrolisis faraday yang ditandai adanya gelembung di sekitar katoda artinya terjadi penjenuhan ikatan molekul H2O ditunjukkan pada Gambar 4.3. Tabel 4.1 juga menunjukan hubungan suhu sesaat

terbentuknya plasma dengan tegangan, semakin tinggi tegangan yang digunakan untuk proses elektrolisis plasma maka suhu pada saat terbentuknya plasma juga semakin rendah. Sementara tegangan juga mempengaruhi bentuk plasma yaitu semakin besar tegangan yang digunakan pada penelitian ini maka akan semakin banyak elektron yang mengalami eksitasi (loncatan listrik) sehingga akan mempengaruhi bentuk plasma menjadi semakin besar. Pada Tabel 4.1 menunjukkan pada tegangan 240 V plasma terbentuk paling besar

Saat plasma mulai terbentuk, maka pengambilan data – data dapat dilakukan. Dalam pengambilan data dibutuhkan perlatan sistem pendingin. Sistem pendingin yang digunakan adalah sebuah coil yang terpasang didalam reaktor yang fungsinya mengalirkan air masuk reaktor dan keluar ke dalam steinless steel yang disirkulasikan ke dalam wadah berisi air dingin yang dicampur dengan es dengan menggunakan pompa sentrifugal. Coil tersebut memiliki dwifungsi yaitu sebagai sistem pendingin selain itu juga digunakan sebagai logam anoda. Sistem pendingin ini adalah merupakan modifikasi dari sistem pendingin sebelumnya dengan menghindarkan kontak secara langsung dengan larutan yang digunakan selama proses elektrolisis plasma berlangsung yang bertujuan untuk menjaga kestabilan plasma dalam proses elektrolisis plasma tersebut.

Dalam dokumen UNIVERSITAS INDONESIA (Halaman 60-64)

Dokumen terkait