• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING

PENDAHULUAN

Campuran garam karboksilat kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat, sedangkan campuran metil ester kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Kemungkinan onggok terpisah dari garam karboksilat dan metil ester dalam cairan rumen sehingga onggok dapat difermentasi oleh mikroba rumen. Selanjutnya garam karboksilat, dan metil ester tidak terionisasi dalam rumen. Sebaliknya garam karboksilat dan metil ester sebagai elektrolit diduga terionisasi sempurna dalam kondisi asam dalam abomasal.

In vitro merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan fermentabilitas dan degradasi bahan dalam cairan rumen. Cara ini sebagai tiruan proses pencernaan ternak ruminansia. Fermentabilitas ditunjukkan oleh konsentrasi amonia (NH3

Pencernaan yang normal dalam rumen ditunjukkan oleh konsentrasi NH ) dan konsentrasi asam lemak volatile (volatile fatty acid, VFA) total. Degradasi juga dapat diukur dengan cara in vitro dan biasanya dinyatakan dalam persentase degradasi bahan kering (McDonald et al. 2002). Keunggulan metode in vitro diantaranya waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan metode lain seperti in vivo dan in situ.

3

dan VFA total dalam kisaran normal yaitu konsentrasi NH3 8-21 mM dan VFA 80-160 mM dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup mikroba dan ternak (McDonald et al. 2002). Kisaran normal untuk degradasi bahan kering dalam cairan rumen 50-70%. Karena itu, tujuan penelitian untuk mengevaluasi efek penambahan campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester kering dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering dalam cairan rumen.

MATERI DAN METODE

Potensi minyak ikan sumber asam lemak Analisis asam lemak

Gambar 1 Tahapan Penelitian

Materi Penelitian

Konsentrat yang diuji berbahan dasar onggok, dedak padi, bungkil kelapa sawit, bungkil kedelai, campuran mineral dan vitamin. Konsentrat mengandung protein kasar rendah 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%). Komposisi kimia konsentrat (Tabel 1). Cairan rumen untuk media fermentasi berasal dari dua ekor sapi diperoleh dari rumah potong hewan.

Hidrolisis asam dari minyak ikan (katalisis kalor)

Metanolisis dari minyak ikan (katalisis kalor)

Campuran garam karboksilat kering (CGKK)

Campuran metil ester kering (CMEK)

Konsentrat sumber energi (PK 14 %, SK 12%)

Uji in vitro (konsentrasi amonia, VFA total, degradasi bahan)

Konsentrat dengan CGKK untuk ruminansia

Konsentrat dengan CMEK untukruminansia

Tabel 1 Komposisi kimia konsentrat Komposisi Kadar (%) Air 9,41 Abu 9,30 Lemak kasar 3,57 Protein Kasar 14.41 BETN 63,21 Serat kasar 11,71

Total nutrien tercerna 64,31

Hasil analisis di laboratorium Teknologi Pakan FAPET, IPB.

TDN = 47,93-0,7452 SKc + 0,4758 PKc + 0,9990 LKc + 0,3591 BETNc

Perlakuan

Level CGKK dan CMEK yang ditambahkan dalam konsentrat 15 gkg-1, 30 gkg-1, 45 gkg-1, dan 60 gkg-1

K-0 = konsentrat

. Konsentrat yang diuji sebagai berikut:

K-15 = K-0 + 15 gkg-1 K-30 = K-0 + 30 gkg CGKK -1 K-45 = K-0 + 45 gkg CGKK -1 K-60 = K-0 + 60 gkg CGKK -1 M-0 = konsentrat CGKK M-15 = M-0 + 15 gkg-1 M-30 = M-0 + 30 gkg CMEK -1 M-45 = M-0 + 45 gkg CMEK -1 M-60 = M-0 + 60 gkg CMEK -1 CMEK . Metode Penelitian

Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering(CGKK)

Pengolahan minyak ikan dilakukan untuk memudahkan penyampuran dengan pakan lain dalam konsentrat. Prinsip pembuatan CGKK yaitu hidrolisis minyak ikan dengan larutan asam.

Minyak ikan dicampur dengan larutan HCl lalu dikocok. Selanjutnya campuran ditambah aquades dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit. Asam lemak bebas atau asam karboksilat yang dihasilkan dari hidrolisis asam

minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih dan diaduk, lalu disimpan pada suhu ruangan sehingga garam karboksilat terbentuk ke permukaan.

Air yang berada di bagian bawah dibuang, lalu garam karboksilat yang dihasilkan dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Campuran onggok dan garam karboksilat (COGK) dikeringkan dalam oven pada suhu 32o

Penambahan garam karboksilat dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COGK dengan mikroba karena COGK mengandung air.

C. Hasil pengeringan COGK merupakan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat.

Pembuatan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)

Tujuan pengolahan minyak ikan untuk mempermudah penyampuran dengan konsentrat. Prinsip pembuatan CMEK yaitu metanolisis minyak ikan dengan larutan metoksida.

Minyak ikan dilarutkan dalam heksan lalu dipanaskan pada suhu 60oC selama 15 menit. Setelah itu larutan minyak ikan dalam heksan dicampur dengan larutan metoksida, lalu disimpan pada suhu ruangan sampai cairan di bagian bawah berwarna bening. Air yang berlebih dibuang, lalu metil ester dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Setelah itu campuran onggok metil ester (COME) dikeringkan dalam oven pada suhu 32o

Penambahan metil ester dengan onggok untuk memudahkan penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COME dengan mikroba karena COME mengandung air dan untuk memudahkan penyimpanan.

C. Hasil pengeringan COME merupakan campuran metil ester kering (CMEK), disimpan dalam kantong polietilen berwarna gelap untuk menghindari kontak dengan udara dan cahaya. CMEK dapat dicampur dengan konsentrat.

Tahapan Penelitian

Penelitian diawali dengan analisa asam lemak dalam minyak ikan untuk mengetahui profil dan konsentrasi asam lemak yang terkandung dalam minyak ikan. Dilanjutkan dengan pembuatan campuran garam karboksilat dan pembuatan campuran metil ester kering sebagai pengolahan minyak ikan.

Uji in vitro dilakukan untuk menghasilkan konsentrat dengan campuran garam karboksilat kering, dan konsentrat dengan campuran metil ester kering untuk ternak ruminansia. Tahapan-tahapan penelitian (Gambar 1).

Rancangan Penelitian

Rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 kelompok digunakan untuk penelitian. Unit percobaan yang digunakan tidak seragam seperti cairan rumen sehingga pengelompokan berdasarkan asal cairan rumen sapi.

Peubah

Peubah fermentabilitas yang diamati: (1) konsentrasi amonia (metode Conway, AOAC 1991), (2) konsentrasi VFA total (metode destilasi uap, AOAC 1991). Peubah kecernaan dalam rumen yang diamati adalah degradasi bahan kering (Tilley dan Terry 1963).

Model

Model tetap dari model linier aditif Yij = μ + Ti + βj + εij , Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j, µ = rataan umum, Ti = pengaruh perlakuan ke-i, βj = pengaruh kelompok ke-j dan εij =

Analisis Data dan Cara Penafsiran Data

pengaruh galat dari perlakuan dan kelompok.

Analisis varian digunakan untuk mengevaluasi efek level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat. Berikutnya uji Duncan digunakan untuk membandingkan efek 1 level CGKK atau 1 level CMEK dengan level yang lain. Selanjutnya nilai peubah yang dihasilkan oleh level CGKK dan level CMEK dalam ransum dirujuk ke kisaran normalnya. Jika nilai konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat dalam kisaran normal konsentrasi amonia, VFA total dan degradasi konsentrat pada umumnya disimpulkan konsentrat dengan level CGKK, dan level CMEK layak diberikan ke ternak ruminansia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)

Minyak ikan lemuru dengan konsentrasi EPA (%b/b dari lemak) tertinggi dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensialnya (EPA 7,8%b/b vs asam sterat 0,9 %b/b, asam oleat 2,1%b/b, asam linoleatr 0,3%b/b, asam linolenat 0,2 %b/b, dan DHA 3,1 %b/b) digunakan untuk pembuatan CGKK dan CMEK. Hidrolisis asam digunakan untuk pengolahan minyak ikan karena cara ini lebih cepat dibandingkan dengan hidrolisis basa sehingga asam lemak bebas tidak banyak teroksidasi. Minyak ikan sebagai lemak terhidrolisis oleh larutan HCL (1:2,5 b/v). Hidrolisis asam terhadap minyak ikan bertujuan untuk memperoleh asam lemak bebas, padahal asam lemak tak jenuh bebas dapat teroksidasi. Karena itu hasil hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih untuk memperoleh garam karboksilat. Konsentrasi larutan KOH berdasarkan angka asam. Campuran garam karboksilat dicampur dengan onggok (COGK). Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:5 b/b. Suhu dalam oven 320C digunakan untuk mengeringkan COGK karena suhu dalam ruangan 300

Minyak ikan dimetanolisis dengan larutan kalium metoksida. Metanolisis minyak ikan dengan larutan kalium metoksida yang digunakan untuk pengolahan minyak ikan. Kalium metoksida yang dihasilkan oleh larutan kalium hidroksida dalam metanol tidak terionisasi. Jumlah metoksida yang digunakan untuk metanolisis sama dengan jumlah KOH pada pembuatan CGKK. Jumlah onggok yang ditambahkan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b. Suhu dalam oven 32

C untuk memperoleh campuran garam karboksilat kering (CGKK) dengan kadar air 15 persen.

0

C digunakan untuk mengeringkan COME karena suhu dalam ruangan 300C. Lama pengeringan 7 hari dibutuhkan untuk memperoleh campuran metil ester kering (CMEK) dengan kadar air 15 persen.

(a) (b)

Gambar 2 Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester kering (2)

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi Amonia

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-15 tidak berbeda dengan K-0 sedangkan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30, K-45, dan K-60 lebih rendah dibandingkan dengan K-0. Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 dan K-45 lebih tinggi dibandingkan K-60. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30 lebih tinggi dibandingkan dengan K-45 (Tabel 2). Fenomena ini menunjukkan penambahan CGKK dalam konsentrat sapi perah menurunkan konsentrasi amonia.

Hingga level 15 gkg-1 (K-0 dan K-15) konsentrasi amonia tidak berubah (K-0 7,9 mM vs K-15 8,1 mM). Namun mulai penambahan CGKK 30 gkg-1

Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-15 dan M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Sebaliknya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi M-60 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan penambahan CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi amonia dalam cairan rumen semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia masih dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam rumen (4,3-8,1mM vs 8-21mM).

dalam konsentrat sapi perah signifikan mempengaruhi konsentrasi amonia. Hingga level 30 gkg-1

Tabel 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK (M-15 dan M-30) konsentrasi amonia meningkat (M-15 9,6 mM dan M-30 8,9 mM vs M-0 8,0 mM). amonia Perlakuan Amonia (mM) K-0 7.9a K-15 8.1a K-30 6.2b K-45 5.3c K-60 4.3b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan) Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1 K-45 = K-0 + 45 gkg CGKK, -1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK Mulai penambahan 45 gkg-1

Tabel 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (M-45 dan M-60 vs M-0). Semakin tinggi level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi amonia semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia tersebut masih dalam kisaran normal untuk mendukung kehidupan mikroba dalam rumen.

amonia Perlakuan Amonia (mM) M-0 8.0c M-15 9.6a M-30 8.9b M-45 M-60 5.7 5.0 d e

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1

M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK,

-1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Fenomena di atas berindikasi mikroba pencerna protein (proteolitik) dalam rumen mampu bertoleransi dengan level CGKK dan CMEK sehingga penetrasi mikroba pada partikel pakan tidak terganggu. Batas toleransi mikroba

proteolitik terhadap dosis CGKK lebih rendah dibandingkan dengan CMEK yang berdampak pada penurunan konsentrasi amonia (K-30 vs M-45).

Penurunan konsentrasi amonia oleh peningkatan level CGKK dan CMEK dalam konsentrat diduga disebabkan oleh peningkatan populasi bakteri amilolitik. Kebutuhan amonia untuk sintesa protein pada bakteri amilolitik lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri lainnya. Dominasi populasi amilolitik dengan kebutuhan amonia yang tinggi untuk sintesa protein berdampak pada penurunan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK lebih tinggi atau sama dengan 30 gkg-1 dan konsentrat dengan CMEK lebih tinggi atau sama dengan 45 gkg-1

Perbedaan batas toleransi mikroba proteolitik terhadap level CGKK dan level CMEK disebabkan oleh perbedaan teksturnya. Kemampuan penetrasi oleh mikroba rumen pada partikel pakan sangat tergantung pada zona pakan dalam cairan rumen. CMEK dalam zone slurry berada dibagian atas sedangkan CGKK dalam zona padat berada di bawah zona slurry dalam cairan rumen. Berdasarkan perbedaan zona ini diduga posisi populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen berada di zona slurry. Karena itu, batas toleransi terhadap level CMEK lebih tinggi dibandingkan dengan level CGKK.

.

Konsentrat dengan kadar pati tinggi (BETN 50% vs 25%) dengan minyak safflower dengan kandungan asam linoleat tinggi atau asam oleat tinggi tidak menurunkan konsentrasi amonia cairan rumen (Hristov et al. 2005). Sebaliknya hasil penelitian, konsentrat dengan kadar BETN tinggi (57% vs 25%) dengan CGKK atau CMEK menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen. Perbedaan hasil-hasil penelitian ini berindikasi konsentrasi amonia dalam cairan rumen dipengaruhi oleh sumber dan konsentrasi asam lemak dalam pakan.

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA Total

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-15, K-30, K-45, dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-45 dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-15 dan K-30 (Tabel 4). Mulai penambahan CGKK 15 gkg-1 konsentrasi VFA total lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K-15, K-30, K-45, dan K-60 vs K-0). Semakin

tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total semakin meningkat dalam cairan rumen. Walaupun demikian konsentrasi VFA total dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen.

Peningkatan konsentrasi VFA total menunjukkan peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat tidak menghambat aktifitas mikroba pencerna karbohidrat. Hal ini berindikasi cairan aktivitas mikroba pencerna karbohidrat tidak bergantung pada zona dalam rumen. Hal ini berbeda dengan yang ditunjukkan oleh konsentrasi amonia, aktifitas mikroba proteolitik bergantung pada zona dalam cairan rumen Perbedaan ini berindikasi bahwa penyebaran mikroba pencerna karbohidrat seperti mikroba amilolitik lebih luas dibandingkan dengan populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen, sehingga toleransi bakteri pencerna karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri pencerna protein terhadap peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam ransum.

Tabel 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Perlakuan VFA Total (mM)

K-0 60.4c K-15 61.0 K-30 b 61.2 K-45 ab 61.5 K-60 a 61.7a

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1

K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK,

-1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 5). Mulai level 15 gkg-1 CMEK konsentrasi VFA total meningkat (M-15 61,3 mM, M-30 61,6 mM, M-45 61,3 mM dan M-60 61,2 mM). Walaupun demikian, konsentrasi VFA total tersebut dibawah kisaran normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Menurut McDonal et al. (2002), kisaran normal konsentrasi VFA total 80-160mM.

Tabel 5 Pengaruh level penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1

M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK,

-1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Walaupun konsentrasi VFA total meningkat oleh peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA total. Rendahnya konsentrasi VFA total akibat rendahnya kadar serat kasar dalam konsentrat. Onggok yang terkandung dalam konsentrat dapat difermentasi menjadi VFA tetapi tidak semuanya difermentasi dalam cairan rumen. Sebagian pati dicerna di lokasi lain dalam alat pencernaan ruminansia. Di samping itu, waktu fermentasi yang digunakan untuk fermentasi konsentrat 4 jam pada penelitian ini, padahal Sahrir (2009), persentase gula tereduksi pati menurun pada waktu fermentasi 4 jam. Hal itu diduga sebagai penyebab konsentrasi VFA total rendah dalam cairan rumen, hasil fermentasi konsentrat dengan atau tanpa CGKK atau CMEK oleh bakteri rumen.

Hasil penelitian memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), produk pengolahan minyak seperti sabun kalsium berbahan dasar minyak kedelai dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Hasil penelitian ini menunjukkan level 15 gkg-1

Konsentrat yang digunakan untuk penelitian termasuk konsentrat dengan kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tinggi (BETN 57% vs 25%). Menurut Rotger et al. (2006) dan Douglas et al. (2007), BETN termasuk karbohidarat non struktural (nonstructural carbohydrate, NSC) atau karbohidrat non serat (nonfiber

hasil pengolahan minyak ikan seperti CGKK dan CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Persamaan hasil-hasil penelitian ini menunjukkan efek penambahan hasil pengolahan minyak dengan metode hidrolisis dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total.

Perlakuan VFA Total (mM)

M-0 60.4c M-15 61,3 M-30 b 61.6 M-45 a 61.3 M-60 b 61.2b

carbohydrate, NFC), atau pati (Mach et al. 2006). Konsentrat dengan kadar protein kasar 18% dan pati tinggi dengan minyak biji kapuk tidak menurunkan tetapi meningkatkan konsentrasi VFA total ( Cooke et al. 2007).

Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Degradasi Konsentrat

Degradasi konsentrat K-0, K-15, K-30, dan K-45 lebih tinggi dibandingkan dengan K-60. Degradasi konsentrat K-15 sama dengan K-60. Seperti halnya degradasi K-0 sama dengan K-15, K-30 dan K-45, K-15 sama dengan K-30 dan K-45, dan K-30 sama dengan K-45 (Tabel 6). Hingga level 45 gkg-1

Tabel 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi (panambahan CGKK) degradasi konsentrat tidak berubah (K-15 60,72%, M-30 61,23%, K-45 61,02% vs K-0 64,36%. Level 60 gkg-1 CGKK pada konsentrat (K-60) degradasi konsentrat mulai menurun.

bahan kering Perlakuan Degradasi (%) K-0 64.36a K-15 60.72ab K-30 61.23a K-45 61.01a K-60 51.60b

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : K-0 = konsentrat, K-15 = K-0 + 15 gkg-1 CGKK, K-30 = K-0 + 30 gkg-1

K-45 = K-0 + 45 gkg

CGKK,

-1 CGKK, K-60 = K-0 + 60 gkg-1 CGKK

Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), hasil pengolahan minyak dengan cara hidrolisis menurunkan kecernaan ransum. Perbedaan ini menunjukkan efek produk hidrolisis minyak kedelai berbeda dengan efek produk hidrolisis minyak ikan terhadap kecernaan atau degradasi bahan kering in vitro.

Degradasi yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya degradasi konsentrat yang dihasilkan oleh M-15 lebih rendah dibandingkan dengan M-45, dan M-30 lebih rendah dibandingkan M-0, M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 6). Fenomena ini berarti penambahan CMEK dalam konsentrat menurunkan degradasi dalam

cairan rumen. Mulai dosis 15 gkg-1

Tabel 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi (M-15, M-30, M-45) degradasi konsentrasi konsentrat langsung menurun (15 55,77%, 30 54,7% , 45 61,13% dan M-60 54,90%). Walaupun demikian, degradasi bahan kering yang dihasilkan oleh konsentrat dalam kisaran dalam degradasi konsentrat yang layak diberikan kepada ternak (kisaran normal 50-70%).

bahan kering

Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji duncan)

Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1

M-45 = M-0 + 45 gkg

CMEK,

-1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK

Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Alexander et al.(2002), efek produk pengolahan minyak biji bunga matahari dengan metode hidrolisis dalam ransum menurunkan kecernaan ransum in vivo. Persamaan ini menunjukkan bahwa efek penambahan hasil pengolahan minyak kedelai dengan cara hidrolisis dalam ransum sama dengan efek hasil pengolahan minyak ikan dengan cara hidrolisis, dan metanolisis konsentrat menurunkan degradasi bahan kering dalam cairan rumen. Selanjutnya hal ini menunjukkan sabun kalsium minyak biji bunga matahari, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering menurunkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi partikel pakan dalam cairan rumen. Hal ini bermanfaat untuk pakan dengan kandungan protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein mudah terdegradasi, memungkinkan proporsi protein by pass lebih banyak yang lolos ke pasca rumen.

Indikasi ini berimplikasi hasil pengolahan minyak ikan dan minyak sayur berefek defaunasi yaitu menghambat atau mengurangi populasi protozoa dalam rumen. Penambahan garam kalsium, sabun kalsium, CGKK, dan CMEK dalam konsentrat berarti peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (unsaturated fatty acids, USFAs) dalam konsentrat. Menurut Hristov et al. (2004), USFA toksik terhadap protozoa dalam rumen. Tingkat kemampuan antiprotozoa dari

Perlakuan Degradasi (%) M-0 64.36a M-15 55.77c M-30 54.72e M-45 61.13b M-60 54.90d

USFA bergantung pada tingkat ketidak jenuhan dari asam lemak (jumlah ikatan rangkap dalam asam lemak). Semakin banyak ikatan rangkap dalam asam lemak semakin tingg kemampuan anti protozoanya.

Peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam rumen. Sebaliknya peningktan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat menurunkan konsentrasi ammonia hasil fermentasi oleh bakteri rumen. Hal ini berindikasi protozoa yang terdefaunasi oleh USFA adalah protozoa pemangsa bakteri proteolitik dalam cairan rumen sehingga konsentrasi amonia menurun seiring dengan peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat.

SIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%) menurunkan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering dan meningkatkan fermentabilitas karbohidrat. Walaupun fermentabilitas karbohidrat kurang dari kisaran normal dan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering menurun tetapi masih dalam kisaran normal, tetapi konsentrat K-0 – K-60 dan M-0 – M-60 layak digunakan untuk ransum ternak ruminansia.

3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM

Dokumen terkait